Kamis, 30 Desember 2010

Mahkamah Menolak Pengujian UU Ketenagalistrikan

Ketua MK, Moh. Mahfud MD sedang membacakan putusan di Ruang Sidang Pleno MK.
Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak Pengujian Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (UU Ketenagalistrikan) pada sidang pleno dengan agenda pembacaan putusan, Kamis (30/12).

Mahkamah dalam persidangan yang dipimpin langsung oleh Ketua Pleno Hakim sekaligus Ketua MK, Moh. Mahfud MD, menyatakan menolak permohonan pengujian UU Ketenagalistrikan. Pertimbangan hukum putusan nomor 001-021-022/PUU-I/2003 bertanggal 15 Desember 2004 secara umum menyatakan bahwa selama persidangan baik dalam jawaban tertulis maupun jawaban lisan, pemerintah, DPR, dan Pemohon tidak menyangkal bahwa listrik merupakan cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak. Sebab itu, listrik harus dikuasi negara. Ketika ada pembenahan dalam tatakelola urusan listrik, maka pembenahan yang dilakukan haruslah memperkuat penguasaan negara untuk dapat melaksanakan kewajiban konstitusionalnya sebagaimana disebut dalam Pasal 33 UUD 1945.

Mahkamah menyimpulkan bahwa meskipun pemerintah hanya memiliki saham mayoritas relatif, namun tetap menentukan proses pengambilan keputusan atas penentuan kebijakan badan usaha yang bersangkutan. Selain itu Pasal 33 UUD 1945 tidak melarang privatisasi, sepanjang privatisasi itu tidak meniadakan penguasaan Negara. Kemudian Pasal 33 UUD 1945 juga tidak melarang kompetisi di antara para pelaku usaha, sepanjang kompetisi itu tidak meniadakan penguasaan oleh negara yang mencakup kekuasaan untuk mengatur (regelendaad), mengurus (bestuursdaad), mengelola (beheersdaad), dan mengawasi (toezichthoudensdaad) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau yang mengusai hajat hidup orang banyak untuk tujuan sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Selain itu, ketentuan Pasal 16 UU Ketenagalistrikan yang memerintahkan sistem pemisahan/pemecahan usaha ketenagalistrikan (unbundling system) dengan pelaku usaha yang berbeda akan semakin membuat terpuruk BUMN yang akan bermuara kepada tidak terjaminnya pasokan listrik kepada semua lapisan masyarakat, baik yang bersifat komersial maupun non-komersial.

Dan di dalam konklusi yang dibacakan, Mahkamah berkesimpulan bahwa pokok permohonan yang diajukan Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan hukum berdasarkan UUD 1945.

Karena itu pula, dalam amar putusannya, permohonan Pemohon ditolak oleh Mahkamah. “Mengadili, Menyatakan: menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD., selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, M. Arsyad Sanusi, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Harjono, Muhammad Alim, dan Hamdan Zoelva masing-masing sebagai Anggota,” tandas Mahfud.

Sekedar diketahui, Pemohon pengujian UU Ketenagalistrikan ini adalah Ahmad Daryoko dan Sumadi. Keduanya merasa telah mengalami kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional sebagai akibat diberlakukannya UU Ketenagalistrikan. Pemohon merasa hak untuk berserikat dan berkumpul, hak pemenuhan dasar tentang listrik sebagai kebutuhan hajat hidup, dan hak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak telah diabaikan dengan adanya pemberlakuan UU tersebut. (Yusti Nurul Agustin/mh)

Sumber:

Kamis, 02 Desember 2010

Karena Tak Serius, Mahkamah Gugurkan Permohonan Uji Ketentuan Sumpah/Janji


Majelis Hakim Konstitusi, Moh. Mahfud MD (ketua merangkap anggota), Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, Muhammad Alim, M. Arsyad Sanusi, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai anggota. Pada persidangan pembacaan putusan uji materi Pasal 30 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Jakarta (2/12).
Jakarta, MKOnline - Mahkamah menilai I. Made Sudana tidak serius dalam permohonannya, sehingga dalam amar putusan menyatakan permohonan Pemohon gugur. Demikian sidang pengucapan putusan yang digelar di di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (2/12/2010).

