tag:blogger.com,1999:blog-91300453103062745482024-02-19T08:02:47.023-08:00putusanalmahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.comBlogger101125tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-40466425868921705302013-03-07T02:13:00.003-08:002013-03-07T02:13:49.058-08:00Mendobrak Kerahasiaan Bank<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="judul" style="text-align: center;">
<span style="text-align: right;"><span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"<i>Abghadhul </i><u style="font-style: italic;">h</u><i>alâli ‘indallâhi at-thalâqu”</i></span></span></span></div>
<div class="judul" style="text-align: center;">
<span style="text-align: right;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Perkara halal yang paling dibenci di sisi Allah adalah perceraian. (Al-Hadits)</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Impian dan harapan dalam membina mahligai rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, seketika sirna ketika badai perceraian mengancam keutuhan perkawinan. Perceraian seringkali menimbulkan implikasi yang bukan hanya menimpa pasangan suami atau istri. Terlebih lagi jika hasil pernikahan yang sah telah membuahkan keturunan (anak).</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Putusnya ikatan perkawinan karena perceraian seringkali berakhir dengan kerugian materiil yang dialami oleh salah satu pihak yang berselisih. Misalnya masalah kekayaan bersama (harta gono-gini). Harta yang diperoleh selama perkawinan telah diatur dalam Pasal 35 ayat (1), dan Pasal 37 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Pasal 35 ayat (1) menyatakan “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama“. Pasal 37 menyatakan, “Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya masing-masing”. Kriteria harta bersama juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 1 huruf f yang berlaku berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 yang menyatakan, ”harta kekayaan dalam perkawinan (harta bersama) yaitu harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.”</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kisruh masalah harta gono-gini dihadapi Magda Safrina saat mengajukan gugatan perceraian terhadap suaminya ke Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh. Dalam gugatan, ibu tiga anak ini mencantumkan sejumlah harta gono-gini dalam bentuk tabungan dan deposito atas nama suaminya. Namun, Suami Safrina dalam jawaban gugatan menyangkalnya.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh kemudian minta penjelasan dari pihak bank. Bank Syariah Mandiri KCP Keutapang Aceh Besar dan Bank BRI Cabang KCP Peunayong Banda Aceh dalam jawaban tertulisnya menyatakan tidak dapat memenuhi permintaan dikarenakan menyangkut kerahasiaan data nasabah. Sedangkan Kepala Bank Mandiri Cabang Unsyiah Darussalam dalam keterangan saat hadir dalam sidang perceraian Safrina, menyatakan, deposito suami Safrina senilai Rp. 600 juta. Namun deposito tersebut telah dicairkan beberapa hari sebelum Safrina gugat cerai suaminya. Pihak bank juga menolak ketika Hakim Mahkamah Syari’iyah meminta keterangan lebih lanjut mengenai aliran dana.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kerahasiaan bank menjadi asas bagi ketiga bank tersebut untuk menolak memberikan keterangan. Hal ini membuat Safrina tidak tahu pasti berapa besar tabungan, deposito dan aset produk perbankan lainnya yang disimpan oleh suaminya. Mahkamah Syar’iyah pun kesulitan menentukan jumlah harta gono-gini.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Seorang diri, tanpa didampingi kuasa hukum, Safrina mendatangi MK untuk mengujikan konstitusionalitas Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan), yang menyatakan, “(1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak terafiliasi.” Menurut Safrina, ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setiap nasabah harus dilindungi kerahasiaan datanya oleh bank. Namun, ketentuan tersebut juga memberikan pengecualian bahwa data nasabah juga dapat diakses untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, kepentingan peradilan perkara pidana, perkara perdata antar bank dengan nasabahnya, kepentingan tukar-menukar informasi antar bank, dan atas persetujuan nasabah.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dari pengecualian (<i>mustatsnayât</i>) tersebut, terdapat norma yang membolehkan data nasabah dibuka atas perintah pengadilan, yaitu untuk perkara pidana dan perkara perdata antarbank dengan nasabahnya. Oleh karena itu, maka keadilan akan terpenuhi jika data nasabah juga harus dibuka untuk kepentingan peradilan perdata terkait dengan harta bersama (gono-gini).</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Keadilan rupanya berpihak kepada Safrina. Setelah tiga kali menjalani proses persidangan, pada persidangan keempat, ikhtiar yang ditempuh Safrina terbayarkan. Senyum ceria menghiasi wajah Safrina ketika permohonannya dikabulkan. Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk untuk kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian.”</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">(Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span lang="IN"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Editorial Majalah Konstitusi Edisi Maret 2013 No. 73</span></div>
</span></div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-69423194903779731142013-02-05T23:54:00.000-08:002013-02-22T23:55:34.146-08:00Tiada lagi Larangan Penggunaan Lambang Negara<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">La</span>mbang negara Garuda Pancasila, bendera Negara Sang Merah Putih dan Bahasa Indonesia, merupakan jati diri dan identitas Bangsa Indonesia. Keempat simbol negara tersebut merupakan cerminan dari kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara lain. Selain itu, menjadi cerminan kemandirian dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Oleh karena itu, perlu diadakan suatu perangkat hukum yang mengatur mengenai keempat simbol tersebut sehingga terjadi persamaan interpretasi mengenai simbol-simbol negara dimaksud.</span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (UULambang Negara). Bentuk, ukuran, dan warna Lambang Negara Garuda Pancasila digali dari unsur kebudayaan, filosofis, dan ideologis (landasan idiil) yang merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Hal ini sebagaimana diurai dalam Pasal 48 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 46, Pasal 47 ayat (2), Pasal 48 ayat (1) dan ayat (2) huruf b dan huruf e, dan Pasal 49 huruf c UULambang Negara.</span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lambang negara Garuda Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan Pancasila sebagai milik dari seluruh elemen bangsa Indonesia. Tidak ada alasan untuk menjauhkan lambang Garuda Pancasila dari jangkauan rakyat sebagai pemiliknya, baik secara fisik maupun dengan rekayasa peraturan perundang-undangan, sepanjang digunakan sebagai wujud atau eksploitasi dari rasa nasionalisme dan kecintaan kepada bangsa dan negara Indonesia.</span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Namun, realitas mengatakan sebaliknya. Penggunaan lambang negara oleh warga negara, justru berbuah penjara. Misalnya yang menimpa Erwin Agustian dan Eko Santoso. Kecintaan dan nasionalisme sebagai warga negara Indonesia, menjadi spirit bagi Erwin dan Eko untuk menggunakan lambang negara Garuda Pancasila. Namun idealisme Pancasila dan nasionalisme Indonesia yang ditunjukkan oleh Erwin dan Eko, justru mengantarkan dua orang buruh di Purwakarta ini ke bilik jeruji besi. Keduanya menjadi korban atas pelaksanaan UULambang Negara.</span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bersama dengan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), Ryan Muhammad, Erwin Agustian dan Eko Santoso mengajukan permohonan pengujian materi UU Lambang Negara ke Mahkamah Konstitusi. Materi yang diujikan yaitu Pasal 57 huruf c dan huruf d UULambang Negara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pasal 57 huruf c menyatakan, “Setiap orang dilarang membuat Lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pasal 57 huruf d menyatakan, ”Setiap orang dilarang menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Larangan tersebut diperkuat dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 69 huruf c yang menyatakan, “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang: … c. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini”.<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Para Pemohon berdalil, lambang negara Garuda Pancasila yang identik dengan Pancasila adalah milik seluruh rakyat Indonesia. Penggunaan lambang negara tidak dapat dibatasi pada sebagian kalangan saja dengan tidak mengenyampingkan tindakan-tindakan yang ditujukan untuk merendahkan lambang negara Garuda Pancasila itu sendiri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pasal 57 huruf c dan d adalah tidak sesuai dengan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Seharusnya lambang negara harus “membumi” dan dimasyarakatkan kepada seluruh warga negara Indonesia, agar mengakar dan tidak jauh atau bahkan terpisahkan dari bangsa Indonesia sendiri sebagai pemiliknya. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai media dan cara atau model, kreativitas atau upaya sepanjang tidak merusak atau merubah bentuk lambang Negara itu sendiri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ketentuan Pasal 57 huruf c yang memuat larangan membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara adalah tidak sesuai dengan semangat kebebasan berpikir, berkehendak, serta berserikat dan berkumpul untuk mengekspresikan kehendaknya di muka umum, dengan tidak mengenyampingkan tindakan-tindakan pihak tertentu yang bermakna sebagai klaim miliknya sendiri atau golongan tertentu. Demikian pula dengan Pasal 57 huruf d, larangan menggunakan lambang Negara untuk keperluan lain selain yang diatur dalam undang-undang ini adalah tidak sesuai dengan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.<o:p></o:p></span></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Milik Pejabat</span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ketentuan dalam UU Lambang Negara tersebut justru menjauhkan masyarakat dari lambang negaranya sendiri. Lambang negara seolah-olah hanya milik pejabat Negara atau kelompok tertentu saja. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28Iayat (2) dan Pasal 32 ayat (1) UUD 1945.<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Memperkuat dalil, para Pemohon pun menghadirkan Prof. Dr. Asvi Warman Adam. Asvi pernah menjadi saksi ahli dalam kasus buruh di Purwakarta yang stempelnya menggunakan lambang Garuda. Asvi juga saksi ahli dalam kasus Timnas PSSIyang menggunakan lambang Garuda pada kaos seragamnya. Menurut Asvi, pasal yang mengancam pidana bagi pengguna lambang yang tidak sesuai ketentuan UUadalah hal yang tidak dapat diterima. Kasus Erwin dan Eko, dua buruh di Purwakarta, ternyata perkara tersebut muncul atas aduan organisasi masyarakat pesaing kedua buruh tersebut. Artinya ketentuan mengenai lambang hanya dipergunakan sebagai alat untuk persaingan politik. “Persoalan Garuda Pancasila ini juga digunakan untuk kepentingan politik, untuk kepentingan menyingkirkan, menindas, atau menentang lawan politik,” kata Asvi dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi pada 11 April 2012.<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sementara dalam gugatan terhadap Timnas PSSI, putusan PN tidak kunci atau apa yang ada Mahkamah Konstitusi, dan itu kan ada gambar Garuda Pancasila,” lanjut Asvi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah berpendapat, tanda dalam perspektif ilmu tanda (semiotik) adalah sesuatu yang mewakili sesuatu. Secara umum terdapat tiga bentuk hubungan antara penanda (signifier) dengan petanda (signified), yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah sesuatu yang dipilih menjadi penanda karena keserupaan bentuknya dengan objek yang diwakili. Indeks adalah sesuatu yang dipilih menjadi penanda karena mengisyaratkan objek yang diwakilinya. Sedangkan simbol adalah penanda yang dipilih karena disepakati secara konvensional atau lazim dipergunakan oleh masyarakat untuk mewakili objek tertentu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Objek petanda bukan hanya bersifat fisik, melainkan meliputi juga nilai-nilai atau konsepsi-konsepsi. Negara Indonesia sebagai suatu kompleks suku bangsa, nilai, dan perilaku; atau sebagai kompleks fisik/benda/alam dan budaya, mutlak memerlukan sebuah penanda untuk menyebut secara ringkas/mudah keberadaan kompleks suku bangsa, nilai, dan perilaku dimaksud. Tanda yang dipergunakan untuk mewakili negara Indonesia, dengan demikian haruslah mencerminkan kompleksitas yang dikandung oleh negara Indonesia.<o:p></o:p></span></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bukan Ikon</span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Burung Garuda Pancasila bukan sebuah ikon karena tidak memiliki kemiripan/keserupaan secara langsung dengan konsep negara Indonesia. Garuda Pancasila dipilih mewakili bangsa-negara Indonesia berdasarkan kesepakatan rakyat Indonesia. Tanda yang muncul dari kesepakatan bersama ini lebih tepat disebut sebagai simbol, atau salah satu variannya, yaitu lambang. Dalam lambang Garuda Pancasila tersebut terkandung keseluruhan identitas bangsa-negara Indonesia, yang meliputi pula nilai-nilai luhur yang dicita-citakan bangsa-negara Indonesia. Namun keterwakilan semua bentuk identitas negara-bangsa Indonesia ke dalam bentuk Garuda Pancasila, tidak berarti bahwa keragaman yang dimiliki tidak boleh dipergunakan secara sendiri-sendiri. Setiap identitas bagian negara-bangsa Indonesia tetap dapat dipergunakan secara terpisah.<span lang="IN"><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lambang mewakili keseluruhan negara-bangsa Indonesia, sehingga individu warga negara Indonesia sebagai bagian dari negara-bangsa Indonesia tersebut, memiliki hak untuk mempergunakan lambang negara atau identitas lain dari negara, maupun mempergunakan bentuk-bentuk identitas lainnya secara terpisah maupun bersama-sama.<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lambang negara yang mengandung makna tentu harus dihormati dan dihargai secara terus-menerus dari generasi ke generasi. Meskipun dalam konteks tertentu makna suatu tanda selalu bersifat relatif, yang artinya dapat berubah seturut waktu. Namun upaya melanggengkan nilai-nilai negara-bangsa adalah hal yang harus diupayakan sebaik mungkin demi keberlangsungan keberadaan negara-bangsa bersangkutan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mewariskan keberadaan lambang negara (baik dari segi nilai maupun wujud fisiknya) adalah dengan membakukan standar bentuk lambang negara dimaksud. Kebakuan bentuk lambang memang tidak dapat menjamin bahwa makna lambang tersebut akan ikut ajeg atau tidak berubah. Begitu pula sebaliknya, bahwa keajegan makna lambang negara tidak menjamin tidak berubahnya bentuk lambang negara. Namun demikian, dalam rangka melanggengkan makna lambang negara, sekecil apapun usaha yang dilakukan negara, menurut Mahkamah hal tersebut memang sepatutnya dilakukan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kekang Ekspresi</span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah lebih lanjut dalam pendapatnya menyatakan, larangan pada ketentuan Pasal 57 huruf c UUlambang negara, tidak dimaksudkan untuk mengekang hak-hak warga negara dalam menggunakan lambang negara Indonesia. Penggunaan bentuk-bentuk yang sama atau mirip lambang negara sebagai lambang perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan, memunculkan potensi kerugian bagi warga negara secara keseluruhan. Kemiripan atau kesamaan bentuk lambang antara negara dengan perseorangan atau organisasi lain di luar negara akan memunculkan anggapan bahwa negara dan pihak bukan negara memiliki kemiripan atau kesamaan dalam berbagai hal, sehingga menimbulkan kerancuan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pembatasan penggunaan lambang negara merupakan bentuk pengekangan ekspresi dan apresiasi warga negara akan identitasnya sebagai warga negara. Pengekangan yang demikian dapat mengurangi rasa memiliki yang ada pada warga negara terhadap lambang negaranya, dan bukan tidak mungkin dalam derajat tertentu mengurangi kadar nasionalisme, yang tentunya justru berlawanan dengan maksud dibentuknya UUtersebut. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat dalil para Pemohon beralasan menurut hukum.<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pasal 57 huruf d UU adalah larangan yang diikuti ancaman pidana yang terdapat dalam Pasal 69 huruf c. Dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara kedua pasal tersebut sebagai suatu ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, maka pertimbangan hukum Mahkamah terhadap Pasal 57 huruf d tersebut berlaku secara mutatis mutandis terhadap Pasal 69 huruf c.<o:p></o:p></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Alhasil, Mahkamah dalam putusannya menyatakan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. “Amar putusan, mengadili, menyatakan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD saat membacakan putusan Nomor 4/PUU-X/2012 di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (15/1/2013). Mahkamah menyatakan Pasal 57 huruf d dan Pasal 69 huruf c UULambang Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. <span lang="IN">(</span>Nur Rosihin Ana<span lang="IN">)<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><div style="text-align: justify;">
<span class="A8"><span lang="IN">KONSTITUSI</span></span><span class="A8"><span lang="IN"> </span></span><span class="A8"><span lang="IN">Edisi Februari 2013 No.72</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="A8"><span lang="IN"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="A8"><span lang="IN"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="A8"><span lang="IN">Selengkapnya putusan pengujian UU Lambang Negara bisa dibaca di <a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_4-PUU-X-2012_bendera%20lambang%20negara_telah%20baca%2015%20Jan%202013.pdf" target="_blank">sini</a></span></span></div>
</span></div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-58251609908038253012013-01-29T20:54:00.002-08:002013-01-29T20:54:44.680-08:00Pemilukada Mamberamo Tengah: Mahkamah Tolak Permohonan Eremen-Leonard<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalil-dalil yang mendasari permahononan keberatan Pasangan Eremen Yogosam-Leonard Doga (Eremen-Leonard) terhadap hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Mamberamo Tengah (Mamteng), tidak terbukti menurut hukum. Menurut Mahkamah, tidak terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif dalam pelaksanaan Pemilukada Kabupaten Mamberamo Tengah Tahun 2012.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Walhasil, dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan menolak permohonan Eremen-Leonard. “Amar putusan, mengadili, menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD dalam sidang pengucapan putusan Nomor 1/PHPU.D-XI/2013 ihwal perselisihan hasil Pemilukada Mamteng Tahun 2012, </span><span lang="IN">Selasa (29/01/2013) di ruang Pleno lt. 2 gedung Mahkamah Konstitusi.</span><span lang="IN"></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalil-dalil pasangan Eremen-Leonard tersebut yaitu mengenai tidak adanya pemungutan suara di Kampung Dogobak, Binime, Yagabur, dan Kampung Pelanme yang kesemuanya masuk dalam Distrik Kelila. Menurut Eremen-Leonard, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mamteng hanya membagi dan membuat Berita Acara untuk enam TPS di empat kampung tersebut. Selain itu, KPU Mamteng juga mengubah perolehan suara para pasangan calon, sehingga rekapitulasi versi PPD Kelila berbeda dengan rekapitulasi KPU Mamteng.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">KPU Mamteng membantah dalil tersebut dan menyatakan pemungutan suara di distrik Kelila menggunakan sistem Noken. Selain itu, saksi-saksi yang diajukan Pemohon tidak menerangkan secara terperinci mengenai tidak dilaksanakannya pemungutan suara di empat kampung tersebut. Para saksi juga tidak menjelaskan secara terperinci mengenai adanya perbedaan hasil rekapitulasi.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">KPU Mamteng juga membantah dalil Eremen-Leonard mengenai adanya rekayasa di Distrik Megambilis. Sebaliknya, KPU Mamteng menyatakan justru Eremen-Leonard yang berkolusi dengan Sekretaris dan seorang Anggota PPD Megambilis untuk membuat rekapitulasi perolehan suara fiktif dalam Formulir Model DA-KWK.KPU, Model DA.1-KWK.KPU, dan Lampiran Model DA.1- KWK.KPU yang ditandatangani oleh Sekretaris dan Anggota PPD Distrik</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Megambilis tersebut. Rekapitulasi fiktif tersebut ditolak KPU Mamteng karena dibuat secara tidak sah.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Begitu pula dalil mengenai rekapitulasi tingkat PPD Distrik Eragayam dan tingkat Kabupaten yang tidak memasukkan hasil dari TPS 1 Kampung Arsbol, TPS 1 Kampung Pagale, dan TPS 1 Kampung Wanilok. Dalil ini bukan hanya dibantah oleh KPU Mamteng, tapi juga oleh pasangan R. Ham Pagawak-Yonas Kenelak (Ham-Yonas) selaku Pihak Terkait. KPU Mamteng menyatakan enam belas TPS di Distrik Eragayam telah direkapitulasi, yang meliputi juga TPS 1 Kampung Arsbol, TPS 1 Kampung Pagale, dan TPS 1 Kampung Wanilok. Hasil rekapitulasi PPD Distrik Eragayam menunjukkan perolehan suara pasangan calon nomor urut 4 adalah 24 suara. Hasil rekapitulasi PPD tersebut dijadikan dasar penghitungan dalam rekapitulasi tingkat kabupaten.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dengan demikian, tidak terbukti dalil-dalil pasangan Eremen-Leonard mengenai pelanggaran yang cukup serius dalam Pemilukada Mamteng. “Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, tidak ditemukan adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif dalam pelaksanaan Pemilukada Kabupaten Mamberamo Tengah Tahun 2012,” kata Hakim Konstitusi maria Farida Indrati membacakan Pendapat Mahkamah.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sementara itu, untuk permohonan perselisihan hasil Pemilukada Mamteng yang diajukan oleh pasangan Demi Wanimbo-Naftali Karoba (Demi-Naftali). Demi-Naftali merupakan bakal pasangan calon bupati dan wakil bupati dalam Pemilukada Mamteng Tahun 2012.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span lang="IN"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: small;">Mahkamah dalam amar putusan Nomor 2/PHPU.D-XI/2013 menyatakan permohonan Demi-Naftali tidak dapat diterima. Mahkamah dalam konklusinya menyatakan Demi-Naftali tidak memiliki kedudukan hukum (</span><i style="font-family: Verdana, sans-serif;">legal standing</i><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: small;">) untuk mengajukan permohonan sehingga mahkamah tidak lagi mempertimbangkan mengenai eksepsi KPU Mamteng, tenggang waktu pengajuan permohonan, dan pokok permohonan. “Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (</span><i style="font-family: Verdana, sans-serif;">legal standing</i><span style="font-family: Verdana, sans-serif; font-size: small;">) untuk mengajukan permohonan </span><i style="font-family: Verdana, sans-serif;">a quo</i><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">,” kata ketua Panel Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD. (Nur Rosihin Ana).</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: red;"><br /></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: red;">Selengkapnya putusan permohonan </span></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: red;">Eremen-Leonard</span></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: lime;"> </span><span style="color: blue;"><a href="https://docs.google.com/gview?url=http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_1%20PHPU%202013-telah%20baca%2029%20Jan%202013.pdf&chrome=true" target="_blank">di sini</a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: red;">Selengkapnya putusan permohonan </span></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: red;">Demi-Naftali </span><span style="color: blue;"><a href="https://docs.google.com/gview?url=http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_2%20PHPU%202013-telah%20baca%2029%20Jan%202013.pdf&chrome=true" target="_blank">di sini</a></span></span></div>
</span></div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-2419945053527205532013-01-15T04:10:00.000-08:002013-01-15T04:10:50.834-08:00MK: Konstitusional, Undur Diri Anggota TNI dan Polri Peserta Pemilukada<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">A</span>nggota Tentara
Nasional Indonesia<span lang="IN"> (</span>TNI<span lang="IN">)</span> dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia <span lang="IN">(</span>Polri<span lang="IN">)</span> diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai bakal pasangan calon peserta pemilihan kepala daerah maupun wakil
kepala daerah <span lang="IN">(Pemilukada) dengan syarat mengundurkan diri dari
jabatannya. “A</span>salkan menyerahkan
surat pernyataan pengunduran diri dari jabatan negerinya<span lang="IN">,” kata Hakim
Konstitusi Achmad Sodiki saat membacakan Pendapat Mahkamah dalam Putusan Nomor
67/PUU-X/2012, Senin (15/1/2013) di ruang sidang pleno lt. 2 gedung Mahkamah
Konstitusi (MK).<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sidang pengucapan
putusan pengujian Pasal 59 ayat (5) huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (UU Pemda), ini diajukan oleh Indonesian Human Rights
Committe For Social Justice (IHCS). Persidangan dilaksanakan sembilan Hakim
Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD (Ketua Pleno), Achmad Sodiki, Hamdan Zoelva,
Akil Mochtar, Harjono, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Ahmad Fadlil
Sumadi, dan Anwar Usman.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah dalam amar
putusan menyatakan menolak permohonan IHCS. “Amar putusan, mengadili, menyatakan
menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi
Moh. Mahfud MD membacakan amar putusan.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah berpendapat semua
warga negara mempunyai kedudukan yang sama di bidang politik, termasuk anggota
TNI dan anggota Polri yang memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih
dalam Pemilu. Hal tersebut bersesuaian dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya,” dan Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang menyatakan, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih
dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lebih lanjut Mahkamah
berpendapat, larangan anggota TNI dan anggota Polri ikut serta dalam pesta
demokrasi Pemilu dalam hal ini Pemilukada dalam ketentuan Pasal 39 UU Nomor 34
Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Pasal 28 UU Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, telah dianulir oleh Pasal 59
ayat (5) huruf g UU Pemda yang menyatakan, “Partai politik atau gabungan partai
politik pada saat mendaftarkan calon partai politik, wajib menyerahkan: ... g.
surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal
dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia.”<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Berdasarkan Pasal <i>a
quo</i>, anggota TNI dan anggota Polri diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai bakal
pasangan calon peserta pemilihan kepala daerah maupun wakil kepala daerah
asalkan menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri dari jabatan negerinya,” kata
Achmad Sodiki membacakan pendapat Mahkamah.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut Mahkamah, frasa
“surat pernyataan pengunduran diri dari jabatan negeri” dalam Pasal 59 ayat (5)
huruf g UU Pemda merupakan ketentuan persyaratan yang sudah jelas bagi anggota
TNI maupun anggota Polri yang akan mendaftarkan diri menjadi peserta Pemilukada
dalam menjaga profesionalitas dan netralitas TNI dan Polri. Dalam rangka
mewujudkan penyelenggaraan Pemilu dalam hal ini Pemilukada yang demokratis,
jujur, dan akuntabel, para peserta Pemilu, khususnya yang berasal dari PNS,
anggota TNI dan anggota Polri, tidak dilarang memanfaatkan jabatan, kewenangan,
dan pengaruh yang melekat pada dirinya sebagai akibat jabatan yang disandangnya
pada saat Pemilukada berlangsung. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut tafsir IHCS
(Pemohon), surat pernyataan pengunduran diri anggota TNI maupun anggota Polri
karena berlaga sebagai peserta Pemilukada, belumlah dapat dikatakan non aktif
dari keanggotaanya. Dengan demikian, anggota TNI maupun anggota Polri masih
dapat dikatakan aktif dan belum benar-benar keluar dari kesatuannya sehingga
dapat terlibat dalam politik praktis yang berpotensi memanfaatkan jabatannya
dan melakukan tindakan sewenang-wenang.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalil IHCS tersebut
dipatahkan oleh pendapat Mahkamah yang menyatakan bahwa IHCS telah keliru dalam
menafsirkan Pasal 59 ayat (5) huruf g UU Pemda. Menurut Mahkamah, Pasal tersebut
justru memberikan persyaratan yang jelas kepada anggota TNI maupun anggota
Polri yang hendak mendaftar sebagai perserta Pemilukada, yakni harus membuat
surat pernyataan pengunduran diri dari jabatannya. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Meskipun dalam pasal tersebut
tidak menjelaskan mengenai tindak lanjut dari surat pernyataan pengunduran diri
dari jabatan negeri, namun demikian bukan berarti anggota TNI dan anggota Polri
itu masih aktif dalam menduduki jabatannya. Sebab, proses surat pernyataan pengunduran
diri merupakan kewajiban atau kewenangan dari atasan anggota TNI dan Polri yang
mendaftarkan diri menjadi peserta Pemilukada untuk menindaklanjutinya. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dengan kata lain, ketegasan
pengunduran diri anggota TNI dan/atau anggota Polri dari jabatannya tergantung
dari atasan untuk memprosesnya, sehingga jika anggota TNI dan/atau anggota
Polri yang mendaftarkan diri menjadi peserta Pemilukada kalah, maka dapat dipastikan anggota TNI dan/atau anggota Polri
tersebut tidak akan kembali ke jabatannya. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selain itu, jikalau frasa
“surat pernyataan pengunduran diri dari jabatan negeri” dalam Pasal 59 ayat (5)
huruf g UU Pemda harus diartikan anggota TNI dan/atau anggota Polri benar-benar
keluar dari instansinya apabila mendaftarkan diri menjadi peserta Pemilukada,
ketentuan tersebut dapat dikatakan telah menghalangi hak warga negara untuk
ikut berpartisipasi dalam pemerintahan yang telah dijamin oleh UUD 1945. “Karena
ada tenggang waktu proses administrasi pemberhentian dari anggota TNI atau
Polri berhadapan dengan jangka waktu pendaftaran yang dalam tahapan Pemilukada
sangat singkat,” lanjut Sodiki.<o:p></o:p></span></span></div>
<span lang="IN"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oleh karena itu menurut Mahkamah dalil yang
diusung oleh IHCS tersebut tidak beralasan menurut hukum. “Menurut Mahkamah,
dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tandas Sodiki membacakan Pendapat
Mahkamah dalam Putusan Nomor 67/PUU-X/2012. (Nur Rosihin)</span></div>
</span></div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-57354910011809414552013-01-15T04:02:00.001-08:002013-01-15T04:02:00.860-08:00Putusan MK: Tamatan Pendidikan Nonformal Berhak Jadi Calon Kepala Daerah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<br />
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tamatan pendidikan nonformal berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah. Ketentuan Pasal 58 huruf c UU Pemda dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang latar belakang jalur pendidikannya berbeda (formal, nonformal, dan informal) asalkan telah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Menurut Mahkamah, justru menjadi tidak adil apabila hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, dalam hal ini hak untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah, hanya diberikan kepada warga negara yang berlatar belakang pendidikan formal saja.”<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Demikian Pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Muhammad Alim dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 26/PUU-X/2012, Selasa (15/1/2013) di ruang sidang pleno lt. 2 gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Persidangan dilaksanakan sembilan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD (Ketua Pleno), Achmad Sodiki, Hamdan Zoelva, Akil Mochtar, Harjono, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Anwar Usman.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Permohonan pengujian materi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) ini diajukan oleh Mozes Kallem. Materi yang diujikan yaitu frasa "dan/atau sederajat" pada Pasal 58 huruf c UU Pemda yang menyatakan, "Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat: c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan atas dan/atau sederajat."<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan menolak permohonan Mozes Kallem. “Amar putusan, mengadili, menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Panel Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD membacakan amar putusan.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mozes Kallem mendalilkan tidak mendapatkan keadilan akibat berlakunya frasa "dan/atau sederajat" dalam Pasal 58 huruf c UU Pemda. Sebabnya, Mozes yang tamatan pendidikan formal, disamakan dan harus berkompetisi dalam Pemilukada dengan seseorang calon tamatan pendidikan nonformal Paket B atau Paket C. Pendidikan nonformal tersebut ditafsirkan sederajat dengan pendidikan formal dan memenuhi syarat untuk berkompetisi dalam Pemilukada.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah dalam pertimbangannya merujuk ketentuan Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” dan Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 menyatakan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tindak lanjut dari ketentuan di atas, Pemerintah dan DPR membentuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang di dalam Bagian Menimbang huruf c menyatakan, “bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaruan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.”<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian, untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan tersebut, Pemerintah menciptakan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan [vide Pasal 1 angka 7, Pasal 1 angka 8, Pasal 1 angka 9, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 UU Sisdiknas. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan (Pasal 1 angka 7 UU Sisdiknas) yang terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya [Pasal 13 ayat (1) UU Sisdiknas].<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pasal 26 ayat (3) UU Sisdiknas menyatakan, “Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.” Penjelasan Pasal 26 ayat (3) UU Sisdiknas menyatakan, “....Pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup program paket A, paket B, dan paket C....”. Selanjutnya, dalam Pasal 26 ayat (6) UU Sisdiknas dinyatakan, “Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.”<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Memberikan kesempatan hanya kepada calon kepala daerah atau wakil kepala daerah yang berpendidikan formal berarti tidak menghormati keberagaman sistem pendidikan. Selain itu, berarti pula menghalangi hak konstitusional warga negara yang lebih luas, yaitu untuk memperoleh sosok kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berintegritas dan mampu mengemban amanah rakyat dengan sebaik-baiknya. “Bisa jadi, mereka berlatar belakang jalur pendidikan nonformal atau informal,” tandas Muhammad Alim membacakan pendapat Mahkamah yang termaktub dalam naskah Putusan Nomor 26/PUU-X/2012. (Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
</div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-22721100801309029362013-01-08T03:07:00.001-08:002013-01-08T03:07:53.671-08:00MK Tolak Uji Materi UU Pilpres yang Diajukan Lima Kepala Suku di Papua<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sistem Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang diatur dalam UUD 1945 tidak hanya berdasarkan suara mayoritas tetapi juga mayoritas bersyarat sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden”.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Artinya, dengan syarat tersebut, suara yang diperoleh seorang Presiden dan Wakil Presiden terpilih harus merata di seluruh wilayah Indonesia,” kata Hakim Konstitusi Harjono saat membacakan Pendapat Mahkamah, dalam sidang pengucapan putusan Nomor 25/PUU-X/2012 yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Selasa (8/1/2013) siang.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Putusan ihwal pengujian Pasal 159 pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) diajukan oleh lima orang kepala suku di Papua. Kelimanya yaitu Hofni Ajoi (Kepala Suku Amberbaken Kebar Karon, AKK), Maurits Major (Kepala Suku Bikar), Barnabas Sedik (Kepala Suku Miyah), Marthen Yeblo (Kepala Suku Abun), Stevanus Syufi (Kepala Suku Ireres).</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah dalam amar putusan menyatakan menolak permohonan. “Amar putusan, mengadili, menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD didampingi Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Harjono, Anwar Usman, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, dan Ahmad Fadlil Sumadi.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Para Pemohon mengajukan formula tentang bobot politik suara dalam Pilpres tidak berdasarkan penghitungan <i>one man one vote</i>. Menurut para Pemohon, “suara” harus dimaknai, “suara rakyat yang mengandung bobot politik dengan mencakup unsur penduduk dan unsur wilayah pada tiap-tiap provinsi di seluruh Indonesia sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan”. Selain itu, para Pemohon juga meminta Mahkamah untuk menyatakan bobot politik suara Pilpres pada tiap-tiap provinsi ialah, “persentase luas wilayah tiap-tiap provinsi terhadap seluruh luas wilayah Indonesia ditambah dengan persentase jumlah penduduk tiap-tiap provinsi terhadap seluruh jumlah penduduk Indonesia, kemudian hasil penjumlahan tersebut dibagi dua”.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Formula tersebut, menurut Mahkamah, mungkin dapat digunakan dalam memberi bobot suara pemilih. Namun, perumus UUD 1945 dalam mengatur tata cara Pilpres tidak memilih formula yang diajukan para Pemohon tersebut. “Perumus UUD 1945 telah menentukan bahwa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden didasarkan atas perolehan suara mayoritas bersyarat dan <i>one man one vote</i>,” lanjut Harjono membacakan Pendapat Mahkamah.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<b><span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Diusulkan Parpol<o:p></o:p></span></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Berdasarkan mekanisme Pilpres yang berlaku, siapapun warga negara Indonesia yang ingin mencalonkan diri sebagai Calon Presiden dan/atau Calon Wakil Presiden harus terlebih dahulu melewati mekanisme sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.”</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Artinya, siapapun orangnya, dari manapun asalnya, dari etnis apapun dirinya, untuk menentukan layak atau tidak layaknya seseorang tersebut menjadi pasangan Capres, harus terlebih dahulu dinilai dan ditentukan oleh partai politik (Parpol) atau gabungan Parpol peserta pemilihan umum. Produk dari keputusan ini sudah tidak membedakan sekat-sekat asal etnis atau ikatan primordial lainnya seperti agama, ras, dan daerah karena semuanya sudah menjadi satu kesatuan bangsa sebagai warga negara Republik Indonesia. Hal demikian juga sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut Mahkamah, perbedaan etnis ataupun perbedaan-perbedaan lainnya tidak dapat dijadikan alasan untuk mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk dapat maju sebagai pasangan Capres. Sebab sistem demokrasi tidak membolehkan terjadinya diskriminasi</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan. Untuk dapat terpilih sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, yang diperlukan adalah seseorang tersebut memenuhi syarat-syarat sebagaimana telah diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 <i>juncto</i> Pasal 5 UU 42/2008 yang di dalamnya sama sekali tidak ada rumusan yang pada pokoknya tidak menghalang-halangi dan tidak pula mengistimewakan suku, agama, ras, dan golongan tertentu untuk menjadi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Perumus UUD 1945 telah menentukan bahwa Pilpres didasarkan atas perolehan suara mayoritas bersyarat dan <i>one man one vote</i> serta tidak terbukti bahwa para Perumus UUD 1945 mendasarkan mekanisme pembobotan suara sebagaimana diajukan para Pemohon. “Pasal 159 ayat (1) sampai dengan ayat (5) UU 42/2008 telah sesuai dan tidak bertentangan dengan Pasal 6A, Pasal 18B ayat (2), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 sehingga permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tandas Harjono. (Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
</div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-24391985151900014582013-01-03T04:01:00.001-08:002013-01-03T04:01:08.403-08:00Raden Bung Hatta Cabut Permohonan Uji Materi UUPA dan UU Kehutanan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pencabutan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) yang diajukan oleh Raden Bung Hatta, akhirnya secara resmi ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pengucapan ketetapan yang digelar pada Kamis (3/1/2013), siang bertempat di ruang sidang pleno gedung MK.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah dalam ketetapannya menyatakan mengabulkan penarikan kembali permohonan yang diajukan oleh Raden Bung Hatta. “Mengabulkan permohonan penarikan kembali permohonan Pemohon,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD didampingi delapan Anggota Pleno yaitu Achmad Sodiki, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, Hamdan Zoelva, dan Anwar Usman.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah dalam ketetapannya juga menyatakan bahwa Raden Bung Hatta tidak dapat lagi mengujikan pasal-pasal dalam UU tersebut ke MK. Kemudian, Mahkamah memerintahkan kepada Panitera MK untuk menerbitkan Akta Pembatalan Registrasi Permohonan dan mengembalikan berkas permohonan kepada Raden Bung Hatta.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Permohonan tersebut diajukan Raden Bung Hatta ke Kepaniteraan MK pada 11 Oktober 2012, dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi pada tanggal 18 Oktober 2012 dengan Nomor 105/PUU-X/2012 dalam perkara Permohonan Pengujian Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Pasal 4, Pasal 50 ayat (3), Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan terhadap terhadap UUD 1945.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menindaklanjuti permohonan, MK telah menerbitkan Ketetapan Ketua MK Nomor 534/TAP.MK/2012 tentang Pembentukan Panel Hakim untuk memeriksa permohonan Nomor 105/PUU-X/2012 bertanggal 18 Oktober 2012, dan Ketetapan Ketua Panel Hakim MK Nomor</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">535/TAP.MK/2012 tentang Penetapan Hari Sidang Pertama untuk Pemeriksaan Pendahuluan, bertanggal 18 Oktober 2012. MK pun menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan pada 6 November 2012.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Syahdan, pada 12 November 2012 Kepaniteraan MK menerima surat dari Raden Bung Hatta yang merupakan </span><span lang="IN" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial;">Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Darul Hidayah. </span><span lang="IN">Inti surat berisi permohonan pencabutan permohonan Nomor 105/PUU-X/2012. Permohonan pencabutan atau penarikan kembali tersebut ditetapkan dalam Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim (RPH) pada Selasa, tanggal 27 November 2012. RPH menetapkan permohonan penarikan kembali permohonan Nomor 105/PUU-X/2012 beralasan menurut hukum. (Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
</div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-37228745290820108202012-12-14T02:42:00.001-08:002012-12-14T02:42:11.687-08:00Mahkamah Perintahkan Pemungutan Suara Ulang Pemilukada Kabupaten Kapuas<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pleno Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kapuas untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di 5 Desa dan 1 kelurahan yang tersebar di tersebar di 5 kecamatan. Yaitu Desa Anjir Mambulau Barat Kecamatan Kapuas Timur, Desa Anjir Mambulau Timur Kecamatan Kapuas Timur; Desa Naning Kecamatan Basarang, Desa Tamban Baru Tengah Kecamatan Tamban Catur, Desa Sei Teras Kecamatan Kapuas Kuala, dan Kelurahan Selat Hulu Kecamatan Selat.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Demikian inti Putusan Nomor 94/PHPU.D-X/2012 dan Nomor 95/PHPU.D-X/2012 ihwal perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Kapuas Tahun 2012. Perkara Nomor 94/PHPU.D-X/2012 diajukan oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati (Cabup dan Cawabup) nomor urut 1 Ben Brahim S. Bahat dan H. Muhajirin</span><span lang="IN" style="background-color: #f4f4f2; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial;"> </span><span lang="IN">(</span><span lang="IN" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial;">Ben-Jirin),</span><span lang="IN"> sedangkan untuk Nomor 95/PHPU.D-X/2012 diajukan oleh pasangan Cabup dan Cawabup nomor urut 2 H. Surya Dharma dan Taufiqurrahman (Surya-Taufiq).</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah menjatuhkan putusan sela perselisihan hasil Pemilukada Kapuas. Hal ini tergambar dengan jelas dalam amar Putusan Nomor 94/PHPU.D-X/2012. Dalam eksepsi, Mahkamah menyatakan menolak eksepsi KPU Kapuas. Kemudian dalam pokok perkara, sebelum menjatuhkan putusan akhir, Mahkamah memvonis enam hal.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span lang="IN">Pertama</span></i><span lang="IN">, mengabulkan sebagian permohonan pasangan Ben-Jirin. <i>Kedua</i>, menunda pelaksanaan Keputusan KPU Kapuas Nomor 73/Kpts/KPU-Kab.020.435812/2012 mengenai penetapan rekap hasil suara Pemilukada Kapuas bertanggal 19 November 2012, beserta Berita Acara Rapat Pleno Nomor 63/BA/XI/2012 mengenai rekap hasil suara Pemilukada Kapuas bertanggal 19 November 2012.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span lang="IN">Ketiga</span></i><span lang="IN">, menunda pelaksanaan Keputusan KPU Kapuas Nomor 74/Kpts/KPU-Kab.020.435812/2012 mengenai penetapan pasangan calon Cabup dan Cawabup terpilih, bertanggal 19 November 2012, serta Berita Acara Rapat Pleno Nomor 64/BA/XI/2012 mengenai penetapan pasangan Cabup dan Cawabup, bertanggal 19 November 2012.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span lang="IN">Keempat</span></i><span lang="IN">, memerintahkan kepada KPU Kapuas untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di enam desa/kelurahan sebagaimana tersebut di atas. <i>Kelima</i>, memerintahkan KPU Kabupaten Kapuas, KPU Provinsi Kalimantan Tengah, KPU RI, serta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), untuk mengawasi pelaksanaan PSU. <i>Keenam</i>, Memerintahkan KPU Kabupaten Kapuas, KPU Provinsi Kalimantan Tengah, KPU RI, serta Bawaslu untuk melaporkan pelaksanaan PSU di enam desa/kelurahan tersebut kepada Mahkamah paling lambat 60 hari sejak pengucapan putusan.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kapuas, Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Tengah, Komisi Pemilihan Umum, serta Badan Pengawas Pemilihan Umum, untuk melaporkan kepada Mahkamah pelaksanaan amar putusan ini dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak putusan ini diucapkan,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD, didampingi tujuh anggota, yaitu Achmad Sodiki, Harjono, Anwar Usman, Maria Farida Indrati, Hamdan</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Zoelva, Muhammad Alim, dan M. Akil Mochtar, saat sidang pengucapan pengucapan Putusan Nomor 94/PHPU.D-X/2012, Jum’at (14/12/2012) pagi bertempat di ruang sidang pleno lt. 2 gedung MK.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Sementara itu, amar putusan Nomor 95/PHPU.D-X/2012 yang diajukan pasangan Surya-Taufiq, merujuk pada putusan sebelumnya, yaitu putusan Nomor 94/PHPU.D-X/2012 yang diajukan oleh pasangan </span><span lang="IN" style="background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial;">Ben-Jirin</span><span lang="IN">.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Amar putusan, mengadili, menyatakan dalam eksepsi: menolak eksepsi termohon (KPU Kapuas) untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan: sebelum menjatuhkan putusan akhir, menunda penjatuhan putusan mengenai pokok permohonan sampai dengan dilaksanakannya putusan Mahkamah Nomor 94/PHPU.D-X/2012 bertanggal 14 desember 2012,” kata Moh. Mahfud MD membacakan amar putusan Nomor 95/PHPU.D-X/2012.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Fakta Politik Uang</b></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah mendapatkan fakta terjadinya politik uang berdasarkan keterangan saksi-saksi dan bukti-bukti yang diajukan pasangan Ben-Jirin. Politik uang terjadi di beberapa tempat secara meluas dalam bentuk pembagian sejumlah uang dan barang yang mempengaruhi pilihan para pemilih dan secara khusus menguntungkan Mawardi-Herson.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Praktik politik uang tersebut merupakan praktik pelanggaran Pemilu yang berdampak terciptanya demokrasi yang tidak sehat dan berdampak secara signifikan pada perolehan suara pasangan calon. Hal tersebut mengurangi validitas dan legitimasi hasil Pemilu.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Praktik politik uang terbukti terjadi di 5 (lima) desa dan 1 (satu) kelurahan yang tersebar di 5 (lima) kecamatan. Walaupun praktik tersebut tidak terbukti dilakukan dengan memenuhi unsur terstruktur dalam artian melibatkan pihak-pihak yang berkaitan dengan pemerintahan, namun praktik meluas tersebut telah menunjukkan adanya perencanaan atau dilakukan secara sistematis. Hal ini secara signifikan memengaruhi kemenangan masing-masing calon, sehingga menurut Mahkamah hal demikian patut menjadi alasan untuk melakukan pemungutan suara Ulang. (Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">putusan pasangan </span></span><span lang="IN" style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ben Brahim S. Bahat dan H. Muhajirin</span><span lang="IN" style="background-color: #f4f4f2; font-family: Verdana, sans-serif;"> klik di <a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_94%20PHPU%202012%20Kapuas%20telah%20baca%2014%20Des%202012.pdf" target="_blank">sini</a></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">putusan pasangan </span></span><span lang="IN" style="background-color: #f4f4f2; font-family: Verdana, sans-serif;">H. Surya Dharma dan Taufiqurrahman klik <a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_95%20PHPU%20KAPUAS-telah%20baca%2014%20Des%202012.pdf" target="_blank">di sini</a></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="background-color: whitesmoke; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: #4b4b4b;"><a href="http://www.wisatakarimun.com/"><span style="color: #083d73;">Pesona Wisata Karimun Jawa Jepara</span></a></span><o:p></o:p></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><u1:p></u1:p></span><div style="background-color: whitesmoke; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: #4b4b4b;"><a href="http://www.sioswisata.com/" title="SIOS WISATA.com"><u2:p></u2:p><span style="color: #083d73;"><u3:p></u3:p><u4:p></u4:p><u5:p></u5:p><u6:p></u6:p><u7:p></u7:p><u8:p></u8:p><u9:p></u9:p>SIOS WISATA.com</span></a></span><o:p></o:p></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><u1:p></u1:p></span><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="color: #4b4b4b;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><u2:p></u2:p><u3:p></u3:p><u4:p></u4:p>SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES</span></span></div>
