Kamis, 30 Desember 2010

Mahkamah Menolak Pengujian UU Ketenagalistrikan

Ketua MK, Moh. Mahfud MD sedang membacakan putusan di Ruang Sidang Pleno MK.
Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak Pengujian Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (UU Ketenagalistrikan) pada sidang pleno dengan agenda pembacaan putusan, Kamis (30/12).

Mahkamah dalam persidangan yang dipimpin langsung oleh Ketua Pleno Hakim sekaligus Ketua MK, Moh. Mahfud MD, menyatakan menolak permohonan pengujian UU Ketenagalistrikan. Pertimbangan hukum putusan nomor 001-021-022/PUU-I/2003 bertanggal 15 Desember 2004 secara umum menyatakan bahwa selama persidangan baik dalam jawaban tertulis maupun jawaban lisan, pemerintah, DPR, dan Pemohon tidak menyangkal bahwa listrik merupakan cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak. Sebab itu, listrik harus dikuasi negara. Ketika ada pembenahan dalam tatakelola urusan listrik, maka pembenahan yang dilakukan haruslah memperkuat penguasaan negara untuk dapat melaksanakan kewajiban konstitusionalnya sebagaimana disebut dalam Pasal 33 UUD 1945.

Mahkamah menyimpulkan bahwa meskipun pemerintah hanya memiliki saham mayoritas relatif, namun tetap menentukan proses pengambilan keputusan atas penentuan kebijakan badan usaha yang bersangkutan. Selain itu Pasal 33 UUD 1945 tidak melarang privatisasi, sepanjang privatisasi itu tidak meniadakan penguasaan Negara. Kemudian Pasal 33 UUD 1945 juga tidak melarang kompetisi di antara para pelaku usaha, sepanjang kompetisi itu tidak meniadakan penguasaan oleh negara yang mencakup kekuasaan untuk mengatur (regelendaad), mengurus (bestuursdaad), mengelola (beheersdaad), dan mengawasi (toezichthoudensdaad) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang mengusai hajat hidup orang banyak untuk tujuan sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Selain itu, ketentuan Pasal 16 UU Ketenagalistrikan yang memerintahkan sistem pemisahan/pemecahan usaha ketenagalistrikan (unbundling system) dengan pelaku usaha yang berbeda akan semakin membuat terpuruk BUMN yang akan bermuara kepada tidak terjaminnya pasokan listrik kepada semua lapisan masyarakat, baik yang bersifat komersial maupun non-komersial.

Dan di dalam konklusi yang dibacakan, Mahkamah berkesimpulan bahwa pokok permohonan yang diajukan Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan hukum berdasarkan UUD 1945.

Karena itu pula, dalam amar putusannya, permohonan Pemohon ditolak oleh Mahkamah. “Mengadili, Menyatakan: menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD., selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, M. Arsyad Sanusi, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Harjono, Muhammad Alim, dan Hamdan Zoelva masing-masing sebagai Anggota,” tandas Mahfud.

Sekedar diketahui, Pemohon pengujian UU Ketenagalistrikan ini adalah Ahmad Daryoko dan Sumadi. Keduanya merasa telah mengalami kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional sebagai akibat diberlakukannya UU Ketenagalistrikan. Pemohon merasa hak untuk berserikat dan berkumpul, hak pemenuhan dasar tentang listrik sebagai kebutuhan hajat hidup, dan hak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak telah diabaikan dengan adanya pemberlakuan UU tersebut. (Yusti Nurul Agustin/mh)

Sumber:

Kamis, 02 Desember 2010

Karena Tak Serius, Mahkamah Gugurkan Permohonan Uji Ketentuan Sumpah/Janji


Majelis Hakim Konstitusi, Moh. Mahfud MD (ketua merangkap anggota), Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, Muhammad Alim, M. Arsyad Sanusi, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai anggota. Pada persidangan pembacaan putusan uji materi Pasal 30 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Jakarta (2/12).
Jakarta, MKOnline - Mahkamah menilai I. Made Sudana tidak serius dalam permohonannya, sehingga dalam amar putusan menyatakan permohonan Pemohon gugur. Demikian sidang pengucapan putusan yang digelar di di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (2/12/2010).