I. Made Sudana memohonkan uji formil dan/materil UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Peraturan Presiden (Perpres) 11/1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeri Sipil dan Anggota Angkatan Perang serta UU lainnya khususnya yang mengatur mengenai sumpah/janji jabatan terhadap UUD 1945.

Pemohon mendalilkan, ketentuan mengenai sumpah/janji sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (1) ayat (2), dan ayat (3) UU 4/2004 dan sumpah/janji yang diatur dalam Perpres 11/1959 serta sumpah/janji yang diatur dalam UU lainnya yang tidak disertai dengan mengucapkan sanksi dari Tuhan YME, tidak sesuai atau menyalahi sumpah/janji yang diatur dalam ajaran agama, sehingga bertentangan dengan UUD 1945 khususnya Pembukaan UUD 1945.

Menurut Pemohon, sumpah/janji yang diatur dalam perundang-undangan di Indonesia, misalnya sumpah jabatan PNS dan sumpah jabatan lainnya seharusnya disertai dengan mengucapkan sanksinya (kena pastu, kutuk/laknat) dari Tuhan apabila sumpah itu dilanggar. Pelaksanaan sumpah PNS dan sumpah jabatan, menurut Pemohon, masih menimbulkan kesan asal-asalan.

Di samping itu, sumpah dalam Perpres 11/1959, dan dalam Pasal 30 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU 4/2004, serta sumpah yang diatur dalam UU lainnya dalam pelaksanaannya menyalahi ajaran agama, baik dari segi tempat maupun yang memimpin penyumpahan tersebut. Seharusnya, menurut Pemohon, pelaksanaan sumpah/pengukuhan sumpah tersebut dilaksanakan oleh orang suci agama yang bersangkutan, misalnya agama Islam oleh Ustadz/Kyai, agama Kristen oleh Sulinggih (Pendeta) dan agama Hindu oleh rohaniwan, dan bukan disumpah oleh pimpinan dari pegawai yang bersangkutan.

Menanggapi permohonan, pada 5 Oktober 2010, Mahkamah memanggil Pemohon untuk hadir di persidangan pada hari Kamis, 14 Oktober 2010, pukul 09.00 WIB dengan agenda sidang pemeriksaan pendahuluan. Namun, melalui surat bertanggal 7 Oktober 2010, Pemohon menuturkan tidak memiliki biaya untuk berangkat dan menginap di Jakarta. Oleh karena itu, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk dilakukan persidangan jarak jauh (video conference) di Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar.

Untuk memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, Mahkamah mengabulkan sidang melalui video converence yang dilaksanakan pada 19 Oktober 2010, pukul 13.00 WIB. Kemudian pada 13 Oktober 2010 Mahkamah memanggil kembali Pemohon untuk hadir dalam persidangan tanggal 19 Oktober 2010, pukul 13.00 WIB bertempat di FH Universitas Udayana Denpasar, namun Pemohon tidak hadir dalam persidangan.

Mahkamah menganggap Pemohon tidak bersungguh-sungguh karena tidak hadir pada persidangan 19 Oktober 2010 tanpa alasan yang sah menurut hukum dan tanpa menunjuk wakilnya yang sah meskipun sudah dipanggil secara patut. Oleh sebab itu, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon harus dinyatakan gugur. Karena permohonan gugur, Mahkamah tidak lagi mempertimbangkan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon dan Pokok Permohonan.

Sidang pengucapan putusan ini dilaksanakan oleh Pleno Hakim Moh. Mahfud MD (ketua merangkap anggota), Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, Muhammad Alim, M. Arsyad Sanusi, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai anggota. (Nur Rosihin Ana/mh)
 
Sumber:

Jumat, 15 Oktober 2010

Permohonan Achmad Dimyati Natakusumah Ditolak Karena Tak Beralasan Hukum

Plt. Panitera MK, Kasianur Sidauruk menyerahkan salinan putusan nomor 152/PUU-VII/2009 mengenai pengujian UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, usai persidangan Jum'at (15/10).
Setiap jabatan publik atau jabatan dalam pemerintahan dalam arti luas, baik yang pengisiannya dilakukan melalui pemilihan, maupun melalui cara lain, menuntut syarat kepercayaan masyarakat karena jabatan publik adalah jabatan kepercayaan. Oleh karena itu, dalam rekruitmen jabatan publik maupun dalam mekanisme pemberhentiannya dibuat persyaratan-persyaratan tertentu agar pejabat yang terpilih adalah pejabat yang benar-benar bersih, berwibawa, jujur, dan mempunyai integritas moral yang tinggi.
Demikian pendapat Mahkamah terhadap dalil Pemohon yang menyatakan pemberhentian sementara bertentangan UUD 1945 yang tidak mengenal istilah pemberhentian sementara.

Sidang dengan agenda pengucapan putusan perkara nomor 152/PUU-VII/2009 mengenai pengujian UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD ini digelar pada Jum'at (15/10) bertempat di ruang Pleno gedung MK. Dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Permohonan ini diajukan oleh Achmad Dimyati Natakusumah, Anggota DPR RI periode 2009-2014. Pada 14 Desember 2009, Dimyati memohonkan pengujian Pasal 219 UU 27/2009 ke MK. Saat itu Dimyati sedang dihadapkan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Pandeglang.
Mantan Bupati Pandeglang ini mendalilkan bahwa ketentuan yang mengatur tentang pemberhentian sementara terhadap Anggota DPR karena menyandang status terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 219 UU 27/2009, bertentangan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum dan pemerintahan (equality before the law) sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Mahkamah tidak menemukan alasan hukum yang cukup kuat terhadap potensi terjadinya pelanggaran atas hak-hak konstitusional Pemohon yang dijamin dan dilindungi oleh UUD 1945, sehingga Mahkamah berpendapat permohonan provisi harus dikesampingkan.
Meskipun Pasal 22B UUD 1945 tidak secara expressis verbis mengatur mengenai pemberhentian sementara, tetapi tidak mengurangi hak pembentuk UU untuk mengatur lebih lanjut mekanisme pemberhentian suatu jabatan publik sesuai dengan kebutuhan yang menjadi tuntutan bagi jabatan publik yang bersangkutan serta dengan memperhatikan ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.
Apabila hanya norma dalam Pasal 213 UU 27/2009 ayat (2) huruf c UU 27/2009 yang menjadi dasar argumentasi Pemohon, yakni diberhentikan setelah memperoleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, maka justru mengandung ketidakadilan dan ketidakpastian hukum.
Mahkamah sependapat dengan keterangan pemerintah dalam persidangan yang menyatakan bahwa pasal yang dimohonkan pengujian justru memberikan kemudahan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD ketika menghadapi proses hukum tidak mengganggu tugas-tugas konstitusional sebagai anggota dewan.
Apabila ada seorang anggota DPR harus menjalani proses peradilan, sementara yang bersangkutan juga harus melaksanakan tugas-tugas konstitusionalnya dan menerima hak-hak sesuai dengan jabatannya, justru akan merendahkan kedudukan lembaga dewan di mata rakyat karena tidak dapat menjaga kredibilitas dan moralitas anggotanya. Sementara apabila ternyata putusan pengadilan menyatakan yang bersangkutan tidak bersalah, sudah ada mekanisme hukum untuk mengembalikan harkat dan martabatnya di hadapan hukum.
Memang benar Presiden/Wakil Presiden dan Anggota DPR dipilih secara langung oleh rakyat melalui Pemilu, tetapi kedudukan hukumnya berbeda. Perbedaan kedudukan hukum dan tugas konstitusional sebagaimana diatur dalam UUD 1945 menyebabkan karakter kedua jabatan tersebut berbeda sehingga wajar dan proporsional pula apabila ada pembedaan dalam mekanisme pemberhentian dari jabatannya.
Begitu pula terhadap Hakim Agung dan Hakim Konstitusi sebelum dilakukan pemberhentian, juga dapat diberhentikan sementara dari jabatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU 3/2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU 14/1985 tentang MA dan Pasal 24 ayat (1) UU 24/2003 tentang MK.
Mahkamah berkesimpulan bahwa Kerugian yang didalilkan Pemohon disebabkan oleh pelaksanaan Undang-Undang bukan karena konstitusionalitas dari norma yang dimohonkan pengujian sehingga dalil-dalil Pemohon tidak berdasar dan tidak beralasan hukum.
Sidang Pleno terbuka untuk umum ini dilaksanakan oleh tujuh Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD., sebagai Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Harjono, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai Anggota. (Nur Rosihin Ana)