</div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-21281532899625667702012-12-10T05:40:00.003-08:002012-12-10T05:40:51.777-08:00Putusan Pemilukada Sultra: Dua Permohonan Ditolak, Dua Lainnya Tak Diterima<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dua pasangan calon gebernur Sulawesi Tenggara (Sultra), yaitu pasangan H. Buhari Matta-H. MZ. Amirul Tamim dan pasangan Ridwan Bae-Haerul Saleh harus siap menerima kekalahan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Sultra Tahun 2012. Permohonan perselisihan hasil Pemilukada Sultra yang diajukan oleh kedua pasangan ini ke Mahkamah Konstitusi (MK), berbuah penolakan. Mahkamah dalam amar putusannya menyatakan menolak permohonan keduanya.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” Moh. Mahfud MD saat membacakan putusan masing-masing untuk Nomor 88/PHPU.D-X/2012 yang dimohonkan oleh H. Buhari Matta-H. MZ. Amirul Tamim, dan Nomor 89/PHPU.D-X/2012 yang dimohonkan oleh Ridwan Bae-Haerul Saleh, Senin (10/12/2012) siang.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah dalam pendapatnya menyatakan dalil yang diungkapkan oleh pasangan H. Buhari Matta-H. MZ. Amirul Tamim di persidangan hanyalah bersifat sporadis. Dalil tersebut tidak mampu meyakinkan Mahkamah mengenai terjadinya pelanggaran Pemilukada yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), yang dapat mengubah peringkat perolehan masing-masing pasangan calon. Mahkamah menyatakan dalil tersebut tak beralasan hukum.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sedangkan terhadap dalil pasangan Ridwan Bae-Haerul Saleh, Mahkamah setelah mencermati dengan saksama dalil Pemohon, Jawaban KPU Sultra selaku Termohon), serta bukti-bukti dari para pihak, menurut Mahkamah, pasangan Ridwan Bae-Haerul Saleh tidak dapat membuktikan bahwa penerbitan Keputusan KPU Sultra Nomor 26/Kpts/KPU.Prov.026/X/2012 tentang perubahan tahapan, program dan jadwal waktu penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara Tahun 2012, telah menyalahi ketentuan perundang-undangan.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pasangan Ridwan Bae-Haerul Saleh, menurut Mahkamah, juga tidak dapat membuktikan terjadinya pengerahan Pegawai Negeri Sipil (PNA) di Kabupaten Bombana, Kecamatan Rarowatu, dan perintah kepada pada lurah untuk menghadirkan warganya pada kampanye pasangan calon Nomor Urut 2 yakni H. Nur Alam-H. Muh. Saleh Lasata. Terhadap dalil ini, Pihak Terkait telah membantahnya.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut Mahkamah, pelanggaran-pelanggaran yang didalilkan oleh Ridwan Bae-Haerul Saleh, tidak meyakinkan. Jikapun terjadi pelanggaran, hal ini bukan pelanggaran TSM dan tidak signifikan memengaruhi peringkat perolehan suara Pemilukada yang menentukan keterpilihan pasangan calon.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Fakta di persidangan memang terbukti ditemukan kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Sultra. Namun hal ini menurut Mahkamah, sangat tidak signifikan untuk dapat membatalkan hasil Pemilukada. Mahkamah berpendapat permohonan Ridwan Bae-Haerul Saleh tidak beralasan menurut hukum.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Tak Diterima</b></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD (ketua pleno) Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, Harjono, M. Akil Mochtar, Muhammad Alim, dan Hamdan Zoelva, secara berturut-turut juga membacakan putusan perkara yang diajukan oleh dua bakal pasangan calon gubernur Sultra, yaitu pasangan H. Ali Mazi-Bisman Saranani (Putusan Nomor 90/PHPU.D-X/2012) dan pasangan La Ode Asis-H.T Yusrin (Nomor 91/PHPU.D-X/2012). Dalam amar putusan Mahkamah menyatakan permohonan dua bakal pasangan calon tersebut tidak dapat diterima.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah berpendapat, pasangan H. Ali Mazi-Bisman Saranani tidak bisa membuktikan sebagai bakal pasangan calon yang dilanggar hak-hak konstitusionalnya untuk menjadi pasangan calon (<i>right to be candidate</i>). Sedangkan terhadap permohonan pasangan La Ode Asis-H.T Yusrin, Mahkamah menyatakan tidak berwenang mengadilinya karena objek permohonan yang salah. (Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Putusan permohonan </span></span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Buhari Matta-Amirul Tamim klik <a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_88%20PHPU%20SULTRA-telah%20baca%2010%20Des%202012.pdf" target="_blank">di sini</a></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Putusan permohonan </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ridwan Bae-Haerul Saleh </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">klik <a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_89%20PHPU%20SULTRA-telah%20baca%2010%20Des%202012.pdf" target="_blank">di sini</a></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Putusan permohonan </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ali Mazi-Bisman Saranani</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">klik <a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_90%20PHPU%20SULTRA-telah%20baca%2010%20Des%202012.pdf" target="_blank">di sini</a></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Putusan permohonan </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">La Ode Asis-H.T Yusrin</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">klik <a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_91%20PHPU%20SULTRA-telah%20baca%2010%20Des%202012.pdf" target="_blank">di sini</a></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="background-color: whitesmoke; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: #4b4b4b;"><a href="http://www.wisatakarimun.com/"><span style="color: #083d73;">Pesona Wisata Karimun Jawa Jepara</span></a></span><o:p></o:p></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><u1:p></u1:p></span><div style="background-color: whitesmoke; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span style="color: #4b4b4b;"><a href="http://www.sioswisata.com/" title="SIOS WISATA.com"><u2:p></u2:p><span style="color: #083d73;"><u3:p></u3:p><u4:p></u4:p><u5:p></u5:p>SIOS WISATA.com</span></a></span><o:p></o:p></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><u1:p></u1:p></span><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="color: #4b4b4b;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><u2:p></u2:p><u3:p></u3:p><u4:p></u4:p><u5:p></u5:p>SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES</span></span></div>
</div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-16306092719274758772012-11-13T00:53:00.003-08:002012-11-13T22:12:43.386-08:00Putusan MK: BP Migas Bertentangan dengan UUD 1945<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<br />
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi </span><span lang="IN">(UU Migas). “</span><span lang="IN">Amar putusan, mengadili, </span><span lang="IN">menyatakan mengabulkan permohonan para </span><span lang="IN">pemohon </span><span lang="IN">untuk sebagian,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD saat sidang pengucapan putusan nomor </span><span lang="IN">36/PUU-X/2012, Selasa (13/11/2012) pagi. </span><span lang="IN"> <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Sebagian permohonan yang dikabulkan Mahkamah yaitu, </span><span lang="IN">Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), </span><span lang="IN">Pasal 41 ayat (2), </span><span lang="IN">Pasal 44, </span><span lang="IN">Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63</span><span lang="IN"> UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menyatakan frasa “dengan Badan Pelaksana” dalam Pasal 11 ayat (1), frasa “melalui Badan Pelaksana” dalam Pasal 20 ayat (3), frasa “berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 21 ayat (1), frasa “Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Mahkamah lebih lanjut dalam amar putusan menyatakan seluruh</span><span lang="IN"> hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan </span><span lang="IN">UU Migas </span><span lang="IN">bertentangan dengan UUD 1945 dan</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kemudian </span><span lang="IN">fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan oleh Pemerintah, c.q. Kementerian terkait, sampai diundangkannya UU yang baru yang mengatur hal tersebut.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Eksistensi BP Migas</b><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">BP Migas adalah</span><span lang="IN"> badan hukum milik negara yang secara khusus berdasarkan UU dibentuk oleh Pemerintah selaku pemegang Kuasa Pertambangan untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi </span><span lang="IN">[<i>vide</i> Pasal 1 angka 23, </span><span lang="FI">Pasal 4 ayat (3)</span><span lang="IN"> UU Migas]. </span><span lang="IN">Kegiatan Usaha Hulu yang mencakup eksplorasi dan eksploitasi,<span style="color: red;"> </span>dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana [<i>vide</i> </span><span lang="FI">Pasal</span><span lang="IN"> 11 ayat (1) UU Migas]. BP Migas berfungsi melakukan pengendalian dan p</span><span lang="IN">engawasan terhadap pelaksanaan Kontrak Kerja Sama Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat [<i>vide</i> Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) UU Migas].<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Untuk melaksanakan fungsi tersebut BP Migas bertugas: a) memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama; b) melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama; c). mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan; d). Memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf c; e) memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran; f). melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama; g). menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara. [vide Pasal 44 ayat (3) UU Migas].<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">BP Migas merupakan organ pemerintah yang khusus, berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN) memiliki posisi strategis bertindak atas nama Pemerintah melakukan fungsi penguasaan negara atas Migas khususnya kegiatan hulu (ekplorasi dan eksploitasi), yaitu fungsi pengendalian dan pengawasan yang dimulai dari perencanaan, penandatangan kontrak dengan badan usaha, pengembangan wilayah kerja, persetujuan atas rencana kerja dan anggaran badan usaha, monitoring pelaksanaan kontrak kerja serta menunjuk penjual Migas bagian negara kepada badan hukum lain.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Konstruksi hubungan antara negara dan sumber daya alam Migas menurut UU Migas dilakukan oleh Pemerintah selaku pemegang Kuasa Pertambangan yang dilaksanakan oleh BP Migas. BP Migas melakukan fungsi penguasaan negara berupa tindakan pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan Migas yang dilakukan oleh Badan Hukum yang dapat berupa BUMN, BUMD, Koperasi, usaha kecil atau badan hukum swasta maupun Bentuk Usaha Tetap. Hubungan antara BP Migas dan Badan Hukum atau Bentuk Usaha Tetap yang mengelola Migas dilakukan dalam bentuk Kontrak Kerja Sama (KKS) atau kontrak kerja sama lainnya dengan syarat minimal, yaitu: i) kepemilikan sumber daya alam di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan, ii) pengendalian manajemen operasi berada pada BP Migas, dan iii) modal dan resiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap (<i>vide</i> Pasal 6 UU Migas). Dari konstruksi hubungan yang demikian terdapat dua aspek penting yang harus diperhatikan. <i>Pertama</i>, Penguasaan negara atas Migas diselenggarakan oleh Pemerintah melalui BP Migas. <i>Kedua</i>, bentuk penguasaan negara terhadap Migas oleh BP Migas hanya sebatas tindakan pengendalian dan pengawasan.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Mahkamah lebih lanjut dalam pendapatnya menyatakan, pembentukan BP Migas dilatarbelakangi oleh kehendak untuk memisahkan antara badan yang melakukan regulasi atau badan yang membuat kebijakan dengan badan yang melakukan bisnis Migas yang kedua fungsi tersebut sebelumnya dilaksanakan oleh Pertamina. BP Migas diharapkan dapat fokus melaksanakan tujuan pengendalian kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi tanpa dibebani kewajiban untuk mencari keuntungan untuk diri sendiri, tetapi lebih fokus untuk kepentingan negara serta menghindari terjadinya pembebanan terhadap keuangan negara melalui APBN. Oleh karena itu, fungsi pengendalian dan pengawasan dalam kegiatan hulu Migas yang sebelumnya dilakukan oleh Pertamina dialihkan menjadi fungsi BP Migas selaku representasi Pemerintah sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan yang menyelenggarakan penguasaan negara atas sumber daya alam Migas. BP Migas adalah BHMN yang tidak merupakan institusi bisnis, melainkan institusi yang mengendalikan dan mengawasi bisnis Migas di sektor hulu. BP Migas oleh Pemerintah dimaksudkan sebagai ujung tombak bagi pemerintah agar secara langsung tidak terlibat bisnis Migas, sehingga Pemerintah tidak dihadapkan secara langsung dengan pelaku usaha</span><span lang="IN">.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bentuk penguasaan tingkat pertama dan utama yang harus dilakukan oleh negara adalah Pemerintah melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam dalam hal ini Migas. BP Migas hanya melakukan fungsi pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan Migas, dan tidak melakukan pengelolaan secara langsung, karena pengelolaan Migas pada sektor hulu baik eksplorasi maupun eksploitasi dilakukan oleh BUMN maupun badan usaha bukan milik negara berdasarkan prinsip persaingan usaha yang sehat, efisien, dan transparan.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut Mahkamah, model hubungan antara BP Migas sebagai representasi negara dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam pengelolaan Migas mendegradasi makna penguasaan negara atas sumber daya alam Migas yang bertentangan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Walaupun UU Migas menentukan tiga syarat minimal dalam KKS, yakni i) kepemilikan sumber daya alam di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan, ii) pengendalian manajemen operasi berada pada BP Migas, dan iii) modal dan resiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, tetapi ketiga syarat minimal tersebut tidak serta merta berarti bahwa penguasaan negara dapat dilakukan dengan efektif untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Paling tidak hal itu terjadi, karena tiga hal, yaitu: <i>Pertama,</i> Pemerintah tidak dapat secara langsung melakukan pengelolaan atau menunjuk secara langsung badan usaha milik negara untuk mengelola seluruh wilayah kerja Migas dalam kegiatan usaha hulu; <i>Kedua, </i>setelah BP Migas menandatangani KKS, maka seketika itu pula negara terikat pada seluruh isi KKS, yang berarti, negara kehilangan kebebasannya untuk melakukan regulasi atau kebijakan yang bertentangan dengan isi KKS; <i>Ketiga,</i> tidak maksimalnya keuntungan negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, karena adanya potensi penguasaan Migas keuntungan besar oleh Bentuk Hukum Tetap atau Badan Hukum Swasta yang dilakukan berdasarkan prinsip persaingan usaha yang sehat, wajar dan transparan.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Konstruksi yang Inkonstitusional</b></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Konstruksi penguasaan Migas melalui BP Migas dalam UU Migas menyebabkan negara kehilangan kewenangannya untuk melakukan pengelolaan atau menunjuk secara langsung BUMN untuk mengelola sumber daya alam Migas. Padahal fungsi pengelolaan adalah bentuk penguasaan negara pada peringkat pertama dan paling utama untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Konstruksi keberadaan BP Migas menurut UU Migas menurut Mahkamah, bertentangan dengan konstitusi yang menghendaki penguasaan negara yang membawa manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat, yang seharusnya mengutamakan penguasaan negara pada peringkat pertama yaitu melakukan pengelolaan terhadap sumber daya alam Migas yang membawa kuntungan lebih besar bagi rakyat. Menurut Mahkamah, pengelolaan secara langsung oleh negara atau oleh badan usaha yang dimiliki oleh negara adalah yang dikehendaki oleh Pasal 33 UUD 1945. Hanya dalam batas-batas negara tidak memiliki kemampuan atau kekurangan kemampuan baik dalam modal, teknologi dan manajemen untuk mengelola sumber daya alam Migas, maka pengelolaan sumber daya alam dapat diserahkan kepada badan swasta.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Untuk mengembalikan posisi negara dalam hubungannya dengan sumber daya alam Migas, negara/pemerintah tidak dapat dibatasi tugas dan kewenangannya pada fungsi pengendalian dan pengawasan semata tetapi juga mempunyai fungsi pengelolaan. Menurut Mahkamah, pemisahan antara badan yang melakukan fungsi regulasi dan pembuatan kebijakan dengan lembaga yang melakukan pengelolaan dan bisnis Migas secara langsung, mengakibatkan terdegradasinya penguasaan negara atas sumber daya alam Migas. Walaupun terdapat prioritas pengelolaan Migas diserahkan kepada BUMN sebagaimana telah menjadi pendirian Mahkamah dalam putusan Nomor 002/PUU-I/2003 tanggal 21 Desember 2004, efektivitas penguasaan negara justru menjadi nyata apabila Pemerintah secara langsung memegang fungsi regulasi dan kebijakan (<i>policy</i>) tanpa ditambahi dengan birokrasi dengan pembentukan BP Migas.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam posisi demikian, Pemerintah memiliki keleluasaan membuat regulasi, kebijakan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan atas sumber daya alam Migas. Dalam menjalankan penguasan negara atas sumber daya alam Migas, Pemerintah melakukan tindakan pengurusan atas sumber daya alam Migas dengan memberikan konsesi kepada satu atau beberapa BUMN untuk mengelola kegiatan usaha Migas pada sektor hulu. BUMN itulah yang akan melakukan KKS dengan BUMD, Koperasi, Usaha Kecil, badan hukum swasta, atau Bentuk Usaha Tetap. Dengan model seperti itu, seluruh aspek penguasaan negara yang menjadi amanat Pasal 33 UUD 1945 terlaksana dengan nyata.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN"><b>Potensi Inefisiensi</b></span><span lang="IN"><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setiap pembentukan organisasi negara dan semua unitnya harus disusun berdasar rasionalitas birokrasi yang efisien dan tidak menimbulkan peluang inefisiensi dan penyalahgunaan kekuasaan. Keberadaan BP Migas sangat berpotensi untuk terjadinya inefisiensi dan diduga, dalam praktiknya, telah membuka peluang bagi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan maka menurut Mahkamah keberadaan BP Migas tersebut tidak konstitusional, bertentangan dengan tujuan negara tentang pengelolaan sumber daya alam dalam pengorganisasian pemerintahan.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekiranya pun dikatakan bahwa belum ada bukti bahwa BP Migas telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan, maka cukuplah alasan untuk menyatakan bahwa keberadaan BP Migas inkonstitusional karena berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005, bertanggal 31 Mei 2005 dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007, bertanggal 20 September 2007, sesuatu yang berpotensi melanggar konstitusi pun bisa diputus oleh Mahkamah sebagai perkara konstitusionalitas.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jika diasumsikan kewenangan BP Migas dikembalikan ke unit pemerintahan atau kementerian yang terkait tetapi juga masih potensial terjadi inefisiensi, maka hal itu tidak mengurangi keyakinan Mahkamah untuk memutuskan pengembalian pengelolaan sumber daya alam ke Pemerintah karena dengan adanya putusan Mahkamah ini, justru harus menjadi momentum bagi pembentuk UU untuk melakukan penataan kembali dengan mengedepankan efisiensi yang berkeadilan dan mengurangi proliferasi organisasi pemerintahan. Dengan putusan Mahkamah yang demikian maka Pemerintah dapat segera memulai penataan ulang pengelolaan sumber daya alam berupa Migas dengan berpijak pada “penguasaan oleh negara” yang berorientasi penuh pada upaya “manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat” dengan organisasi yang efisien dan di bawah kendali langsung Pemerintah. Berdasarkan hal-hal tersebut maka dalil para Pemohon sepanjang mengenai BP Migas beralasan hukum.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Meskipun para Pemohon hanya mengujikan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), dan Pasal 44 UU Migas tetapi oleh karena putusan Mahkamah ini menyangkut eksistensi BP Migas yang dalam UU Migas diatur juga dalam berbagai pasal yang lain, maka Mahkamah tidak bisa lain kecuali harus juga menyatakan pasal-pasal yang mengatur tentang “Badan Pelaksana” dalam pasal-pasal, yaitu frasa “dengan Badan Pelaksana” dalam Pasal 11 ayat (1), frasa “melalui Badan Pelaksana” dalam Pasal 20 ayat (3), frasa “berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 21 ayat (1), Pasal 41 ayat (2), Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), frasa “Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 49, Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63, serta seluruh frasa Badan Pelaksana dalam Penjelasan adalah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.</span></span></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Akibat Hukum</b></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Putusan Mahkamah menyangkut status hukum BP Migas dalam UU Migas menimbulkan akibat hukum. Mahkamah perlu</span><span lang="IN"> menentukan akibat hukum yang timbul setelah putusan ini diucapkan dengan pertimbangan bahwa putusan yang diambil oleh Mahkamah jangan sampai menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat mengakibatkan kekacauan dalam kegiatan usaha Migas.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Apabila keberadaan BP Migas secara serta merta dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan pada saat yang sama juga dinyatakan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang sedang berjalan menjadi terganggu atau terhambat karena kehilangan dasar hukum. Hal demikian dapat menyebabkan kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang tidak dikehendaki oleh UUD 1945. Oleh karena itu, Mahkamah harus mempertimbangkan perlunya kepastian hukum organ negara yang melaksanakan fungsi dan tugas BP Migas sampai terbentuknya aturan yang baru;<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah memandang perlu untuk menegaskan akibat hukum dari putusan ini. Bahwa berdasar Pasal 47 UU MK yang menyatakan, “Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum” maka putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum dan berlaku secara prospektif. Dengan demikian segala KKS yang telah ditandatangani antara BP Migas dan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, harus tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir atau pada masa yang lain sesuai dengan kesepakatan.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Untuk mengisi kekosongan hukum karena tidak adanya lagi BP Migas maka Mahkamah perlu menegaskan organ negara yang akan melaksanakan fungsi dan tugas BP Migas sampai terbentuknya aturan yang baru. Menurut Mahkamah, fungsi dan tugas tersebut harus dilaksanakan oleh Pemerintah selaku pemegang kuasa pertambangan dalam hal ini Kementerian yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam bidang Migas. Segala hak serta kewenangan BP Migas dalam KKS setelah putusan ini, dilaksanakan oleh Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara yang ditetapkan oleh Pemerintah.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Sidang pengucapan putusan digelar oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD (Ketua Pleno), </span><span lang="IN">Achmad Sodiki, Harjono, Hamdan Zoelva, M. Akil Mochtar, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, dan Ahmad Fadlil Sumadi. Hakim Konstitusi Harjono dalam putusan ini mempunyai pendapat berbeda (<i>dissenting opinion</i>).</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Pengujian materi UU Migas dimohonkan oleh sejumlah organisasi massa (Ormas) dan sejumlah tokoh nasional (perorangan). Ormas dimaksud yaitu </span><span lang="IN">Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, Pimpinan Pusat Persatuan Ummat Islam, Pimpinan Pusat Syarikat Islam Indonesia, Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam, Pimpinan Pusat Persaudaraan Muslimin Indonesia, Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyah, Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, Al Jami’yatul Washliyah, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha, dan Karyawan (SOJUPEK). Kemudian pemohon perorangan yaitu K.H. Achmad Hasyim Muzadi, H. Amidhan, Komaruddin Hidayat, Eggi Sudjana, Marwan Batubara, Fahmi Idris, Moch. Iqbal Sullam, H. Ichwan Sam, H. Salahuddin Wahid, Nirmala Chandra Dewi M, HM. Ali Karim OEI, Adhie M. Massardi, Ali Mochtar Ngabalin, Hendri Yosodiningrat, Laode Ida, Sruni Handayani, Juniwati T. Maschun S, Nuraiman, Sultana Saleh, Marlis, Fauziah Silvia Thalib, King Faisal Sulaiman, Soerasa, Mohammad Hatta, M. Sabil Raun, Edy Kuscahyanto, Yudha Ilham, Joko Wahono, Dwi Saputro Nugroho, A.M Fatwa, Hj. Elly Zanibar Madjid, dan Jamilah. (Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN"><br /></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Putusan inkonstitusionalitas BP Migas bisa diunduh <a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_36%20PUU%202012%20migas%20-%20telah%20baca%2013%20Nov%202012.pdf" target="_blank">di sini</a> </span></span></div>
<br />
<div class="isi">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN"><br /></span></span></div>
</div>
<div class="isi">
</div>
<div style="margin: 0cm;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><a href="http://www.wisatakarimun.com/">Pesona Wisata Karimun Jawa Jepara</a><o:p></o:p></span></div>
</div>
<div>
<a href="http://www.sioswisata.com/" style="text-align: justify;" title="SIOS WISATA.com"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">SIOS WISATA.com</span></a></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif; text-align: justify;">SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES</span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br class="Apple-interchange-newline" /></span></div>
<br class="Apple-interchange-newline" /></div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-10515780621029838092012-10-23T21:23:00.000-07:002012-10-23T21:24:47.640-07:00Mahkamah Tolak Pengujian Rangkap Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<br />
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Pengujian konstitusionalitas kewenangan rangkap penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi oleh kejaksaan yang tersebar dalam beberapa </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Undang-Undang, memasuki tahap pengucapan putusan. Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (23/10/2012) siang, menggelar sidang pengucapan putusan </span><span lang="IN">Nomor 16/PUU-X/2012 ihwal Pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) dan Undang-Undang Nomor 31 Tahu</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">n</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi</span><span lang="IN"> (UU Tipikor) serta</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;"> Undang-Undang Nomor</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi</span><span lang="IN"> (UU KPK).</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Mahkamah dalam amar putusan menyatakan menolak seluruh permohonan yang </span><span lang="IN">diajukan oleh </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Iwan Budi Santoso, Muhamad Zainal Arifin, dan Ardion Sitompul. </span><span lang="IN">“Amar putusan, mengadili, menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” Kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD didampingi delapan hakim anggota, Achmad Sodiki, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, Hamdan Zoelva, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, dan M. Akil Mochtar.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Hal yang menjadi </span><span lang="IN">objek permohonan </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Iwan Budi Santoso, Muhamad Zainal Arifin, dan Ardion Sitompul</span><span lang="IN"> adalah uji konstitusional pasal-pasal yang berkaitan dengan kewenangan rangkap penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi oleh kejaksaan yang tersebar dalam beberapa </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">UU, antara lain Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Kejaksaan; Pasal 39 UU Tipikor; dan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 50 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU KPK </span><span lang="IN">khususnya frasa “atau kejaksaan” serta frasa “dan/atau kejaksaan” dalam UU KPK. Menurut para pemohon, ketentuan tersebut bertentangan dengan asas negara hukum [vide Pasal 1 ayat (3) UUD 1945], pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum [vide Pasal 28D ayat (1) UUD 1945].</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah berpendapat, UUD 1945 tidak melarang adanya fungsi ganda tersebut. Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang- Undang Dasar” dan Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, “Setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.”</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Berdasarkan kedua pasal tersebut, maka Presiden selain sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan (eksekutif), juga berfungsi sebagai pembentuk Undang-Undang (legislatif) bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikian UUD 1945 tidak melarang fungsi ganda tersebut,” kata Hakim Konstitusi Muhammad Alim saat membacakan Pendapat Mahkamah.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Selain itu, Mahkamah juga mengutip beberapa pertimbangan dalam Putusan Mahkamah Nomor 28/PUU-V/2007 tanggal 27 Maret 2008 yang dalam paragraf [3.13.6] antara lain mempertimbangkan, “Dengan demikian kewenangan polisi sebagai penyidik tunggal bukan lahir dari UUD 1945 tetapi dari Undang-Undang,”. Kata “sesuai” dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya memungkinkan alat penegak hukum lainnya seperti kejaksaan diberi wewenang untuk melakukan penyidikan. Sementara itu Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 menyatakan, “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dengan undang-undang. Undang-Undang yang diturunkan dari amanat Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 itu antara lain adalah UU Kejaksaan. Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Kejaksaan berbunyi, “Melakukan penyidikan terhadap pidana tertentu berdasarkan undangundang”.</span><i><span style="line-height: 18.18181800842285px;"><o:p></o:p></span></i></span></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><div style="text-align: justify;">
<span lang="IN">“</span><span lang="IN">Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan para Pemohon supaya kewenangan penyidikan yang diberikan kepada kejaksaan dalam beberapa ketentuan tindak pidana khusus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, tidak beralasan menurut hukum,” tandas Alim. (Nur Rosihin Ana)</span></div>
</span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<span lang="IN"></span><br />
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><a href="http://www.wisatakarimun.com/">Pesona Wisata Karimun Jawa Jepara</a><o:p></o:p></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><a href="http://www.sioswisata.com/" title="SIOS WISATA.com">SIOS WISATA.com</a><o:p></o:p></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES</span></div>
<br />
</div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-26246293050994324962012-10-23T21:13:00.000-07:002012-10-23T21:14:22.113-07:00Dalil Permohonan Kontradiktif, Uji Materi KUHAP Tidak Diterima<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pengujian konstitusionalitas Pasal 244 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimohonkan oleh Dr. H. Idrus M.Kes dinilai kabur (<i>obscuur libel</i>) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena terjadinya pertentangan antar dalil dalam permohonan dan antar dalil dalam posita dengan petitum. Alhasil, dalam amar Putusan Nomor 71/PUU-X/2012, Mahkamah menyatakan permohonan Idrus tidak dapat diterima. “Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” Kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD didampingi delapan hakim anggota, Achmad Sodiki, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Anwar Usman, Hamdan Zoelva, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, dan M. Akil Mochtar, dalam sidang pengucapan putusan di MK, Selasa (23/10/2012) siang.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Idrus mengujikan ketentuan Pasal 244 KUHAP terkait dengan kewenangan Jaksa Penuntut Umum untuk dapat tidaknya mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung yang selengkapnya berbunyi, “Terhadap putusan, perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Hal ini menurutnya bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saat mengajukan permohonan ke MK pada 11 Juli 2012 lalu, Idrus sedang menunggu putusan dari Mahkamah Agung atas permintaan pemeriksaan kasasi Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negri Lubuk Sikaping tertanggal 9 Juli 2008, atas putusan Pengadilan Negri Lubuk Sikaping Nomor 55/Pid/2007/Pn.Lbs tanggal 19 Juni 2008.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Adapun permasalahan yang dihadapi Idrus yaitu p</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">ada tahun 2004 yang lalu, </span><span lang="IN">Pemerintah melalui Kementerian Sosial memberikan hibah kepada </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Kabupaten Pasaman </span><span lang="IN">berupa </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">100 ekor sapi untuk 100 kepala</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">keluarga </span><span lang="IN">(KK) </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">yang kurang mampu</span><span lang="IN">. Saat itu, Idus </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">menjabat sebagai Kepala Dinas</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Sosial, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Pasaman, yang bertugas melakukan pembinaan terhadap kelompok </span><span lang="IN">KK</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;"> miskin tersebut melalui jajaran di bawahnya</span><span lang="IN">. </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Pada awal Tahun 2006</span><span lang="IN">, Idrus</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;"> pindah tugas menjadi Kepala Dinas</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Pasaman</span><span lang="IN">. S</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">uatu</span><span lang="IN"> saat, Idrus</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;"> menegur </span><span lang="IN">stafnya yang bernama Hayati, </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">istri Kejari Lubuk Sikaping</span><span lang="IN">. Teguran ini rupanya memicu kasus perkara Idrus.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Pada akhir 2006 Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuk Sikaping melakukan</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">pemanggilan kepada </span><span lang="IN">Idrus</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;"> </span><span lang="IN">untuk penyelidikan </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">tentang bantuan hibah pada Tahun 2004</span><span lang="IN">. Saat itu pula Idrus</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;"> ditetapkan</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">sebagai tersangka dan di</span><span lang="IN">tahan </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">di</span><span lang="IN"> LP </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Lubuk Sikaping selama 7 bulan 10 hari</span><span lang="IN">. Selama </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">dalam penahanan</span><span lang="IN">,</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;"> </span><span lang="IN">Idrus </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">dua kali</span><span lang="IN"> diperiksa </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">oleh Kejari Lubuk Sikaping</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">dengan tuduhan menerima uang Rp 1.200.000</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">dari KUBE FM dan mendakwa </span><span lang="IN">Idrus</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;"> telah menyebabkan</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">kerugian negara sebanyak Rp 20.000.000</span><span lang="IN">.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">P</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">ada 2008 Pengadilan Negeri Lubuk Sikaping membuat putusan</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">bebas murni kepada </span><span lang="IN">Idrus</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;"> dengan Putusan Nomor 55/Pid/2007/PN.Lbs</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Tanggal 19 Juni 2008, dengan alasan bantuan sapi tersebut adalah</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">merupakan hibah, sesuai dengan Surat Perjanjian Kerjasama antara</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Kementrian Sosial denga</span><span lang="IN">n Bupati Agam Nomor 53/HUK/2004. Kemudian p</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">ada tanggal 9 Juli 2008 Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lubuk</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Sikaping mengajukan permintaan pemeriksaan Kasasi kepada Mahkamah</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Agung </span><span lang="IN">(MA) </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">dengan dasar hukumnya Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">Republik Indonesia Nomor K/275/Pid/1983, yang bersumber dari Pasal 244</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">KUHAP, karena JPU beranggapan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Sikaping</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">adalah bebas tidak murni. Sampai saat ini, </span><span lang="IN">Idrus</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;"> belum mendapatkan</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">keputusan kasasi tersebut dari M</span><span lang="IN">A. Merasa diperlakuan diskriminatif dan tidak mendapat kepastian hukum, Idrus lalu </span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">mengajukan pengujian Pasal 244 KUHAP ke</span><span lang="IN"> MK</span><span lang="IN" style="line-height: 18.18181800842285px;">.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Idrus dalam petitum permohonannya meminta dua pilihan kepada Mahkamah untuk memutus Pasal 244 KUHAP. <i>Pertama</i> memohon Mahkamah menyatakan Pasal 244 KUHAP bermakna. Maksudnya, Pasal 244 KUHAP dinyatakan tetap berlaku dan tidak bertentangan dengan UUD 1945, disertai dengan konsekuensi bahwa Yurisprudensi Mahkamah Agung melalui putusan Mahkamah Agung Reg. Nomor 275K/Pid/1983 yang bertentangan dengan Pasal 244 KUHAP menjadi tidak berlaku. Konsekuensi ikutan lain yaitu putusan PN Lubuk Sikaping atas perkara Idrus menjadi berkekuatan hukum tetap.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><i><span lang="IN">Kedua</span></i><span lang="IN">, Idrus juga memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 244 KUHAP tidak bermakna, maksudnya menyatakan Pasal 244 KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum tetap, dengan konsekuensi bahwa semua ketentuan yang berdasar pada ketentuan Pasal 244 KUHAP, salah satunya Yurisprudensi Mahkamah Agung melalui Putusan Mahkamah Agung Reg. Nomor 275K/Pid/1983, juga dinyatakan tidak bermakna, sehingga Putusan PN Lubuk Sikaping atas perkara Idrus menjadi memiliki kekuatan hukum tetap.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut Mahkamah, terdapat pertentangan antar dalil-dalil dalam posita maupun antara posita dan petitum dalam permohonan Idrus. Di satu sisi Idrus mendalilkan Pasal 244 KUHAP tidak bermakna. Di sisi lain, Idrus mendalilkan Pasal 244 KUHAP bermakna. Selain itu, apabila dalil dalam posita tersebut dikaitkan dengan petitum, maka antara dalil tersebut dan petitum juga bertentangan. Terlebih lagi Idrus memohon supaya Putusan PN Lubuk Sikaping atas perkara Idrus menjadi memiliki kekuatan hukum tetap.</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Atas dasar pertentangan-pertentangan antar dalil-dalil dalam permohonan Pemohon dan antara dalil-dalil dalam posita dengan petitum, maka menurut Mahkamah, permohonan <i>a quo</i> kabur (<i>obscuur libel</i>). Oleh karena itu Mahkamah tidak perlu mempertimbangkan lebih lanjut tentang kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum (<i>legal standing</i>) Pemohon, dan pokok permohonan,” kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan poin Kewenangan Mahkamah dalam putusan ini. (Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Download putusannyanya </span><a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_71PUU%202012-telah%20baca%2023%20Okt%202012.pdf" style="font-family: Verdana, sans-serif;" target="_blank">di sini</a></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="isi">
