Rabu, 16 Mei 2012

MK Kabulkan Pencabutan Permohonan Uji Materi UU Kesehatan

Mahkamah Konstitusi menyatakan mengabulkan pencabutan permohonan pengujian materi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Pengujian  konstitusionalitas Pasal 115 ayat (1) beserta Penjelasannya dalam UU Kesehatan ini diajukan oleh Muhidin Sapdiana, A. Zulvan Kurniawan dkk.

“Menetapkan, menyatakan: Mengabulkan pencabutan permohonan para Pemohon,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD dalam persidangan Pengucapan Ketetapan Nomor 86/PUU-IX/2011 di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (16/5/2012) siang.

Uji materi UU Kesehatan yang telah diregistrasi oleh Kepaniteraan MK dengan Nomor 86/PUU-IX/2011 tersebut telah diproses lebih lanjut oleh MK, yaitu MK telah menerbitkan Ketetapan Ketua MK Nomor 645/TAP.MK/2011 tentang Pembentukan Panel Hakim untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap permohonan Nomor 86/PUU-IX/2011, bertanggal 8 Desember 2011. Kemudian menerbitkan Ketetapan Ketua Panel Hakim MK Nomor 647/TAP.MK/2011 tentang Penetapan Hari Sidang Pertama untuk pemeriksaan pendahuluan, bertanggal 21 Desember 2011.

Namun, pada 9 Mei 2012, Kepaniteraan MK menerima surat dari para Pemohon. Intinya, para Pemohon mengajukan pencabutan permohonan Nomor 86/PUU-IX/2011. Selanjutnya, Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim (RPH) pada Selasa, 15 Mei 2012 menetapkan pencabutan permohonan dengan registrasi Nomor 86/PUU-IX/2011 beralasan menurut hukum. Oleh karena itu pencabutan tersebut dapat dikabulkan. (Nur Rosihin Ana)

Senin, 14 Mei 2012

Pemilukada Aceh Barat Daya: Mahkamah Tolak Pasangan Akmal Ibrahim-Lukman

Perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) Provinsi Aceh yang diajukan pasangan Akmal Ibrahim-Lukman diputus hari ini, Senin (14/5/2012) sore di Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah dalam amar putusannya menyatakan menolak seluruh permohonan pasangan Akmal Ibrahim-Lukman.

“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Achmad Sodiki saat membacakan putusan Nomor 23/PHPU.D-X/2012 mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2012.

Mahkamah berpendapat, materi permohonan Akmal Ibrahim-Lukman tidak terkait dengan kesalahan hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Abdya selaku Termohon, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b PMK 15/2008, sehingga Mahkamah hanya menilai dan mempertimbangkan dalil-dalil permohonan Akmal Ibrahim-Lukman terkait dengan pelanggaran Pemilukada yang menurut Akmal Ibrahim-Lukman bersifat terstruktur, sistematis, dan masif sehingga mempengaruhi hasil perolehan suara.

Mahkamah setelah memeriksa dan mencermati secara saksama dalil Akmal Ibrahim-Lukman dan bantahan KIP Abdya selaku Termohon, serta bukti-bukti yang diajukan di persidangan, menurut Mahkamah, saat tahapan Pemilukada Abdya Tahun 2012, KIP Abdya telah menyusun dan menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Dari rangkaian fakta yang terungkap di persidangan tidak ada satu bukti pun yang dapat meyakinkan Mahkamah bahwa Termohon menyusun DPT untuk kepentingan salah satu pasangan calon. Lagipula tidak dapat dibuktikan secara hukum bahwa Termohon melakukan pelanggaran dalam penyusunan DPT secara terstruktur, sistematis, dan masif yang menguntungkan salah satu pasangan calon,” kata Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva membackan Pendapat Mahkamah.

Kemudian dalil Akmal Ibrahim-Lukman mengenai adanya intimidasi, tekanan dan ancaman yang dilakukan oleh tim sukses salah satu pasangan calon kepada pendukungnya. Setelah Mahkamah melakukan pemeriksaan, hal tersebut tidak terbukti dilakukan dengan kerja sama secara sistematis antara pelaku kekerasan dengan KIP Abdya, salah satu pasangan calon, maupun aparat penegak hukum, baik dalam bentuk aktif maupun pasif berupa pembiaran. Akmal Ibrahim-Lukman dalam persidangan sama sekali tidak dapat membuktikan bahwa Tim Sukses salah satu pasangan calon menggerakkan atau memerintahkan secara terstruktur untuk mempengaruhi pemilih dengan tindakan intimidasi ataupun teror untuk memilih pasangan M. Fakhruddin-H. Tgk. T.Burhanuddin Sampe selaku Pihak Terkait.