Sumber:

Rabu, 13 Oktober 2010

UU Pengamanan Barang Cetakan Melanggar Konstitusi

Kuasa Pemohon sedang mendengarkan putusan pengujian Undang-Undang Nomor 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Barang-Barang Cetakan yang dibacakan oleh Majelis Hakim Konstitusi, (13/10).
Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Undang-Undang Nomor 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Barang-Barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Demikian amar putusan MK Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 ini dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD didampingi delapan hakim konstitusi, Rabu (13/10), di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan ini diujikan oleh  10 Pemohon baik perseorangan maupun lembaga, yakni Darmawan, Muhammad Chozzin Amirullah, Adhel Setiawan, Eva Irma Muzdalifah, Syafrimal Akbar Dalimunthe, Muhiddin M. Dahlan, Institut Sejarah Sosial Indonesia, I Gusti Agung Ayu Ratih, dan Rhoma Dwi Aria Yuliantri.

Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki,  Mahkamah berpendapat penyitaan barang-barang cetakan yang dilakukan oleh Kejaksaan, Kepolisian, dan alat negara lain yang mempunyai wewenang memelihara ketertiban umum, seperti ketentuan Pasal 6 UU No.4/PNPS/1963, tanpa ada izin dari ketua pengadilan negeri setempat, merupakan suatu ketentuan yang bertentangan dengan Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). ”Sehingga antara ketentuan Pasal 6 UU Nomor 4/PNPS/1963 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menimbulkan ketidakpastian hukum yang melanggar ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Sodiki, penyitaan buku-buku sebagai salah satu barang cetakan tanpa melalui proses peradilan, sama dengan pengambilalihan hak milik pribadi secara sewenang-wenang yang amat dilarang oleh Pasal 28H ayat (4) UUD 1945. Menurut Mahkamah, tindakan pengambilalihan barang cetakan tanpa prosedur yang benar menurut hukum, terutama tanpa melalui proses peradilan, merupakan suatu eksekusi tanpa peradilan (extra judicial execution) yang sangat ditentang dalam suatu negara hukum yang menghendaki due process of law. “Adapun seperti penyitaan buku berjudul “Enam Jalan Menuju Tuhan” karangan Darmawan (Pemohon perkara Nomor 6/PUU-VIII/2010), menurut Mahkamah merupakan kasus konkret yang berdasarkan due process of law, penegak hukum harus menindaklanjutinya melalui instrumen hukum yang sudah tersedia seperti Undang-Undang Pencegahan Penodaan Agama dan/atau KUHP,” urainya.
 
Mengenai kasus jika adanya suatu barang cetakan yang isinya melanggar suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya seperti penyitaan buku berjudul, “Enam Jalan Menuju Tuhan sebagaimana disebutkan di atas, aparatur negara yang berwenang dapat saja melakukan penyitaan setelah mendapat izin dari ketua pengadilan negeri setempat atau menyita terlebih dahulu dalam hal yang mendesak. Lalu, lanjut Sodiki, meminta izin persetujuan penyitaan dari ketua pengadilan negeri setempat dilanjutkan dengan penyidikan, penuntutan dan penyidangan oleh instansi yang berwenang. Semua penegakan hukum pada akhirnya ditentukan dalam putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. “Tak hanya bisa melarang, menyita, menahan, memenjarakan bahkan menjatuhkan pidana mati sekalipun diperbolehkan asal melalui proses peradilan, bukan melalui keputusan Jaksa Agung,” jelasnya.
 