<span lang="IN"></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><a href="http://www.wisatakarimun.com/">Pesona Wisata Karimun Jawa Jepara</a><o:p></o:p></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><a href="http://www.sioswisata.com/" title="SIOS WISATA.com">SIOS WISATA.com</a><o:p></o:p></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES</span></div>
<br class="Apple-interchange-newline" /></div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-9466834763001285292012-10-18T04:55:00.001-07:002012-10-18T04:55:00.541-07:00Tiada Bukti, Mahkamah Tolak Permohonan Pasangan Cabup Halmahera Tengah Edi Langkara-Yuslan Idris<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Provinsi Maluku Utara Tahun 2012 yang diajukan oleh pasangan Edi Langkara-Yuslan Idris (Edi-Yus) berbuah penolakan di persidangan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah dalam dalam sidang yang digelar pada Kamis, (18/10/2012) siang, menyatakan menolak seluruh permohonan pasangan Edi-Yus. Mahkamah juga menolak eksepsi</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Halteng selaku termohon, dan menolak eksepsi pasangan M. Al Yasin Ali-Soksi Hi. Ahmad (Acim-Soksi) selaku pihak terkait.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Amar putusan, mengadili, menyatakan, dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD didampingi Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Muhammad Alim, Hamdan Zoelva, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Anwar Usman, saat sidang pengucapan putusan Nomor 67/PHPU.D-X/2012.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">KPU Halteng dan pasangan Acim-Soksi dalam eksepsinya menyatakan permohonan Edi-Yus tidak berkait dengan sengketa hasil penghitungan suara sehingga permohonan Edi-Yus kabur. Acim-Soksi juga menilai permohonan Edi-Yus salah objek (<i>error in objecto</i>). Sebaliknya, menurut Mahkamah, eksepsi tersebut tidak beralasan hukum. “Menurut Mahkamah, objek permohonan</span> Pemohon pada esensinya adalah keberatan terhadap Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pasangan Calon Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Halmahera Tengah Tahun 2012 tanggal 25 September 2012 sehingga <span lang="IN">eksepsi <i>a quo</i></span><i><span lang="IN"> </span></i>menurut Mahkamah adalah tidak tepat dan tidak beralasan menurut hukum<span lang="IN">,” kata Hakim Konstitusi Muhammad Alim saat membacakan Pendapat Mahkamah dalam putusan ini.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Sementara itu, mengenai pokok permohonan, pasangan Edi-Yus mendalilkan terjadinya</span><b><span lang="IN"> </span></b>pelanggaran Pemilukada yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif sehingga mempengaruhi hasil perolehan suara, yaitu pelanggaran yang dilakukan oleh<span lang="IN"> KPU Halteng </span>pada tahapan pemilihan anggota PPK dan PPS di seluruh wilayah Kab<span lang="IN">.</span> Hal<span lang="IN">teng</span> dengan mengangkat pendukung <span lang="IN">Acim-Soksi.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Terhadap dalil tersebut, KPU Halteng</span> mengemukakan bahwa pengumuman seleksi anggota PPK dan PPS dilaksanakan sesuai prosedur<span lang="IN"> dan</span> tidak diarahkan<span lang="IN">. Selain itu,</span><span lang="IN"> </span>pengumuman seleksi telah ditempelkan di tempat-tempat umum yang dapat diketahui masyarakat<span lang="IN">.</span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah berpendapat tidak ada bukti yang cukup meyakinkan bahwa seleksi PPS dan PPK <span lang="IN">tersebut</span> hanya ditujukan bagi para pendukung <span lang="IN">Acim-Soksi. “</span>Kalau pun benar ada anggota PPS dan PPK yang nampak mendukung salah satu pasangan calon tertentu, dalam hal ini Pihak Terkait<span lang="IN"> (pasangan Acim-Soksi)</span>, tidak terbukti hal itu terjadi secara sistematis, terstruktur dan masif. Sebagaimana terungkap dalam persidangan bahwa gejala keberpihakan anggota PPS dan PPK tidak saja kepada Pihak Terkait tetapi juga kepada Pemohon. Oleh karenanya, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum<span lang="IN">,” lanjut Hakim Konstitusi Muhammad Alim</span>.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Kemudian dalil Edi-Yus mengenai adanya </span>Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda dan fiktif yang tersebar pada delapan kecamatan se-Kabupaten Halmahera Tengah. <span lang="IN">Terhadap hal ini, KPU Halteng mememaprkan </span>proses pendataan dan pemutakhiran data dilakukan sejak tahun 2011 hingga akhir tahun 2011, dari jumlah penduduk sebanyak 48.693 jiwa. Selanjutnya pada 20 April 2012 dikeluarkan DP-4 sejumlah 30.403 pemilih kemudian diserahkan ke KPU. Setelah diserahkan ke KPU, DP-4 tersebut diproses menjadi DPS dan terdapat penambahan sehingga DPS berjumlah 32.033 pemilih. Setelah itu ditetapkan menjadi DPT sejumlah 32.761 pemilih. Penambahan data pemilih terjadi ketika penetapan DPT di tingkat PPS pada tanggal 18-19 Juni 2012 dan hampir sebagian besar disetujui oleh saksi dari kedua pasangan calon. Pada saat penetapan DPT tanggal 4 Agustus 2012, keberatan dari saksi <span lang="IN">pasangan Edi-Yus</span> mengenai lima warga Desa Wedana yang belum masuk dalam daftar pemilih sementara diakomodasi oleh <span lang="IN">KPU Halteng</span> dan dimasukkan ke dalam DPS. Begitu juga mengenai keberatan dari saksi <span lang="IN">pasangan Edi-Yus</span><span lang="IN"> </span>terkait 25 orang warga Desa Fidi Jaya yang dianggap fiktif dan ganda telah diverifikasi dan hasilnya tidak ada pemilih ganda dan fiktif.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mahkamah berpendapat bahwa sebagaimana telah dinyatakan dalam putusan-putusan Mahkamah sebelumnya, bahwa dalam pelaksanaan tahapan Pemilu, penyusunan daftar pemilih sebenarnya bukan saja merupakan kewajiban <span lang="IN">KPU Halteng</span><span lang="IN"> </span>semata, melainkan juga menjadi kewajiban Pemerintah Daerah untuk menyediakan data kependudukan yang benar serta peran Panwaslukada dalam mengawasi tahapan penyelenggaraan penyusunan daftar pemilih agar sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian, hal tersebut tentu tidak dapat dijadikan alasan pembenar bagi KPU pada umumnya, <span lang="IN">KPU Halteng pada khususnya untuk terus menerus mengabaikan dan menyederhanakan persoalan DPT (<i>vide</i> Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor </span>108-109/PHPU.B-VII/2009, bertanggal 12 Agustus 2009).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam permasalahan DPT ini, Mahkamah menilai tidak terdapat bukti mengenai berapa jumlah riil penambahan ataupun pengurangan suara secara tidak sah yang terjadi di lapangan. Lagipula, seandainya pun <span lang="IN">pasangan Edi-Yus</span><span lang="IN"> </span>dapat membuktikan jumlah riil adanya penambahan ataupun pengurangan jumlah suara dalam Pemilukada Kab<span lang="IN">.</span> Hal<span lang="IN">teng</span>, tidak ada bukti yang dapat memastikan kepada pasangan calon tertentu pergeseran jumlah suara baik berupa penambahan ataupun pengurangan tersebut telah terjadi<span lang="IN">.</span><span lang="IN"> </span>Sebab selain dapat menambah atau mengurangi jumlah suara Pemohon, dapat pula para calon pemilih yang dianggap memiliki DPT bermasalah tersebut justru tidak memberikan suaranya sama sekali kepada Pasangan Calon manapun. Oleh karenanya, menurut Mahkamah, dalil <span lang="IN">pasangan Edi-Yus ini juga tidak terbukti secara hukum.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Begitu pula dalil pasangan Edi-Yus mengenai adanya pelanggaran-pelanggaran lainnya, menurut Mahkamah, tidak dibuktikan dengan bukti yang cukup meyakinkan bahwa pelanggaran tersebut terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang secara signifikan mempengaruhi perolehan suara pasangan Edi-Yus sehingga melampaui perolehan suara pasangan Acim-Soksi. “Mahkamah</span> berpendapat Pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum permohonannya<span lang="IN">,” tandas Muhammad Alim. (Nur Rosihin Ana).</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">Putusan Pemilukada Halmahera Tengah bisa didownload <a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_67%20PHPU%202012%20HALTENG-telah%20baca%2018%20Okt%202012.pdf" target="_blank">di sini</a></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"></span></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><a href="http://www.wisatakarimun.com/">Pesona Wisata Karimun Jawa Jepara</a><o:p></o:p></span></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><a href="http://www.sioswisata.com/" title="SIOS WISATA.com">SIOS WISATA.com</a><o:p></o:p></span></div>
<div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN"></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><span lang="IN">SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES</span></span></div>
</div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-85750193786666505162012-10-03T04:56:00.001-07:002012-10-04T02:43:10.655-07:00“Ne Bis In Idem”, Uji Konstitusionalitas Materi UU Perkim Tidak Diterima<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Pengujian
konstitusionalitas Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU Perkim) yang diajukan oleh Adittya Rahman
GS, Jefri Rusadi, dan Erlan Basuki, tidak dapat diterima oleh Mahkamah
Konstitusi (MK). “Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon
tidak dapat diterima,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD
didampingi Hakim Konstitusi Achmad Sodiki, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati,
Hamdan Zoelva, Harjono, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, dan M. Akil Mochtar, saat
membacakan putusan Nomor 12/PUU-X/2012, Rabu (3/10/2012) siang di ruang sidang pleno
lt. 2 gedung MK.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Pasal 22 ayat (3) UU Perkim menyatakan, "Luas lantai
rumah tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 (tiga puluh enam)
meter persegi."</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Mahkamah berpendapat, inti persoalan uji
konstitusionalitas Pasal 22 ayat (3) UU Perkim yang diajukan oleh Adittya Rahman GS, Jefri Rusadi, dan Erlan
Basuki (permohonan Nomor 12/PUU-X/2012) adalah sama dengan permohonan yang
diajukan oleh Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman
Seluruh Indonesia (DPP APERSI), yaitu permohonan Nomor 14/PUU-X/2012 yang juga
mengujikan konstitusionalitas Pasal 22 ayat (3) UU Perkim. </span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Mahkamah dalam Putusan Nomor 14/PUU-X/2012 yang juga
dibacakan pada 3 Oktober 2012, telah memutus pasal dan ayat yang sama dengan
alasan konstitusionalitas dalam permohonan Adittya Rahman GS dkk (permohonan
Nomor 12/PUU-X/2012). Sehingga pertimbangan Mahkamah dalam permohonan Nomor 14/PUU-X/2012
yang diajukan oleh DPP APERSI, <i>mutatis mutandis</i> menjadi pertimbangan
pula dalam permohonan Adittya Rahman GS dkk. Oleh karena itu, Mahkamah
menyatakan permohonan Adittya Rahman GS dkk <i>ne bis in idem</i>.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Untuk diketahui, </span><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Mahkamah dalam Putusan Nomor
</span><span lang="IN">14/PUU-X/2012 menyatakan </span><span lang="IN" style="line-height: 115%;">mengabulkan seluruh permohonan
DPP APERSI. Mahkamah menyatakan Pasal 22 ayat (3) UU Perkim bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pembacaan putusan Nomor </span><span lang="IN">14/PUU-X/2012 juga dilaksanakan pada</span><span lang="IN" style="line-height: 115%;"> 3 Oktober 2012</span><span lang="IN">, sesaat sebelum pembacaan 12/PUU-X/2012. (Nur Rosihin Ana)</span></span></span><br />
<br />
<a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.Persidangan.PutusanPerkara&id=1&kat=1&cari=12%2FPUU-X%2F2012" target="_blank"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Download putusan nomor </span></span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">12/PUU-X/2012</span></span></span> </span></span></span></a><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN"><a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.Persidangan.PutusanPerkara&id=1&kat=1&cari=14%2FPUU-X%2F2012" target="_blank">Download putusan Nomor </a><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN"><a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.Persidangan.PutusanPerkara&id=1&kat=1&cari=14%2FPUU-X%2F2012" target="_blank">14/PUU-X/2012: "Ketentuan rumah minimalis tipe 36 bertentangan dengan UUD 1945".</a> </span></span></span></span></span></span></span></span></span><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN"> </span></span></span><br />
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="http://www.wisatakarimun.com/" target="_blank">Pesona Wisata Karimun Jawa Jepara</a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="http://www.sioswisata.com/" rel="home" title="SIOS WISATA.com">SIOS WISATA.com</a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-3836146232335056252012-09-26T05:33:00.003-07:002012-09-26T05:33:57.757-07:00Putusan MK: Penyelidikan Kepala Daerah Tanpa Izin Presiden <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Izin tertulis dari Presiden untuk melakukan
penyelidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat membuka
kerahasiaan proses penyelidikan itu sendiri. Dalam tahapan penyelidikan belum
ada kepastian seseorang akan disidik atau tidak disidik, belum dilakukan
pencarian dan pengumpulan bukti, namun hanya pengumpulan informasi. Dengan
demikian terhadap proses penyelidikan, seseorang tidak akan dikurangi dan
dibatasi gerak dan aktivitasnya, kecuali jika dilakukan penangkapan. Kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diselidiki tetap dapat memimpin
pemerintahan daerah.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Izin tertulis dari Presiden yang disyaratkan dalam
proses penyelidikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana
diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UU Pemda menurut Mahkamah akan menghambat proses
penyelidikan, karena Presiden diberi waktu 60 hari untuk mengeluarkan
persetujuan tersebut. Dalam tenggang waktu itu, kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana berpeluang melakukan upaya
penghapusan jejak tindak kejahatan, atau penghilangan alat bukti. Bahkan
penyelidikan yang dirahasiakan dapat diketahui oleh yang bersangkutan.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">“Menurut Mahkamah, persetujuan tertulis pada tahap
penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
atau pejabat manapun tidak memiliki rasionalitas hukum yang cukup, dan akan
memperlakukan warga negara secara berbeda di hadapan hukum.”</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Demikian pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim
Konstitusi M. Akil Mochtar dalam persidangan dengan agenda pengucapan Putusan
Nomor 73/PUU-IX/2011 ihwal Pengujian Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (UU Pemda), yang digelar di Mahkamah Konstitusi pada Rabu
(26/2012) sore. Pengujian materi UU Pemda ini diajukan oleh Feri Amsari, Teten
Masduki, Zainal Arifin Mochtar Husein, Indonesia Corruption Watch (ICW).</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Menurut Mahkamah yang memerlukan izin tertulis dari
Presiden hanya tindakan penahanan. Tindakan penyidikan dapat dilakukan oleh
penyidik tanpa harus memperoleh izin tertulis dari Presiden. Namun demikian,
tindakan penahanan yang dilakukan untuk kepentingan penyidikan sebagaimana
diatur dalam Pasal 36 ayat (3) UU Pemda tetap memerlukan izin tertulis dari
Presiden.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Terhadap kejahatan yang diancam dengan pidana mati,
atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara sebagaimana ketentuan
Pasal 36 ayat (4) UU Pemda, hal ini tidak lagi memerlukan persetujuan tertulis
dari Presiden untuk melakukan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan.
“Karena kejahatan tersebut adalah kejahatan berat yang jika harus menunggu
persetujuan tertulis, akan berpotensi membahayakan nyawa orang lain, atau
berpotensi membahayakan keamanan negara” lanjut Akil.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Oleh karena itulah,</span><span lang="IN"> ketentuan </span><span lang="IN">Pasal
36 ayat (5) UU Pemda mengatur batas waktu dua kali 24 jam untuk melapor kepada
Presiden setelah dilakukan tindakan penahanan atas tindak pidana kejahatan
tertangkap tangan, tindak pidana kejahatan yang diancam pidana mati, atau<span> </span>tindak pidana kejahatan terhadap keamanan
negara, menurut Mahkamah kententuan batas waktu tersebut tetap diperlukan dan
tetap harus melekat dengan Pasal 36 ayat (4) UU Pemda.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Mahkamah menyatakan sebagian dalil para pemohon
beralasan menurut hukum. Sehingga dalam amar putusan Mahkamah menyatakan mengabulkan
sebagian permohonan. </span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">“Amar putusan, mengadili, menyatakan mengabulkan
permohonan para Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh.
Mahfud MD membacakan vonis.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Mahkamah menyatakan Pasal 36 ayat (1) dan Pasal 36
ayat (2) UU Pemda bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat. Kemudian menyatakan Pasal 36 ayat (3) UU Pemda bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak
dimaknai “tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan terhadap kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah memerlukan persetujuan tertulis dari
Presiden dan apabila persetujuan tertulis dimaksud tidak diberikan oleh
Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya
surat<span> </span>permohonan maka proses penyidikan
yang dilanjutkan dengan penahanan dapat langsung dilakukan”.</span></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Mahkamah
juga menyatakan Pasal 36 ayat (4) UU Pemda bertentangan dengan UU 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “hal-hal yang
dikecualikan dari ketentuan tersebut pada ayat (3) adalah: a. tertangkap tangan
melakukan tindak pidana kejahatan; atau b. disangka telah melakukan tindak
pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau telah melakukan tindak
pidana kejahatan terhadap keamanan negara.” (Nur Rosihin Ana). </span></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><a href="http://www.wisatakarimun.com/" target="_blank">Pesona Wisata Karimun Jawa Jepara</a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;"><a href="http://www.sioswisata.com/" rel="home" title="SIOS WISATA.com">SIOS WISATA.com</a></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: small;">SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-40735729621176639172012-09-25T01:59:00.000-07:002012-09-25T02:05:53.856-07:00Permohonan Kabur, Uji Materiil UU SJSN Tidak Diterima <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Uji materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), tidak diterima oleh Mahkamah
Konstitusi (MK). “Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,”
kata ketua pleno hakim konstitusi Moh. Mahfud MD didampingi delapan anggota
pleno Achmad Sodiki, Hamdan Zoelva, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Harjono,
Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, dan M. Akil Mochtar, saat membacakan amar
putusan Nomor 9/PUU-X/2012, Selasa (25/9/2012) di ruang pleno lt. 2 gedung MK. </span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Permohonan uji materi UU SJSN ini diajukan oleh
Fathul Hadie Utsman, Prof. DR. Abdul Halim Soebahar, MA, DR. Abd. Kholiq
Syafaat, MA, Ahmad Nur Qomari, S.E., M.M., Ph.D, DR. M. Hadi Purnomo, M.Pd,
Dra. Hamdanah, M.Hum, Dra. Sumilatun, M.M, Sanusi Affansi, S.H., M.H., Imam
Mawardi, Jaelani, dan Imam Rofii. Materi UU SJSN yang diujikan yaitu Pasal 14
pada frasa ”secara bertahap dan penjelasannya” serta Pasal 17 ayat (5), Pasal 1
butir 3 pada frasa ”pengumpulan dana dan frasa peserta”, butir 12 pada frasa
”negeri” pada kata pegawai negeri dan butir 14 pada frasa ”kerja” dan frasa
”dalam hubungan kerja termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari
rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya”, Pasal 13 ayat (1) pada frasa
”secara bertahap” dan frasa “sesuai dengan program jaminan sosial yang dikuti”,
Pasal 17 ayat (1) pada frasa ”peserta wajib membayar iuran”, ayat (2) pada
frasa ”wajib memungut iuran dan frasa menambahkan iuran” ayat (3) pada frasa
”iuran”, Pasal 20 ayat (1) pada frasa ”yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar pemerintah” dan ayat (3), Pasal 21 ayat (1) pada frasa ”paling lama
enam bulan sejak”, ayat (2) pada frasa ”setelah enam bulan” dan frasa
iurannya”, Pasal 27 ayat (1) pada frasa ”iuran”, ayat (2) pada frasa ”iuran”,
ayat (3) pada frasa “iuran” dan ayat (5) pada frasa ”iuran”, Pasal 28 ayat (1)
pada frasa ”dan ingin mengikut sertakan anggota keluarga yang lain wajib membayar
tambahan iuran”, Pasal 29 ayat (1) pada frasa ”kerja”, ayat (2) pada frasa
”kerja dan frasa pekerja dan frasa atau menderita penyakit akibat kerja”, Pasal
30 pada frasa ”kerja adalah seorang yang telah membayar iuran”, Pasal 31 ayat
(1) pada frasa ”kerja”, ayat (2) pada frasa ”kerja dan frasa ”pekerja yang”,
Pasal 32 ayat (1) pada frasa ”kerja”, ayat (3) pada frasa ”kerja”, Pasal 34
ayat (1) pada frasa ”iuran dan frasa ”kerja”, ayat (2) pada frasa ”iuran dan
frasa ”kerja”, dan ayat (3) pada frasa ”iuran”, Pasal 35 ayat (1) pada frasa
”atau tabungan wajib”, ayat (2) pada frasa ”masa pensiun atau meninggal dunia”,
Pasal 36 pada frasa ”peserta yang telah membayar iuran”, pasal 37 ayat (1) pada
frasa ”sekaligus pensiun, meninggal dunia”, ayat (2) pada frasa ”seluruh akumulasi
iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya”, ayat (3), Pasal 38
ayat (1), ayat (2) pada frasa ”iuran” Penjelasan UU 40/2004 pada frasa ”sektor
informal dapat menjadi peserta secara sukarela”.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<b><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Wewenang Pembuat UU</span></span></span></b></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Mahkamah berpendapat para pemohon </span><span lang="IN" style="line-height: 115%;">tidak menguraikan
dengan jelas alasan pertentangan frasa dalam pasal/ayat UU SJSN dengan UUD 1945.