Menurut Mahkamah, dalil-dalil permohonan Pemohon tidak terbukti menurut hukum. Pelanggaran-pelanggaran yang didalilkan Pemohon, kalaupun ada, tidak bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, melainkan hanya bersifat sporadis. Meskipun begitu, pelanggaran-pelanggaran yang tidak dapat mengubah hasil Pemilukada tersebut masih dapat ditindaklanjuti melalui proses pidana di peradilan umum,” lanjut Hamdan.

Kabulkan Pencabutan Permohonan

Mahkamah usai membacakan putusan perkara yang diajukan pasangan Akmal Ibrahim-Lukman di atas, secara berturut-turut membacakan Ketetapan Nomor 24/PHPU.D-X/2012 mengenai sengketa Pemilukada Abdya yang diajukan oleh pasangan calon H. Sulaiman Adami-Afdhal Jihad. Pada persidangan di MK, 2 Mei 2012, pasangan Sulaiman Adami-Afdhal Jihad secara lisan menyatakan mencabut permohonannya. Kemudian pada 8 Mei 2012 Sulaiman Adami-Afdhal Jihad menyerahkan surat bertanggal 1 Mei 2012 yang ditandatangani oleh kuasa hukum Sulaiman Adami-Afdhal Jihad  yang intinya berisi pencabutan permohonan.

Mahkamah dalam ketetapannya menyatakan mengabulkan pencabutan permohonan Sulaiman Adami-Afdhal Jihad. Menyatakan Sulaiman Adami-Afdhal Jihad  tidak dapat mengajukan kembali permohonan perselisihan hasil Pemilukada Abya Tahun 2012. (Nur Rosihin Ana)



Jumat, 04 Mei 2012

“Ne Bis in Idem”, Mahkamah Putuskan Tidak Menerima Uji Materi UU Pengadilan Pajak

Materi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) yang diujikan Agus Subagio ke Mahkamah Konstitusi (MK), ternyata telah dua kali diputus oleh Mahkamah, yaitu pada Desember 2004 dan Oktober 2006. Alasan dan dasar dalam permohonan yang telah diputus Mahkamah tersebut, adalah sama dengan permohonan Agus Subagio. Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan permohonan Agus tidak dapat diterima.

Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD saat membacakan putusan Nomor 23/PUU-X/2012 dalam persidangan yang digelar di Mahkamah Konstitusi pada Jum’at (4/5/2012) pagi.

Agus Subagio dalam pokok permohonannya mengujikan konstitusionalitas Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak yang menyatakan: “Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).” Menurut Agus, ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

Agus yang berprofesi sebagai konsultan pajak dan kuasa hukum untuk beracara di pengadilan pajak, merasa dirugikan oleh Pasal 36 ayat (4) UU 14/2002. Sebab hak Agus untuk mengajukan banding terhadap jumlah pajak terutang dihalangi oleh adanya kewajiban untuk terlebih dahulu membayar 50% dari jumlah pajak terutang. Padahal banding yang diajukan Pemohon justru terhadap besaran (jumlah) pajak terutang tersebut.

Mahkamah dalam pendapatnya menyatakan, Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak pernah dimohonkan pengujian dan telah diputus oleh Mahkamah, yaitu dalam Putusan Nomor 004/PUU-II/2004 bertanggal 13 Desember 2004 yang amarnya “Menyatakan permohonan Pemohon ditolak”, dan Putusan Nomor 011/PUU-IV/2006 bertanggal 4 Oktober 2006 yang amarnya “Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)”. Menurut Mahkamah, alasan dan dasar kedua permohonan tersebut adalah sama dengan permohonan Agus Subagio.

Ketentuan Pasal 60 ayat (1) UU MK menyatakan, “Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali,” dan Pasal 60 ayat (2) UU MK menyatakan, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan jika materi muatan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda”. Oleh karena itu, menurut Mahkamah permohonan Agus Subagio ne bis in idem. (Nur Rosihin Ana)