Sodiki juga menjelaskan  karena permohonan para Pemohon tentang Pasal 1 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4/PNPS/1963 dikabulkan dan pasal-pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, maka Pasal 10 yang menyatakan, “Semua ketentuan yang isinya bertentangan atau telah diatur dalam Penetapan ini dinyatakan tidak berlaku lagi” dan Pasal 11 yang menentukan, “Penetapan Presiden ini mulai berlaku pada hari diundangkannya,” menjadi tidak bermakna sehingga keseluruhan Undang-Undang Nomor 4/PNPS/1963 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
 
Oleh karena itu, dalam amar putusan yang dibacakan Ketua MK Moh. Mahfud MD, Mahkamah menyatakan tidak dapat menerima pengujian formil para Pemohon. “Dan mengabulkan permohonan pengujian materiil oleh para Pemohon dikabulkan untuk sebagian,” ujarnya.
 
Sementara itu, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menyatakan dissenting opinion. Hamdan berpendapat  perampasan kemerdekaan seseorang adalah melanggar hak asasi manusia. Akan tetapi untuk kepentingan umum penahanan terhadap seseorang dibenarkan asal diperintahkan oleh undang-undang. Demikian juga pembatasan-pembatasan kebebasan individual dalam keadaan darurat dimungkin berdasarkan ketentuan undang-undang (Lihat UU Nomor 23 Prp Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya). Demikianlah halnya dengan hak dan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan segala informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia, serta jaminan atas hak milik pribadi dapat dibatasi untuk kepentingan keamanan dan ketertiban umum. “Akan tetapi untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan oleh pemerintah, pembatasan demikian harus dengan undang-undang,” jelasnya.
 
Apalagi, jelas Hamdan, dalam konteks masyarakat Indonesia yang sangat plural, ancaman atas keamanan dan ketertiban umum  yang ditimbulkan oleh suku, ras dan agama masih menjadi persoalan yang belum bisa diatasi dengan baik. Akibat  sebuah tulisan dari barang cetakan yang menyinggung perasaan suku, agama dan ras atau kelompok tertentu dapat menimbulkan perkelahian, perang antar suku dan agama yang pasti mengancan keamanan dana ketertiban umum. Pemerintah yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk menjalankan public order tidak dapat diamputasi kewenangannya dalam menjalankan fungsinya menjamin keamanan dan ketertiban umum, karena alasan-alasan melanggar kebebasan individual. “Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, pelarangan peredaran barang cetakan yang mengganggu ketertiban umum berdasarkan perintah undang-undang dalam rangka fungsi pemerintah menjalankan  public order sebagimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4/PNPS/1963 adalah norma yang tidak bertentangan dengan konstitusi,” tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh)