Para pemohon hanya menguraikan alasan supaya frasa pasal/ayat dalam UU SJSN
yang diujikan agar dimaknai sesuai</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 115%;">keinginan para Pemohon.</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Ketidakjelasan permohonan antara lain terletak pada rumusan pasal/ayat
pengganti yang diajukan oleh para Pemohon. Dalam hal ini para Pemohon
mengajukan pengujian konstitusionalitas atas frasa dalam pasal/ayat UU SJSN,
tetapi dalam alasan permohonan dan petitumnya para pemohon memohon agar
Mahkamah membuat rumusan pengganti sebagaimana yang dirumuskan oleh para
Pemohon.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Mahkamah
menilai antara frasa yang diujikan dan dalil-dalil permohonan tidak berkaitan
dan tidak logis antara posita dan petitum. Jika para pemohon mengujikan
konstitusionalitas atas frasa tertentu, maka seharusnya hanya memohon untuk
membatalkan frasa yang dimohonkan pengujian. Sedangkan frasa atau norma hukum
lain yang termuat dalam pasal/ayat yang tidak dimohonkan pengujian oleh para
Pemohon, harus tetap dinyatakan konstitusional dan berlaku. </span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Mahkamah
dalam pengujian UU terhadap UUD 1945, tidak mempunyai kewenangan untuk
merumuskan norma pasal/ayat dalam suatu UU. Sebab perumusan pasal/ayat suatu UU
merupakan kewenangan pembentuk UU. Mahkamah menilai permohonan para </span><span lang="IN">p</span><span lang="IN" style="line-height: 115%;">emohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 31 dan Pasal 51A ayat (2) UU MK,</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="line-height: 115%;">yaitu tidak menguraikan dengan jelas dan terperinci dasar permohonan dan hal-hal yang dimohonkan untuk
diputus, sehingga permohonan para pemohon adalah kabur (<i>obscuur</i>) dan
harus dinyatakan tidak dapat diterima.</span></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Namun
seandainya para pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya oleh berlakunya
UU SJSN karena untuk memperoleh jaminan kesehatan, jaminan pensiun, jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian, serta jaminan sosial lainnya seseorang
harus mendaftarkan/didaftarkan, harus membayar atau dibayarkan iurannya,
Mahkamah berpendapat ketentuan yang berkaitan dengan hal tersebut telah dinilai
dan diputus oleh Mahkamah antara lain dalam Putusan Nomor 50/PUU-VIII/2010, bertanggal
21 November 2011 dan 51/PUU-IX/2011, bertanggal 14 Agustus 2012. (Nur Rosihin
Ana).</span></span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN">Download putusan uji materiil UU SJSN perkara nomor 9/PUU-X/2012 <a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.Persidangan.PutusanPerkara&id=1&kat=3&cari=Abdul+Halim+Soebahar" target="_blank">di sini</a></span></span></span> </span></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://www.wisatakarimun.com/" target="_blank">Pesona Wisata Karimun Jawa Jepara</a></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://www.sioswisata.com/" rel="home" title="SIOS WISATA.com">SIOS WISATA.com</a></div>
<div style="text-align: justify;">
SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-18415510401131404242012-09-13T02:08:00.001-07:002012-09-13T02:08:03.952-07:00MK Tegaskan Pemilukada DKI Jakarta Putaran Kedua Konstitusional<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Mahkamah menegaskan
bahwa ketentuan mengenai pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) putaran
kedua dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia (UU DKI Jakarta) tidak bertentangan dengan UUD 1945. Sedangkan
ketentuan mengenai “Dalam hal tidak ada pasangan calon Gubernur dan Wakil
Gubernur yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), …” dalam
Pasal 11 ayat (2) UU DKI Jakarta yang ditentukan sebagai syarat untuk diadakannya
pemilihan putaran kedua, Mahkamah menemukan fakta bahwa ketentuan tersebut
memang berbeda dengan ketentuan Pasal 107 UU Pemda yang mengatur kondisi/prasyarat
dilaksanakannya pemilihan putaran kedua. </span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">UU Pemda
(UU 32/2004 dan perubahannya) mengatur bahwa pasangan terpilih adalah pasangan
calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari
50% (lima puluh persen); apabila tidak ada yang memperoleh lebih dari 50% maka
pasangan calon yang memperoleh suara terbesar di atas 30% (tiga puluh persen)
dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih; jika terdapat lebih dari satu
pasangan calon yang menempati peringkat teratas perolehan suara di atas 30%,
maka penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan
suara yang lebih luas; apabila tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara
lebih dari 30% maka dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti pemenang
pertama dan pemenang kedua; apabila pemenang pertama terdiri dari tiga pasangan
calon maka penentuan peringkat pertama dan kedua ditentukan berdasar wilayah
perolehan suara yang lebih luas; dan apabila pemenang kedua terdiri lebih dari
satu pasangan calon maka penentuannya berdasarkan wilayah perolehan suara yang
lebih luas.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Hal
tersebut menunjukkan perbedaan antara kedua undang-undang, yaitu UU DKI Jakarta
dengan UU Pemda, yang mengatur hal sama secara berbeda mengenai ketentuan
perolehan suara pasangan calon sebagai penentu dilaksanakannya pemilihan
putaran kedua. Perbedaan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip perlakuan
yang sama yang dijamin oleh konstitusi yaitu Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,
karena perbedaan tersebut dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 18B ayat (1)
UUD 1945, yaitu pengaturan terhadap daerah-daerah yang bersifat khusus dan
istimewa.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Menurut
Mahkamah permohonan pengujian konstitusionalitas Pasal 11 ayat (2) UU DKI tidak
beralasan menurut hukum. Sehingga dalam amar putusan Mahkamah menyatakan
menolak permohonan yang diajukan oleh Abdul Havid Permana, Muhammad Huda, dan
Satrio Fauzia Damardjati.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">“Amar putusan,
mengadili, menyatakan menolak permohonan para Pemohon,” kata ketua pleno hakim
konstitusi Moh. Mahfud MD didampingi anggota pleno Achmad Sodiki, Hamdan
Zoelva, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, M. Akil
Mochtar, dan Muhammad Alim, saat membacakan putusan nomor 70/PUU-X/2012 ihwal
pengujian Pasal 11 ayat (2) UU DKI Jakarta, Kamis (13/9/2012) di ruang sidang
pleno lt. 2 gedung MK. </span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Pasal 11
ayat (2) UU DKI Jakarta menyatakan: “Dalam hal tidak ada pasangan calon
Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran kedua yang
diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua
pada putaran pertama.”</span></span></span></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Kekhasan
DKI Jakarta</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Mahkamah
perpendapat, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengakui sekaligus
menghormati daerah-daerah yang bersifat khusus dan istimewa yang pengaturannya
bersifat khusus dan berbeda dengan daerah lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal
2 ayat (8), Pasal 225, Pasal 226 ayat (1) UU Pemda. “Ketentuan dalam UU Pemda
berlaku bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sepanjang tidak diatur
secara khusus dalam undang-undang tersendiri, dalam hal ini UU 29/2007,” kata
hakim konstitusi Anwar Usman membacakan poin Pendapat Mahkamah dalam putusan uji
materi UU DKI Jakarta.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Mengenai pemberian
status khusus dan istimewa terhadap suatu daerah sebagaimana dimaksud Pasal 18B
ayat (1) UUD 1945, Mahkamah mengutip Putusan Nomor 81/PUU-VIII/2010 bertanggal
2 Maret 2011, yang antara lain mempertimbangkan penentuan kekhususan suatu
daerah didasarkan pada kriteria adanya kenyataan dan kebutuhan politik yang mengharuskan
suatu daerah diberikan status khusus yang tidak bisa disamakan dengan daerah
lainnya. “Adapun jenis dan ruang lingkup kekhususan tersebut harus bersifat
fleksibel ditetapkan oleh pembentuk undang-undang sebagai pilihan politik hukum
terbuka, sesuai dengan kebutuhan nyata diberikannya kekhususan bagi daerah yang
bersangkutan,” lanjut Anwar Usman.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Mahkamah
juga mengutip Putusan Mahkamah Nomor 11/PUU-VI/2008, bertanggal 5 Agustus 2008,
mengenai pengujian Pasal 5 UU 29/2007 yang menyatakan, “Provinsi DKI Jakarta
berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki
kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara
asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional”. </span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Selain
itu, kekhasan Provinsi DKI Jakarta juga diatur dalam Pasal 1 angka 6 UU DKI
Jakarta yang menyatakan, “Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, selanjutnya
disingkat Provinsi DKI Jakarta, adalah provinsi yang mempunyai kekhususan dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia.”</span></span></span></div>
<div class="judul" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">Syarat
50% Lebih</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="line-height: 115%;">Provinsi DKI Jakarta adalah daerah provinsi yang memiliki</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">banyak sekali aspek dan kondisi
bersifat khusus yang berbeda dengan daerah</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">lainnya, sehingga memerlukan pengaturan yang bersifat
khusus. Oleh karena itu,</span><span style="line-height: 115%;">
</span><span style="line-height: 115%;">menurut
Mahkamah kekhususan Provinsi DKI Jakarta mengenai syarat</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">keterpilihan Gubernur yang
mengharuskan perolehan suara lebih dari 50% suara</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">sah, dan apabila tidak ada yang mencapainya maka
dilaksanakan pemilihan</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">putaran
kedua, adalah kekhususan yang masih dalam ruang lingkup dan tidak</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">bertentangan dengan konstitusi.
Penentuan persyaratan demikian merupakan</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">kebijakan hukum terbuka (<i>opened legal policy </i>atau
<i>optionally constitutional</i>) yang</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">tidak bertentangan dengan konstitusi</span><span lang="IN" style="line-height: 115%;">.</span></span></span></div>
<div class="isi" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span lang="IN" style="line-height: 115%;">M</span><span style="line-height: 115%;">enyandarkan
penentuan besaran prosentase perolehan suara</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">tersebut hanya kepada argumen kondisi multikultural
dan tingkat legitimasi,</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">sebagai
sebuah kekhususan, adalah dapat dipahami tetapi tidak sepenuhnya</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">tepat. Artinya ada juga alasan-alasan
lain yang mendasari hal tersebut. Kondisi</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">multikultural secara relatif terdapat pada semua
wilayah pemerintahan.</span><span lang="IN" style="line-height: 115%;"> L</span><span style="line-height: 115%;">egitimasi juga dibutuhkan oleh pemerintahan</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">dalam semua kondisi, baik
multikultural ataupun tidak, sehingga sebenarnya tidak</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">ada korelasi secara langsung dengan
keharusan prosentase perolehan suara lebih</span><span style="line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;">dari 50%. </span></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Apalagi sejauh ini menurut
Mahkamah belum dapat dijelaskan parameter
multikultural dalam kaitannya dengan besaran (perolehan)
suara yang dapat memberikan legitimasi kepada pasangan calon terpilih dalam Pemilukada. Menurut Mahkamah, penentuan
prosentase yang lebih besar untuk keterpilihan
kepala daerah Provinsi DKI Jakarta harus pula dilihat pada seluruh aspek yang terkait dengan penyelenggaraan
pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang spesifik
(khusus) sebagaimana telah diuraikan di atas, antara lain tidak adanya DPRD kabupaten/kota di wilayah
pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, serta
Walikota/Wakil Walikota dan Bupati/Wakil Bupati yang ditetapkan tanpa melalui pemilihan umum<span lang="IN">. (Nur Rosihin Ana)</span></span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://www.wisatakarimun.com/" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;" target="_blank"><img border="0" height="118" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgv0-CweLREDAb0GTupS3RaXGUEHojGZdXa6h6lj3l742mwYGTvjwtKkD74OyNUYlaBNlkRt7fH2TpPq0wy-lK_1fSXiBNdF2G0kLlkR8Qxk4qPnPq_8YrfutZkMTMo7GOKEVXa1gww8d0/s320/karimun-jawa-950x360.jpg" width="320" /></a><a href="http://www.wisatakarimun.com/" target="_blank">Pesona Wisata Karimun Jawa Jepara</a></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://www.sioswisata.com/" rel="home" title="SIOS WISATA.com">SIOS WISATA.com</a><br />
SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES<br />
<br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-70884380522436812102012-07-25T20:59:00.002-07:002012-07-25T21:00:31.887-07:00PT Angkasaria Indahabadi Tarik Kembali Uji Materi UU Ketenagakerjaan dan UU Jamsostek<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">PT. Angkasaria Indahabadi menarik kembali permohonan
p</span><span lang="IN">engujian Undang-Undang</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan</span><span lang="IN"> (Pasal 166) </span><span lang="IN"><span> </span>dan Undang-Undang</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja</span><span lang="IN"> (Pasal 12). Menanggapi hal tersebut, r</span><span lang="IN">apat pleno permusyawaratan hakim pada
Selasa, 17 Juli 2012 lalu, menetapkan permohonan penarikan kembali permohonan
dengan Nomor 61/PUUX/2012 beralasan menurut hukum, oleh karena itu penarikan
kembali tersebut dapat dikabulkan.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Selanjutnya, </span><span lang="IN">Mahkamah Konstitusi pada Rabu (25/7/2012) menggelar sidang pengucapan
ketetapan Nomor 61/PUU-X/2012. Mahkamah dalam ketetapannya menyatakan
mengabulkan penarikan kembali permohonan uji materi UU Ketenagakerjaan dan UU
Jamsostek. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">“Mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon,”
kata ketua pleno hakim konstitusi Moh. Mahfud MD didampingi hakim konstitusi
Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati, M. Akil Mochtar, Ahmad Fadlil Sumadi,
Anwar Usman, Muhammad Alim, dan Hamdan Zoelva.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah juga menyatakan PT. Angkasaria Indahabadi
di masa mendatang tidak dapat mengajukan kembali permohonan uji materi UU yang
diujikan kali ini. “Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan pengujian
Pasal 166 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal
12 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Tenaga Kerja terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945,” lanjut Mahfud MD.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Terakhir, Mahkamah memerintahkan kepada Panitera MK
untuk menerbitkan</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Akta Pembatalan Registrasi Permohonan dan
mengembalikan berkas permohonan kepada PT. Angkasaria Indahabadi. (Nur Rosihin
Ana)</span></span></div>
</div>almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-494692474235753012012-07-23T22:00:00.000-07:002012-07-23T22:00:03.417-07:00MK Tolak Seluruh Permohonan Sengketa PSU Pemilukada Kabupaten Pati<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Lima pasangan calon bupati/wakil bupati Pati, Jawa
Tengah, yang mengajukan permohonan perselisihan hasil pemungutan suara ulang
(PSU) pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Pati yang digelar 16
Juni 2012 lalu, harus legowo menerima menerima kekalahan dalam PSU. Mahkamah
Konstitusi (MK) pada Senin (23/7/2012) sore, menjatuhkan putusan final yaitu menolak
seluruh permohonan mereka. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">“Menolak
permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Moh. Mahfud MD dalam sidang
pengucapan putusan secara berurutan untuk putusan Nomor </span><span lang="IN">44/PHPU.D-X/2012
yang diajukan oleh pasangan Slamet Warsito-Sri Mulyani, putusan Nomor 45/PHPU.D-X/2012
yang diajukan pasangan Imam Suroso-Sujoko, putusan Nomor 46/PHPU.D-X/2012 yang
diajukan pasangan H. Sri Merditomo-H. Karsidi, putusan Nomor 47/PHPU.D-X/2012
yang diajukan pasangan Sri Susahid-Hasan, dan putusan Nomor 48/PHPU.D-X/2012
yang diajukan pasangan Hj. Kartina Sukawati-H. Supeno.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Pasangan Slamet Warsito-Sri Mulyani antara lain
mengusung dalil mengenai potensi kerusakan surat suara akibat perubahan <i>design</i>
yang menyebabkan surat suara dinyatakan tidak sah, sehingga berpotensi
merugikan perolehan suaranya. Terhadap hal ini, dalam Putusan Nomor
44/PHPU.D-X/2012 Mahkamah berpegang pada data yang disajikan Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Kabupaten Pati selaku termohon. Data KPU Pati menyebutkan surat
suara tidak sah dalam PSU Pemilukada Pati berjumlah 2,59% atau 18.094 suara. Menurut
Mahkamah, Seandainya dalil tersebut benar, namun pada kenyataannya selisih
perolehan suara antara pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama
dan terbanyak kedua mencapai 27.428 suara. Sehingga surat suara yang tidak sah
jika diasumsikan menjadi milik salah satu pasangan calon peringkat 2, 3, 4,
atau 5, tidak akan signifikan memengaruhi peringkat perolehan suara pasangan calon.