I. Made Sudana memohonkan uji formil dan/materil UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Peraturan Presiden (Perpres) 11/1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeri Sipil dan Anggota Angkatan Perang serta UU lainnya khususnya yang mengatur mengenai sumpah/janji jabatan terhadap UUD 1945.

Pemohon mendalilkan, ketentuan mengenai sumpah/janji sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (1) ayat (2), dan ayat (3) UU 4/2004 dan sumpah/janji yang diatur dalam Perpres 11/1959 serta sumpah/janji yang diatur dalam UU lainnya yang tidak disertai dengan mengucapkan sanksi dari Tuhan YME, tidak sesuai atau menyalahi sumpah/janji yang diatur dalam ajaran agama, sehingga bertentangan dengan UUD 1945 khususnya Pembukaan UUD 1945.

Menurut Pemohon, sumpah/janji yang diatur dalam perundang-undangan di Indonesia, misalnya sumpah jabatan PNS dan sumpah jabatan lainnya seharusnya disertai dengan mengucapkan sanksinya (kena pastu, kutuk/laknat) dari Tuhan apabila sumpah itu dilanggar. Pelaksanaan sumpah PNS dan sumpah jabatan, menurut Pemohon, masih menimbulkan kesan asal-asalan.

Di samping itu, sumpah dalam Perpres 11/1959, dan dalam Pasal 30 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU 4/2004, serta sumpah yang diatur dalam UU lainnya dalam pelaksanaannya menyalahi ajaran agama, baik dari segi tempat maupun yang memimpin penyumpahan tersebut. Seharusnya, menurut Pemohon, pelaksanaan sumpah/pengukuhan sumpah tersebut dilaksanakan oleh orang suci agama yang bersangkutan, misalnya agama Islam oleh Ustadz/Kyai, agama Kristen oleh Sulinggih (Pendeta) dan agama Hindu oleh rohaniwan, dan bukan disumpah oleh pimpinan dari pegawai yang bersangkutan.

Menanggapi permohonan, pada 5 Oktober 2010, Mahkamah memanggil Pemohon untuk hadir di persidangan pada hari Kamis, 14 Oktober 2010, pukul 09.00 WIB dengan agenda sidang pemeriksaan pendahuluan. Namun, melalui surat bertanggal 7 Oktober 2010, Pemohon menuturkan tidak memiliki biaya untuk berangkat dan menginap di Jakarta. Oleh karena itu, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk dilakukan persidangan jarak jauh (video conference) di Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar.

Untuk memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, Mahkamah mengabulkan sidang melalui video converence yang dilaksanakan pada 19 Oktober 2010, pukul 13.00 WIB. Kemudian pada 13 Oktober 2010 Mahkamah memanggil kembali Pemohon untuk hadir dalam persidangan tanggal 19 Oktober 2010, pukul 13.00 WIB bertempat di FH Universitas Udayana Denpasar, namun Pemohon tidak hadir dalam persidangan.

Mahkamah menganggap Pemohon tidak bersungguh-sungguh karena tidak hadir pada persidangan 19 Oktober 2010 tanpa alasan yang sah menurut hukum dan tanpa menunjuk wakilnya yang sah meskipun sudah dipanggil secara patut. Oleh sebab itu, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon harus dinyatakan gugur. Karena permohonan gugur, Mahkamah tidak lagi mempertimbangkan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon dan Pokok Permohonan.

Sidang pengucapan putusan ini dilaksanakan oleh Pleno Hakim Moh. Mahfud MD (ketua merangkap anggota), Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, Muhammad Alim, M. Arsyad Sanusi, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai anggota. (Nur Rosihin Ana/mh)
 
Sumber: