Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pembacaan putusan perkara No. 2/PUU-IX/2011, Kamis (6/10). Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu dimohonkan oleh empat Pemohon. Dan, dari keempat permohonan yang diajukan masing-masing Pemohon, permohonan Pemohon I ditolak untuk seluruhnya dan mengabulkan permohonan Pemohon II, Pemohon III, dan Pemohon IV untuk sebagian.
Keempat Pemohon yang mengajukan uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan itu, yaitu Deni Juhaeni seorang pedagang telur ayam, I Ketut Griawan Wijaya seorang pedagang daging babi, Netty Retta Herawaty Hutabarat seorang pedagang daging anjing, dan Bagus Putu Mantra seorang peternak babi.
Para Pemohon selaku pelaku usaha produk hewan sesuai ketentuan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan harus mengantongi Sertifikat Veteriner dan Sertifikat Halal jika ingin menjual atau mengedarkan produknya di wilayah hukum NKRI. Pemohon menilai ketentuan mengenai Sertifikat Veteriner dan Sertifikat Halal ini dinilai memberatkan kegiatan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan kehidupan yang dijamin oleh UUD 1945.
Atas permohonan Pemohon tersebut, Mahkamah di dalam konklusinya menyatakan dalil-dalil Pemohon I tidak beralasan menurut hukum. Sedangkan untuk dalil-dalil Pemohon II, Pemohon III, dan Pemohon IV terbukti untuk sebagian.
Usai membacakan konklusi, Ketua MK Moh. Mahfud MD membacakan amar putusan Mahkamah. ”Amar Putusan. Mengadili. Menyatakan. Menolak permohonan Pemohon I untuk seluruhnya. Mengabulkan permohonan Pemohon II, Pemohon III, dan Pemohon IV untuk sebagian,” ujar Mahfud membacakan amar putusan Mahkamah.
Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan Mahkamah juga memutuskan Pasal 58 ayat (4) UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa “...wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal” yang dimaknai mewajibkan sertifikat halal bagi produk hewan yang memang tidak dihalalkan.
Masih pada pasal yang sama, Mahkamah menyatakan pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “...wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal” bila dimaknai mewajibkan sertifikat halal bagi produk hewan yang memang tidak dihalalkan.
”Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Menolak permohonan Pemohon II , Pemohon III, dan Pemohon IV untuk selain dan selebihnya,” tutup Mahfud. (Yusti Nurul Agustin/mh)
Keempat Pemohon yang mengajukan uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan itu, yaitu Deni Juhaeni seorang pedagang telur ayam, I Ketut Griawan Wijaya seorang pedagang daging babi, Netty Retta Herawaty Hutabarat seorang pedagang daging anjing, dan Bagus Putu Mantra seorang peternak babi.
Para Pemohon selaku pelaku usaha produk hewan sesuai ketentuan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan harus mengantongi Sertifikat Veteriner dan Sertifikat Halal jika ingin menjual atau mengedarkan produknya di wilayah hukum NKRI. Pemohon menilai ketentuan mengenai Sertifikat Veteriner dan Sertifikat Halal ini dinilai memberatkan kegiatan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan kehidupan yang dijamin oleh UUD 1945.
Atas permohonan Pemohon tersebut, Mahkamah di dalam konklusinya menyatakan dalil-dalil Pemohon I tidak beralasan menurut hukum. Sedangkan untuk dalil-dalil Pemohon II, Pemohon III, dan Pemohon IV terbukti untuk sebagian.
Usai membacakan konklusi, Ketua MK Moh. Mahfud MD membacakan amar putusan Mahkamah. ”Amar Putusan. Mengadili. Menyatakan. Menolak permohonan Pemohon I untuk seluruhnya. Mengabulkan permohonan Pemohon II, Pemohon III, dan Pemohon IV untuk sebagian,” ujar Mahfud membacakan amar putusan Mahkamah.
Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan Mahkamah juga memutuskan Pasal 58 ayat (4) UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa “...wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal” yang dimaknai mewajibkan sertifikat halal bagi produk hewan yang memang tidak dihalalkan.
Masih pada pasal yang sama, Mahkamah menyatakan pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “...wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal” bila dimaknai mewajibkan sertifikat halal bagi produk hewan yang memang tidak dihalalkan.
”Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Menolak permohonan Pemohon II , Pemohon III, dan Pemohon IV untuk selain dan selebihnya,” tutup Mahfud. (Yusti Nurul Agustin/mh)