Dengan demikian menurut Mahkamah, dalil Pemohon tersebut tidak beralasan
menurut hukum.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Sedangkan pasangan Imam Suroso-Sujoko mendalilkan
pihak terkait pasangan </span><span lang="IN">Haryanto</span><span lang="IN">-</span><span lang="IN">Budiyono</span><span lang="IN"> melakukan pelanggaran sebelum dan pada saat pemungutan suara berupa <i>money
politic</i>, kampanye hitam dan/atau kampanye terselubung, pelibatan birokrasi,
mobilisasi massa. Menurut Mahkamah dalam putusan Nomor Nomor 45/PHPU.D-X/2012,
bukti yang diajukan Imam Suroso-Sujoko berupa keterangan saksi di hadapan
notaris dan keterangan di persidangan, tidak membuktikan adanya keterlibatan
birokrasi pemerintahan untuk memenangkan Haryanto-Budiyono. Seandainya pun
benar terjadi <i>money politic</i>, intimidasi, pelibatan birokrasi, dan
mobilisasi massa untuk pemenangan Haryanto Budiyono, hal tersebut tidak
dilakukan secara tersruktur, sistematis, dan masif, melainkan hanya secara
individual dan tidak terbukti berhubungan dengan Haryanto-Budiyono. Berdasarkan
penilaian dan fakta tersebut, Mahkamah berpendapat dalil Imam Suroso-Sujoko
tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Selanjutnya pendapat Mahkamah dalam putusan Nomor
46/PHPU.D-X/2012 yang diajukan oleh pasangan Sri Merditomo-Karsidi. Mahkamah menyatakan
bahwa dalil-dalil permohonan Sri Merditomo-Karsidi intinya sama dengan dalil
yang dikemukakan oleh Imam Suroso-Sujoko. Dengan demikian maka pendapat
Mahkamah dalam perkara yang diajukan Imam Suroso-Sujoko, <i>mutatis mutandis</i>
berlaku pula pada dalil-dalil yang diajukan oleh Sri Merditomo-Karsidi.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Begitupun dengan segala apa yang didalilkan pasangan
Sri Susahid-Hasan (Nomor 47/PHPU.D-X/2012) dan pasangan Kartina Sukawati-Supeno
(Nomor 48/PHPU.D-X/2012). Menurut Mahkamah, substansi permohonan Sri Susahid-Hasan
sama dengan permohonan Imam Suroso-Sujoko, Sri Merditomo-Karsidi, dan
permohonan Kartina Sukawati-Supeno. Bahkan terdapat persamaan redaksional
permohonan Sri Susahid-Hasan dengan permohonan Sri Merditomo-Karsidi dan permohonan
Kartina Sukawati-Supeno. Perbedaan permohonan Sri Susahid-Hasan dengan
permohonan Sri Merditomo-Karsidi hanya pada satu dalil, yaitu dalil politik
uang (<i>money politic</i>).</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana,sans-serif;">Amar
putusan Mahkamah, selain menolak seluruh permohonan kelima pasangan tersebut,
Mahkamah juga menyatakan menolak eksepsi KPU Kabupaten Pati selaku termohon dan
eksepsi pasangan Haryanto-Budiyono selaku pihak terkait. (Nur Rosihin Ana).</span></span></div>
</div>almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-84581588946840023082012-06-20T03:59:00.000-07:002012-06-20T23:21:47.697-07:00Mahkamah Batalkan Cekal Tanpa Batas<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Permohonan <i>judical review</i> UU Nomor 6 Tahun </span><span lang="IN">2011 tentang Keimigrasian (UU
Keimigrasian) </span><span lang="IN">yang dimohonkan </span><span lang="IN">oleh Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra</span><span lang="IN">, memasuki tahap akhir yang paling menentukan, yaitu pengucapan putusan
di Mahkamah Konstitusi. Mahkamah dalam amar putusan menyatakan mengabulkan
sebagian permohonan Yusril. “Amar Putusan, mengadili, menyatakan mengabulkan
permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh </span></span><span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahfud MD</span></span><span style="font-size: small;"><span lang="IN">. saat
mengucapkan putusan Nomor 64/PUU-IX/2011 dalam persidangan yang digelar di MK, Rabu
(20/6/2012) siang.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Masih dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan Pasal 97
ayat (1) UU Keimigrasian sepanjang frasa “setiap kali” adalah bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selanjutnya bunyi Pasal
97 ayat (1) UU Keimigrasian menjadi “Jangka waktu Pencegahan berlaku paling
lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan”. Selain
itu, memerintahkan pemuatan putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Terakhir, menyatakan menolak permohonan Yusril untuk selain dan selebihnya.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Latar belakang diajukannya permohonan ini karena
Yusril dicegah ke luar negeri selama 6 (enam) bulan berdasarkan Keputusan Jaksa
Agung RI Nomor Kep-201/D/Dsp.3/06/2011 tanggal 27 Juni 2011 tentang “Pencegahan
Dalam Perkara Pidana”. Alasan utama pencegahan terhadap Yusril, sebagaimana
tertuang dalam konsideran keputusan Jaksa Agung tersebut adalah “untuk
kepentingan operasi yustisi di bidang penyidikan”. Sebab Yusril diduga terlibat
dalam perkara pidana dan telah
dinyatakan sebagai tersangka sejak tanggal 24 Juni 2010. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Sebelumnya, Jaksa Agung telah menerbitkan Keputusan Nomor
Kep-212/D/Dsp.3/06/2010 tanggal 25 Juni 2010 yang diktumnya mencegah Yusril ke
luar negeri selama 1 (satu) tahun dengan alasan yang sama, yakni untuk
“kepentingan operasi yustisi di bidang penyidikan”. Pencegahan itu berlaku
sejak 25 Juni 2010 sampai 25 Juni 2011. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="judul" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<b><span style="font-size: small;"><span lang="IN">Dicekal UU Tak Berlaku</span></span></b></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Jelang jangka waktu pencegahan berakhir, Jaksa Agung
kembali melakukan pencegahan kepada Yusril melalui Keputusan Nomor
Kep-195/D/Dsp.3/06/2011 tanggal 24 Juni 2011 untuk jangka waktu (1) tahun hingga
25 Juni 2012. Alasan yang digunakan pun sama, yakni “untuk operasi yustisi di
bidang penyidikan”. Padahal, salah satu dasar hukum yang digunakan untuk
melakukan pencegahan itu ialah UU Nomor 9 Tahun 1992 yang telah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan Pasal 142 UU 6 Tahun 2011 sejak
tanggal 5 Mei 2011.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Yusril melakukan perlawanan terhadap Keputusan Jaksa
Agung tersebut dengan melakukan gugatan ke PTUN Jakarta. Wakil Jaksa Agung
Darmono, pada awalnya berkeras mengatakan bahwa keputusan yang menggunakan UU
yang telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku itu, sebagai “keputusan yang
sah dan sudah benar”. Hal ini memicu polemik antara Yusril dengan jajaran Kejagung,
Menteri Hukum dan HAM dan beberapa pejabat Ditjen Imigrasi. Namun, ketika
gugatan telah didaftarkan di PTUN Jakarta, Jaksa Agung tiba-tiba mencabut
Keputusan Nomor 195/D/Dsp.3/06/2011 tanggal 24 Juni 2011 dan menerbitkan
Keputusan Pencegahan yang baru, yakni Keputusan Nomor Kep-201/D/Dsp.3/06/2011
tanggal 27 Juni 2001. Diktum Keputusan ini intinya mencegah Yusril ke luar
negeri selama 6 (enam) bulan, sesuai jangka waktu maksimum yang diberikan oleh
Pasal 97 ayat (1) UU Keimigrasian yang dijadikan sebagai salah satu dasar hukum
dalam konsideran keputusan tersebut. Sedangkan alasan pencegahan tetap sama,
yakni “untuk kepentingan operasi yustisi di bidang penyidikan.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="judul" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<b><span style="font-size: small;"><span lang="IN">Sampai Kiamat</span></span></b></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Pasal 97 ayat (1) UU Keimigrasian menyatakan, ”Jangka
waktu Pencegahan berlaku paling lama 6 (enam) bulan dan setiap kali dapat
diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan”. Menurut Yusril, frasa “dan setiap
kali dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan”, dapat menyebabkan
terjadinya perpanjangan pencegahan ke luar negeri terhadap seorang warga negara
pada masa penyidikan tanpa kepastian batas waktu bahkan <i>ilâ yaumil qiyâmah</i>
(sampai datangnya hari kiamat). Hal ini menciptakan ketidakpastian hukum yang
bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dan bertentangan dengan hak
warga negara untuk memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta hak untuk kembali sebagaimana dijamin oleh Pasal 28E
ayat (1) UUD 1945.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah
berpendapat, pencegahan ke luar negeri diatur dalam Pasal 91 sampai dengan
Pasal 97 UU Keimigrasian. Pasal 91 mengatur bahwa yang berwenang melakukan pencegahan
adalah Menteri Hukum dan HAM. Pencegahan dilakukan berdasarkan hasil pengawasan
Keimigrasian, Keputusan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung, permintaan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia, perintah Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi, permintaan Kepala Badan Narkotika Nasional, dan keputusan, perintah,
atau permintaan pimpinan kementerian/ lembaga lain yang berdasarkan Undang-Undang
memiliki kewenangan pencegahan. Pasal 16 ayat (1) UU Keimigrasian mengatur
bahwa apabila seseorang berada dalam daftar pencegahan, atau diperlukan untuk
kepentingan penyidikan atas permintaan pejabat yang berwenang, maka Pejabat
Imigrasi dapat menolak orang tersebut untuk keluar Wilayah Indonesia. “Dengan demikian,
salah satu tujuan pencegahan adalah untuk kepentingan penyidikan, yaitu untuk
mencegah seseorang yang disangka melakukan tindak pidana menghindar dari proses
hukum dengan melarikan diri keluar dari wilayah Indonesia,” kata Hakim
Konstitusi Anwar Usman membacakan pendapat Mahkamah.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Menurut Mahkamah, ketentuan Pasal 97 ayat (1) UU Keimigrasian
khususnya frasa “dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan”
di satu sisi dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi tersangka karena tidak
dapat memastikan sampai kapan penyidikan berakhir dan sampai kapan pula pencegahan
ke luar negeri berakhir. Pada sisi lain dapat menimbulkan kesewenang-wenangan
aparat negara yaitu Jaksa Agung, Menteri Hukum dan HAM, dan pejabat lainnya
yang berwenang untuk melakukan pencegahan kepada tersangka tanpa batas waktu. Kejadian
seperti ini pernah dialami oleh A.M. Fatwa. Saat bersaksi di persidangan MK,
A.M. Fatwa berkisah dicegah tanpa batas waktu dan tanpa surat pencegahan pada
masa pemerintahan Orde Baru yang sangat menyakitkan.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Akibat selanjutnya adalah tidak jelasnya
penyelesaian suatu perkara pidana yang justru merugikan penegakan keadilan, karena
keadilan yang ditunda-tunda dapat menimbulkan ketidakadilan (<i>justice delayed
is justice denied</i>). Apalagi dengan adanya pencegahan ke luar negeri terhadap
seorang tersangka tanpa batas waktu, mengakibatkan ketidakbebasan bagi
tersangka dalam waktu yang tidak terbatas pula, dengan tanpa mendapat
pengurangan pidana jika pada akhirnya tersangka dijatuhi pidana oleh pengadilan
seperti halnya tersangka/terdakwa yang dikenai penahanan kota sebagaimana
diatur dalam KUHAP. (Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
</div>almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-70947376767656611242012-06-06T00:46:00.001-07:002012-06-06T00:46:06.046-07:00Penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara Sumber Kekacauan Jabatan Wakil Menteri<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Timbulnya
kekacauan implementasi atau masalah legalitas di dalam hukum kepegawaian dan
birokrasi pemerintahan, khususnya menyangkut jabatan wakil menteri (wamen),
bersumber dari ketentuan Penjelasan Pasal 10 </span><span lang="IN">Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara). “Yang
dimaksud dengan "Wakil Menteri" adalah pejabat karir dan bukan
merupakan anggota kabinet.”<span> </span>Demikian
bunyi Penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara yang dinyatakan bertentangan
dengan UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (5/6/2012) siang, dalam
sidang pengucapan putusan Nomor 79/PUU-IX/2011. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah dalam amar putusan menyatakan mengabulkan
sebagian permohonan<span> </span>Adi Warman, Ketua
Umum Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK) dan H. TB.
Imamudin, Sekretaris Jenderal GN-PK. Mahkamah menyatakan Penjelasan Pasal 10 UU
Kementerian Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah
berpendapat, ketentuan Pasal 17 UUD 1945 hanya menyebutkan menteri-menteri
negara, tanpa menyebutkan wamen. Menurut Mahkamah, kalau menteri dapat diangkat
oleh Presiden, logikanya Presiden pun tentu dapat mengangkat wamen. Sebab, UUD
1945 hanya mengatur hal-hal yang pokok, sedangkan pelaksanaan lebih lanjut
diatur dengan UU. Berdasarkan ketentuan konstitusi, pengangkatan wamen itu adalah
bagian dari kewenangan Presiden untuk melaksanakan tugas-tugasnya. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Tidak adanya perintah maupun larangan di dalam UUD
1945 memberi arti berlakunya asas umum di dalam hukum bahwa “sesuatu yang tidak
diperintahkan dan tidak dilarang itu boleh dilakukan” dan dimasukkan</span><span lang="IN"> di dalam UU sepanjang tidak
berpotensi melanggar hak-hak konstitusional atau ketentuan-ketentuan lain di
dalam UUD 1945. Sehingga, dari sudut substansi, tidak terdapat persoalan
konstitusionalitas dalam konteks ini. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Orang yang dapat
diangkat sebagai wamen menurut Mahkamah, dapat berasal dari pegawai negeri
sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik
Indonesia, bahkan warga negara biasa. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b><span lang="IN">Norma Baru yang Rancu</span></b></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Pasal 10 UU Kementerian
Negara menyatakan, “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan
secara khusus, Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian
tertentu”.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Kewenangan
Presiden mengangkat wamen dalam rangka menangani beban kerja yang semakin berat,
tidak bertentangan dengan konstitusi jika dipandang dari sudut pengutamaan
tujuan yang hendak dicapai (<i>doelmatigheid</i>) atau nilai kemanfaatan dalam
rangka memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Dengan
demikian, Pasal 10 </span><span lang="IN">UU Kementerian Negara</span><span lang="IN"> tidak bertentangan dengan UUD 1945
dan tidak mengandung persoalan konstitusionalitas.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Akan tetapi,
pengaturan yang terkandung dalam Penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara dalam
praktiknya telah menimbulkan persoalan legalitas yakni ketidakpastian hukum
karena tidak sesuainya implementasi ketentuan tersebut dengan hukum kepegawaian
atau peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan dan birokrasi.
Terlebih lagi Penjelasan Pasal 10 ternyata berisi norma baru. Padahal menurut
Putusan Mahkamah Nomor 011/PUU-III/2005, tanggal 19 Oktober 2005 yang kemudian
dimuat pula di dalam Lampiran II angka 177 U</span><span lang="IN">U</span><span lang="IN"> Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) dinyatakan,
“Penjelasan ... tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma”. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Presiden sebagai
pemegang hak prerogatif dalam hal-hal tertentu, juga mempunyai kewajiban hukum
untuk mentaati peraturan perundang-undangan sesuai dengan sumpah Presiden/Wakil
Presiden yang menyatakan, “...memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya ...” </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="judul" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<b><span style="font-size: small;"><span lang="IN">Carut Marut Jabatan Wamen</span></span></b></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Persoalan legalitas
yang muncul dalam pengangkatan wamen, antara lain, menurut Mahkamah adalah: Pertama,
terjadi eksesifitas dalam pengangkatan wamen sehingga tampak tidak sejalan
dengan dengan latar belakang dan filosofi pembentukan UU dimaksud (<i>original
intent</i>). Salah satu latar belakang terpenting dari keharusan konstitusional
untuk membentuk UU Kementerian Negara sebagaimana diatur di dalam Pasal 17 ayat
(4) UUD 1945 dimaksudkan untuk membatasi agar dalam membentuk kementerian
negara guna melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, Presiden melakukannya secara
efektif dan efisien. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Jabatan menteri
dan kementerian tidak boleh diobral sebagai hadiah politik terhadap seseorang
atau satu golongan, sekaligus tidak dapat sembarangan dibubarkan tanpa analisis
yang mendalam bagi kepentingan negara dan bangsa seperti yang pernah terjadi di
masa lalu. Pembentukan wamen yang terjadi berdasar fakta hukum sekarang, yakni
pembentukan yang tanpa <i>job analysis</i> dan <i>job specification</i> yang
jelas telah memberi kesan kuat bahwa jabatan wamen hanya dibentuk sebagai
kamuflase politik dan membagi-bagi hadiah politik. Hal ini nyata-nyata tidak
sesuai dengan filosofi dan latar belakang pembentukan UU Kementerian Negara
yang dalam implementasinya menimbulkan persoalan legalitas. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i><span lang="IN">Kedua</span></i><span lang="IN">, saat mengangkat wamen, Presiden
tidak menentukan beban kerja secara spesifik bagi setiap wamen sehingga tak
terhindarkan memberi kesan kuat sebagai langkah yang lebih politis daripada
mengangkat pegawai negeri sipil (PNS) secara profesional dalam jabatan negeri.
Apalagi seleksi jabatan wamen dilakukan secara sama dengan pengangkatan menteri
yakni didahului dengan <i>fit and proper test</i> di tempat dan dengan cara
yang sama dengan seleksi dan pengangkatan menteri. Hal tersebut menjadi sangat
politis dan tidak sesuai dengan hukum kepegawaian yang sudah lama berlaku
terutama jika dikaitkan dengan ketentuan dalam Penjelasan Pasal 10 UU
Kementerian Negara. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i><span lang="IN">Ketiga</span></i><span lang="IN">, menurut Penjelasan Pasal 10 UU
Kementerian Negara, jabatan wamen adalah jabatan karier dari PNS. Namun dalam
pengangkatannya tidaklah jelas apakah jabatan tersebut merupakan jabatan
struktural ataukah jabatan fungsional. Seperti dinyatakan oleh pimpinan BKN di
persidangan tanggal 7 Februari 2012, jabatan karier bagi PNS itu ada dua, yakni
jabatan struktural dan jabatan fungsional. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Persoalannya, jika
dianggap sebagai jabatan struktural maka yang bersangkutan haruslah menduduki
jabatan Eselon IA yang berarti, sesuai dengan </span><span lang="IN">hukum
kepegawaian, pembinaan kepegawaiannya di bawah pembinaan Sekretaris Jenderal.
Akan tetapi jika jabatan wamen tersebut diperlakukan sebagai jabatan fungsional
masalahnya menjadi aneh, sebab jabatan fungsional itu bersifat tertentu
terhadap satu bidang dan bukan jenis profesi dan keahlian yang berbeda-beda
yang kemudian dijadikan satu paket sebagai jabatan fungsional. Adalah tidak
masuk akal kalau jabatan wamen yang sangat beragam bidang tugas, keahlian, dan
unit kerjanya dianggap sebagai satu kelompok jabatan fungsional. Lagipula
jabatan fungsional harus ditentukan lebih dahulu di dalam peraturan
perundang-undangan dengan mengklasifikasi masing-masing jabatan fungsional ke
dalam jenis tertentu. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Para wamen yang berasal dari perguruan tinggi
misalnya, semuanya sudah mempunyai jabatan fungsional akademik. Pertanyaannya,
kalau jabatan wamen dianggap sebagai jabatan karier fungsional maka bisakah
seorang PNS memiliki dua jabatan fungsional sekaligus berdasar peraturan
perundang-undangan? </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i><span lang="IN">Keempat</span></i><span lang="IN">, masih terkait
dengan jabatan karier, jika seorang wamen akan diangkat dalam jabatan karier
dengan jabatan struktural (Eselon IA) maka pengangkatannya haruslah melalui
seleksi dan penilaian oleh Tim Penilai Akhir (TPA) yang diketuai oleh Wakil
Presiden atas usulan masing-masing instansi yang bersangkutan. Tim Penilai
Akhir tersebut kemudian mengusulkan pengangkatannya kepada Presiden dalam
bentuk penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) untuk kemudian dilantik oleh
Menteri/Jaksa Agung/Kapolri dan pejabat yang setingkat sesuai dengan penempatan
yang bersangkutan. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Menurut fakta di persidangan, para wamen diangkat
tanpa melalui prosedur tersebut. Bahkan pelantikannya dilakukan oleh Presiden
sendiri di istana negara sehingga prosedurnya menggunakan prosedur yang berlaku
bagi menteri, bukan prosedur yang berlaku bagi PNS yang menduduki jabatan
karier. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i><span lang="IN">Kelima</span></i><span lang="IN">, nuansa
politisasi dalam pengangkatan jabatan wamen tampak juga dari terjadinya
perubahan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara sampai dua kali menjelang (Peraturan Presiden
Nomor 76 Tahun 2011, tanggal 13 Oktober 2011) dan sesudah (Peraturan Presiden
Nomor 77 Tahun 2011, tanggal 18 Oktober 2011) pengangkatan wamen bulan Oktober
2011 yang oleh sebagian masyarakat dipandang sebagai upaya menjustifikasi orang
yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi wamen supaya memenuhi syarat
tersebut. Perubahan-perubahan Perpres tersebut tampak dibuat secara kurang
cermat sehingga mengacaukan sistem pembinaan pegawai sebagaimana telah diatur
dengan peraturan perundang-undangan yang ada lebih dulu. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i><span lang="IN">Keenam</span></i><span lang="IN">, komplikasi
legalitas dalam pengangkatan wamen seperti yang berlaku sekarang ini, muncul
juga terkait dengan berakhirnya masa jabatan. Jika wamen diangkat sebagai
pejabat politik yang membantu menteri maka masa jabatannya berakhir bersama
dengan periode jabatan Presiden yang mengangkatnya. Akan tetapi, jika wamen
diangkat sebagai pejabat birokrasi dalam jabatan karier maka jabatan itu melekat
terus sampai dengan tiba masa pensiunnya atau berakhir masa tugasnya
berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk jabatan karier sehingga tidak serta
merta berakhir bersama dengan jabatan Presiden yang mengangkatnya. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Pertanyaannya, kapan berakhirnya masa jabatan wamen
berdasarkan fakta hukum yang ada sekarang ini? Apakah bersamaan dengan
berakhirnya masa jabatan menteri yang dibantunya dan dalam periode Presiden
yang mengangkatnya ataukah dapat berakhir sebelum atau sesudah itu? Di sinilah
letak komplikasi legalitas tersebut.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="judul" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<b><span style="font-size: small;"><span lang="IN">Penjelasan yang Inkonstitusional</span></span></b></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Penjelasan Pasal
10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 yang menentukan bahwa wamen adalah pejabat
karir dan bukan merupakan anggota kabinet adalah tidak sinkron dengan ketentuan
Pasal 9 ayat (1) UU Kementerian Negara. Sebab menurut pasal tersebut, susunan
organisasi kementerian terdiri dari unsur: pemimpin yaitu Menteri; pembantu
pemimpin yaitu sekretariat jenderal; pelaksana tugas pokok, yaitu direktorat
jenderal; pengawas yaitu inspektorat jenderal; pendukung, yaitu badan atau
pusat; dan pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau perwakilan luar negeri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Apabila wamen ditetapkan sebagai pejabat karir,
sudah tidak ada posisinya dalam susunan organisasi kementerian, sehingga hal
tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil, yang berarti bertentangan
dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Menurut Mahkamah, timbulnya kekacauan
implementasi atau masalah legalitas di dalam hukum kepegawaian dan birokrasi pemerintahan
itu terjadi karena bersumber dari ketentuan Penjelasan Pasal 10 UU Kementerian
Negara.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Keberadaan Penjelasan tersebut justru menimbulkan
ketidakpastian hukum yang adil dalam pelaksanaan hukum dan telah membatasi atau
membelenggu kewenangan eksklusif Presiden dalam hal mengangkat dan
memberhentikan menteri/wakil menteri berdasarkan UUD 1945 sehingga Penjelasan
tersebut harus dinyatakan inkonstitusional. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Oleh karena keberadaan wamen
yang ada sekarang ini diangkat antara lain berdasar Pasal 10 dan Penjelasannya
dalam UU Kementerian Negara, menurut Mahkamah posisi wamen perlu segera
disesuaikan kembali sebagai kewenangan eksklusif Presiden menurut putusan
Mahkamah ini. Oleh sebab itu, semua Keppres pengangkatan masing-masing wamen
perlu diperbarui agar menjadi produk yang sesuai dengan kewenangan eksklusif
Presiden dan agar tidak lagi mengandung ketidakpastian hukum. (Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
</div>almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-80746904583478537142012-06-04T05:18:00.004-07:002012-06-04T05:18:45.441-07:00Mahkamah Kabulkan Permohonan Pengusaha Tambang Skala Kecil dan Menengah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Pengujian materi UU Pertambangan Mineral dan
Batubara (UU Menirba) yang diajukan oleh Johan Murod, Zuristyo Firmadata, Nico
Plamonia, dan Johardi, setelah dua tahun lebih, akhirnya diputus oleh Mahkamah
Konstitusi (MK). Para Pemohon adalah pengusaha pertambangan timah yang
tergabung dalam Assosiasi Pengusaha Timah Indonesia (APTI) dan Asosiasi
Tambangan Rakyat Daerah (ASTRADA) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Materi UU
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diujikan
yaitu Pasal 22 huruf f, Pasal 38, Pasal 52 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal
58 ayat (1), Pasal 61 ayat (1), Pasal 75 ayat (4), Pasal 172, dan Pasal 173
ayat (2).</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah dalam amar putusan menyatakan mengabulkan sebagian
permohonan. “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua
Pleno Hakim MK Moh. Mahfud MD dalam sidang dengan agenda pengucapan putusan Nomor
30/PUU-VIII/2010, Senin (4/6/2012) di ruang sidang pleno lt. 2 gedung MK.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah kemudian menyatakan pengujian </span><span lang="IN">P</span><span lang="IN">asal 22 huruf f, Pasal 52 ayat (1), Pasal 169 huruf a, dan Pasal 173
ayat (2) UU Minerba tidak dapat diterima. Sedangkan untuk Pasal 55 ayat (1)
sepanjang frasa “dengan luas paling sedikit 500 (lima ratus) hektare dan”, Pasal
61 ayat (1) sepanjang frasa “dengan luas paling sedikit 5.000 (lima ribu)
hektare dan”, Mahkamah menyatakan frasa tersebut bertentangan dengan UUD 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah juga menyatakan </span><span lang="IN">frasa “dengan cara
lelang” dalam Pasal 51, Pasal 60, dan Pasal 75 ayat (4) UU Minerba bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai,
“lelang dilakukan dengan menyamakan antarpeserta lelang WIUP dan WIUPK dalam
hal kemampuan administratif/manajemen, teknis, lingkungan, dan finansial yang
berbeda terhadap objek yang akan dilelang.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah dalam pendapatnya menyatakan, ketentuan
Pasal 22 huruf a sampai dengan huruf e UU Minerba dapat diberlakukan secara
kumulatif atau alternatif sesuai dengan kondisi daerah masing-masing yang
penetapannya mengacu pada mekanisme yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 23 UU Minerba
beserta Penjelasannya. Oleh karena itu, dengan memperhatikan kondisi geografis
Indonesia, norma tersebut sudah tepat dan tidak bertentangan dengan UUD 1945, sehingga
dalil permohonan tidak terbukti menurut hukum. Begitu pula dalil Pemohon mengenai
berlakunya ketentuan Pasal 38 huruf a UU Minerba, Mahkamah berpendapat dalil
Pemohon tidak terbukti secara hukum.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Para Pemohon dalam permohonannya mendalilkan frasa
“dengan cara lelang” dalam Pasal 51, Pasal 60, dan Pasal 75 ayat (4) UU Minerba
telah memperlemah posisi dan daya saing para Pemohon sebagai pengusaha
kecil/menengah terhadap pengusaha/pemilik modal besar dan pemilik modal asing. Mahkamah
berpendapat, untuk memberikan kepastian hukum dan peluang berusaha secara adil
di bidang pertambangan, menurut Mahkamah, frasa “dengan cara lelang” dalam
Pasal 51, Pasal 60, dan Pasal 75 ayat (4) UU 4/2009 bertentangan dengan UUD
1945 sepanjang dimaknai lelang dilakukan dengan menyamakan antarpeserta lelang
WIUP dan WIUPK dalam hal kemampuan administratif/manajemen, teknis, lingkungan,
dan finansial yang berbeda terhadap objek yang akan dilelang.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Kemudian dalil para Pemohon mengenai penetapan luas
minimum wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) Eksplorasi yang ditetapkan dalam
Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (1) UU Minerba merugikan hak-hak
konstitusional pengusaha pertambangan kecil dan menengah. Mahkamah berpendapat
bahwa batas luas minimal 500 hektare dan 5.000 hektare akan mereduksi atau
bahkan menghilangkan hak-hak para pengusaha di bidang pertambangan yang akan
melakukan eksplorasi dan operasi produksi di dalam WIUP. Sebab belum tentu di
dalam suatu WIUP tersedia luas wilayah eksplorasi minimal 500 dan 5.000 hektare,
apalagi jika sebelumnya telah ditetapkan WPR dan WPN.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Sedangkan mengenai dalil
Pemohon pada pengujian Pasal 172 UU Minerba, Mahkamah berpendapat, dalil-dalil
para Pemohon tidak terbukti menurut hukum. Para Pemohon mendalilkan
konstitusionalitas Pasal 169 huruf a dan Pasal 173 ayat (2) UU Minerba, namun
tidak dimohonkan dalam petitum, sehingga dalil permohonan Pemohon tersebut
dikesampingkan oleh Mahkamah. (Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"> </span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
</span></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.Persidangan.PutusanPerkara&id=1&kat=1&cari=30%2FPUU-VIII%2F2010" target="_blank">Download Putusan Uji Materi UU Minerba</a> <br />
</span></span></div>
</div>almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-54722795924264825962012-05-16T05:10:00.002-07:002012-05-16T05:10:43.410-07:00MK Kabulkan Pencabutan Permohonan Uji Materi UU Kesehatan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah Konstitusi menyatakan mengabulkan pencabutan
permohonan pengujian materi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(UU Kesehatan). Pengujian <span> </span>konstitusionalitas
Pasal 115 ayat (1) beserta Penjelasannya dalam UU Kesehatan ini diajukan oleh Muhidin
Sapdiana, A. Zulvan Kurniawan dkk.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">“Menetapkan, menyatakan:
Mengabulkan pencabutan permohonan para Pemohon,” kata Ketua Pleno Hakim
Konstitusi Moh. Mahfud MD dalam persidangan </span><span lang="IN">Pengucapan
Ketetapan Nomor </span><span lang="IN">86/PUU-IX/2011
di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (16/5/2012) siang.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Uji materi UU Kesehatan yang telah diregistrasi oleh
Kepaniteraan MK dengan Nomor 86/PUU-IX/2011 tersebut telah diproses lebih
lanjut oleh MK, yaitu MK telah menerbitkan Ketetapan Ketua MK Nomor 645/TAP.MK/2011
tentang Pembentukan Panel Hakim untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan
terhadap permohonan Nomor 86/PUU-IX/2011, bertanggal 8 Desember 2011. Kemudian
menerbitkan Ketetapan Ketua Panel Hakim MK Nomor 647/TAP.MK/2011 tentang
Penetapan Hari Sidang Pertama untuk pemeriksaan pendahuluan, bertanggal 21
Desember 2011.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;">Namun, pada 9 Mei 2012, Kepaniteraan
MK menerima surat dari para Pemohon. Intinya, para Pemohon mengajukan
pencabutan permohonan Nomor 86/PUU-IX/2011. Selanjutnya, Rapat Pleno Permusyawaratan
Hakim (RPH) pada Selasa, 15 Mei 2012 menetapkan pencabutan permohonan dengan
registrasi Nomor 86/PUU-IX/2011 beralasan menurut hukum. Oleh karena itu pencabutan
tersebut dapat dikabulkan. (Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
</div>almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-79823609376150619922012-05-14T06:35:00.003-07:002012-05-14T06:55:06.410-07:00Pemilukada Aceh Barat Daya: Mahkamah Tolak Pasangan Akmal Ibrahim-Lukman<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah
(Pemilukada) Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) Provinsi Aceh yang diajukan
pasangan </span><span lang="IN">Akmal
Ibrahim-Lukman</span><span lang="IN"> diputus hari ini, Senin (14/5/2012) sore di
Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah dalam amar putusannya menyatakan menolak
seluruh permohonan pasangan </span><span lang="IN">Akmal Ibrahim-Lukman</span><span lang="IN">. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata
Ketua Pleno Hakim Konstitusi Achmad Sodiki saat membacakan putusan Nomor
23/PHPU.D-X/2012 mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2012. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah berpendapat, materi permohonan Akmal
Ibrahim-Lukman tidak terkait dengan kesalahan hasil penghitungan suara yang
dilakukan oleh </span><span lang="IN">Komisi </span><span lang="IN">Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Abdya selaku Termohon, sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b PMK 15/2008, sehingga Mahkamah hanya
menilai dan mempertimbangkan dalil-dalil permohonan Akmal Ibrahim-Lukman
terkait dengan pelanggaran Pemilukada yang menurut Akmal Ibrahim-Lukman
bersifat terstruktur, sistematis, dan masif sehingga mempengaruhi hasil perolehan
suara. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah setelah </span><span lang="IN">memeriksa dan mencermati secara saksama dalil
Akmal Ibrahim-Lukman dan bantahan KIP Abdya selaku Termohon, serta bukti-bukti
yang diajukan di persidangan, menurut Mahkamah, saat tahapan Pemilukada Abdya
Tahun 2012, KIP</span><span lang="IN"> Abdya</span><span lang="IN"> telah menyusun dan menetapkan Daftar Pemilih
Tetap (DPT) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Dari rangkaian fakta yang
terungkap di persidangan tidak ada satu bukti pun yang dapat meyakinkan Mahkamah
bahwa Termohon menyusun DPT untuk kepentingan salah satu pasangan calon.
Lagipula tidak dapat dibuktikan secara hukum bahwa Termohon melakukan
pelanggaran dalam penyusunan DPT secara terstruktur, sistematis, dan masif yang
menguntungkan salah satu pasangan calon,” kata Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva
membackan Pendapat Mahkamah. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Kemudian</span><span lang="IN"> dali</span><span lang="IN">l </span><span lang="IN">Akmal Ibrahim-Lukman mengenai adanya intimidasi, tekanan dan ancaman</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">yang dilakukan
oleh tim sukses salah satu pasangan calon kepada pendukungnya</span><span lang="IN">. </span><span lang="IN">Setelah Mahkamah </span><span lang="IN">melakukan peme</span><span lang="IN">riksa</span><span lang="IN">an, hal tersebut</span><span lang="IN">
tidak terbukti dilakukan dengan kerja sama secara sistematis antara pelaku
kekerasan dengan KIP Abdya, salah satu pasangan calon, maupun aparat penegak
hukum, baik dalam bentuk aktif maupun pasif berupa pembiaran.</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">Akmal
Ibrahim-Lukman </span><span lang="IN">d</span><span lang="IN">alam persidangan sama sekali tidak dapat membuktikan bahwa Tim Sukses
salah satu pasangan calon menggerakkan atau memerintahkan secara</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">terstruktur
untuk mempengaruhi pemilih dengan tindakan intimidasi ataupun </span><span lang="IN">te</span><span lang="IN">ror untuk
memilih pasangan M. Fakhruddin-H. Tgk. T.Burhanuddin Sampe selaku Pihak Terkait.
</span><span lang="IN"></span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">“</span><span lang="IN">M</span><span lang="IN">enurut Mahkamah, dalil</span><span lang="IN">-dalil permohonan Pemohon tidak </span><span lang="IN">terbukti</span><span lang="IN"> menurut </span><span lang="IN">hukum.</span><span lang="IN"> Pelanggaran-pelanggaran
yang didalilkan </span><span lang="IN">Pemohon,</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">kalaupun ada,
tidak bersifat</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">ters</span><span lang="IN">truktur, sistematis, dan masif, </span><span lang="IN">melainkan hanya bersifat sporadis.
Meskipun begitu, pelanggaran-pelanggaran yang tidak dapat mengubah hasil
Pemilukada tersebut masih dapat ditindaklanjuti melalui proses pidana di
peradilan umum,” lanjut Hamdan.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="judul" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Kabulkan Pencabutan Permohonan</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah usai membacakan putusan perkara yang
diajukan pasangan </span><span lang="IN">Akmal
Ibrahim-Lukman</span><span lang="IN"> di atas, secara berturut-turut membacakan Ketetapan
</span><span lang="IN">Nomor 24/PHPU.D-X/2012 mengenai
sengketa Pemilukada Abdya yang diajukan oleh pasangan calon H. Sulaiman Adami-Afdhal
Jihad. Pada persidangan di MK, 2 Mei 2012, pasangan Sulaiman Adami-Afdhal Jihad
secara lisan menyatakan mencabut permohonannya. Kemudian pada 8 Mei 2012 Sulaiman
Adami-Afdhal Jihad menyerahkan surat bertanggal 1 Mei 2012 yang ditandatangani
oleh kuasa hukum Sulaiman Adami-Afdhal Jihad yang intinya berisi pencabutan permohonan.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah dalam
ketetapannya menyatakan mengabulkan pencabutan permohonan Sulaiman Adami-Afdhal
Jihad. Menyatakan Sulaiman Adami-Afdhal Jihad tidak dapat mengajukan kembali </span><span lang="IN">p</span><span lang="IN">ermohonan </span><span lang="IN">p</span><span lang="IN">erselisihan </span><span lang="IN">h</span><span lang="IN">asil Pemil</span><span lang="IN">ukada Abya</span><span lang="IN"> Tahun
2012.</span><span lang="IN"> (Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.Persidangan.PutusanPerkara&id=1&kat=1&cari=23%2FPHPU.D-X%2F2012" target="_blank"><span style="font-size: small;"><span lang="IN">Download putusan pemilukada Aceh Barat Daya (Nomor </span></span><span style="font-size: small;"><span lang="IN">23/PHPU.D-X/2012)</span></span></a></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<a href="http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.Persidangan.PutusanPerkara&id=1&kat=1&cari=24%2FPHPU.D-X%2F2012" target="_blank"><span style="font-size: small;"><span lang="IN">Download putusan pemilukada Aceh Barat Daya (Nomor </span></span><span style="font-size: small;"><span lang="IN">24/PHPU.D-X/2012)</span></span></a></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN"><br />
</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
</div>almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9130045310306274548.post-23182189780945888362012-05-04T02:54:00.002-07:002012-05-04T02:54:43.906-07:00“Ne Bis in Idem”, Mahkamah Putuskan Tidak Menerima Uji Materi UU Pengadilan Pajak<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Materi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) yang diujikan Agus Subagio ke Mahkamah
Konstitusi (MK), ternyata telah dua kali diputus oleh Mahkamah, yaitu pada
Desember 2004 dan Oktober 2006. Alasan dan dasar dalam permohonan yang telah
diputus Mahkamah tersebut, adalah sama dengan permohonan Agus Subagio. Oleh
karena itu, Mahkamah menyatakan permohonan Agus tidak dapat diterima. </span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">“</span><span lang="IN">Amar putusan, mengadili, </span><span lang="IN">menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat
diterima</span><span lang="IN">,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh. Mahfud
MD saat membacakan putusan Nomor 23/PUU-X/2012 dalam persidangan yang digelar
di Mahkamah Konstitusi pada Jum’at (4/5/2012) pagi.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Agus Subagio dalam pokok permohonannya mengujikan
konstitusionalitas Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak yang menyatakan: “</span><span lang="IN">Selain dari persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam
hal Banding diajukan</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang,
Banding hanya</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">dibayar sebesar
50% (lima puluh persen).” Menurut Agus, ketentuan tersebut bertentangan dengan </span><span lang="IN">Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I
ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Agus yang
berprofesi sebagai konsultan pajak dan kuasa hukum untuk beracara di pengadilan
pajak, merasa dirugikan oleh Pasal 36 ayat (4) UU 14/2002. Sebab hak Agus untuk
mengajukan banding terhadap jumlah pajak terutang dihalangi oleh adanya
kewajiban untuk terlebih dahulu membayar 50% dari jumlah pajak terutang.
Padahal banding yang diajukan Pemohon justru terhadap besaran (jumlah) pajak
terutang tersebut.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span lang="IN">Mahkamah dalam pendapatnya menyatakan, Pasal 36 ayat
(4) UU Pengadilan Pajak pernah dimohonkan pengujian dan telah diputus oleh
Mahkamah, yaitu dalam Putusan Nomor 004/PUU-II/2004 bertanggal 13 Desember 2004
yang amarnya “Menyatakan permohonan Pemohon ditolak”, dan Putusan Nomor
011/PUU-IV/2006 bertanggal 4 Oktober 2006 yang amarnya “Menyatakan permohonan
para Pemohon tidak dapat diterima (<i>niet ontvankelijk verklaard</i>)”. Menurut
Mahkamah, alasan dan dasar kedua permohonan tersebut adalah sama dengan
permohonan Agus Subagio.</span></span></div>
<div class="isi" style="font-family: Verdana,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif; line-height: 150%;">Ketentuan
Pasal 60 ayat (1) UU MK menyatakan, “Terhadap materi muatan ayat, pasal,
dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan
pengujian kembali,” dan Pasal 60 ayat (2) UU MK menyatakan, “Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan jika materi muatan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dijadikan dasar
pengujian berbeda”. Oleh karena itu, menurut Mahkamah permohonan Agus Subagio <i>ne
bis in idem</i>. (Nur Rosihin Ana)</span></span></div>
<br /></div>almahkamahhttp://www.blogger.com/profile/15467952529268203122noreply@blogger.com0