Jumat, 24 September 2010

MK Tolak Seluruh Permohonan Susno Duadji



Ekspresi para Kuasa Hukum Susno Duadji setelah sidang pembacaan Putusan.
Jakarta, MKOnline - Uji materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang dimohonkan oleh mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut seperti dinyatakan dalam amar putusan dengan nomor perkara 42/PUU-VIII/2010.
“Menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD saat membacakan amar putusan yang dibacakan pada sidang pleno terbuka untuk umum, Jum’at (24/9), di ruang sidang pleno MKRI.
Sebelumnya, Pemohon, menyatakan bahwa Pasal 10 ayat (2) UU Perlindungan Saksi dan Korban bertentangan dengan konstitusi karena telah merugikan hak-hak konstitusionalnya. Pertentangan tersebut terjadi khususnya pada Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28G serta Pasal 28J Ayat (2). Adapun bunyi pasal yang diuji tersebut adalah “seorang saksi yang juga menjadi tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila dimaknai bahwa kedudukan sebagai tersangka ditetapkan terlebih dahulu sebelum saksi memberikan kesaksian dalam perkara tersebut”.
Namun terhadap dalil tersebut, Mahkamah berpendapat lain. Mahkamah menyatakan, ketentuan yang terdapat pada Pasal 10 ayat (2) UU 13 Tahun 2006 tersebut merupakan ketentuan yang dapat diartikan dengan sangat jelas dan tegas (expressis verbis) bahwa substansi normatifnya ialah memberikan penghargaan (reward) terhadap partisipasi saksi yang juga tersangka yang keterangannya telah membantu dalam pengungkapan tindak pidana dengan menjadikannya sebagai pertimbangan pengurangan pidana.
Berdasarkan ketentuan substantif itu, lanjut Mahkamah, negara melalui kekuasaan pembentuk undang-undang harus dianggap telah tidak mengabaikan partisipasi warga negara yang telah turut memberikan kontribusi dalam pengungkapan tindak pidana. Negara memberikan penghargaan berupa pengurangan pidana.
“Seberapa besar hal itu mengurangi pidananya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim yang mengadilinya berdasarkan kontribusinya di dalam partisipasi mengungkap tindak pidana. Penghargaan merupakan pilihan cara menurut hukum (legal choice) yang dilakukan oleh negara dalam memberikan penghargaan kepada saksi yang juga tersangka, serta mendorong partisipasi masyarakat mengungkap tindak pidana,” ungkap salah satu Hakim Konstitusi saat membacakan pertimbangan hukum.
Selain itu, Mahkamah juga berpandangan bahwa sesuai dengan dengan nama UU 13 Tahun 2006 yaitu tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta judul bagian: Perlindungan dan Hak Saksi dan Korban, maka substansi norma Pasal 10 yang terdiri atas tiga ayat tersebut harus dimaknai sebagai ketentuan hukum untuk melindungi saksi, korban, dan pelapor, bukan saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama dan bukan pelapor yang tidak beritikad baik.
“Penghargaan oleh negara yang diberikan kepada saksi yang juga tersangka dimaksud harus dipandang sebagai keadilan karena di dalamnya terdapat keseimbangan (balancing) antara kontribusi pengungkapan kejahatan dan pengurangan pidana terhadap kesalahan. Oleh karena itu, tidak tepat bila ditafsirkan secara a contrario bahwa saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak mendapat perlindungan hukum, sehingga tidak mendapatkan apa-apa,” lanjutnya.
Kemudian, terkait dengan dalil bahwa pasal tersebut telah bertentangan dengan Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945, Mahkamah berpendapat, ketentuan Pasal 10 ayat (2) UU 13/2006 telah sejalan dengan semangat yang dikandung oleh konstitusi. “Ketentuan yang demikian bukan merupakan pembatasan, melainkan merupakan hal yang wajar berdasarkan keadilan dan merupakan prinsip yang dianut dalam sistem hukum pidana di Indonesia.” papar salah satu Hakim Konstitusi.
Pada putusan ini, Mahkamah juga menolak permohonan provisi Pemohon. Mahkamah memiliki tiga alasan. Salah satunya Mahkamah berpendapat, dalam Pengujian Undang-Undang (judicial review), putusan Mahkamah hanya menguji norma abstrak, tidak mengadili kasus konkret seperti penyidikan atau pencegahan dalam kasus pidana terhadap Pemohon. Oleh karena permohonan provisi Pemohon sudah masuk ke kasus konkret maka Mahkamah tidak dapat mengabulkannya.
Dalam putusan tersebut, seorang Hakim Konstitusi, Hamdan Zoelva, mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion). Menurut Hamdan, seharusnya Mahkamah memberikan putusan yang menyatakan pasal yang diuji adalah konstitusional bersyarat.(Dodi)

Sumber:

Senin, 20 September 2010

Terbukti Terjadi Pelanggaran, MK Perintahkan Pemungutan Ulang Pemilukada Merauke

Para pengunjung menyaksikan sidang Putusan melalui monitor yang disediakan di lobi ruang sidang pleno MK.
Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemungutan suara ulang  pada 10 distrik dalam pemilihan umum kepala  daerah (pemilukada) Kabupaten Merauke. Demikian bunyi salah satu amar putusan Nomor 157/PHPU.D-VIII/2010 yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD didampingi oleh delapan Hakim Konstitusi, Senin (20/9), di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara ini dimohonkan oleh tiga pasangan calon peserta Pemilukada Kabupaten Merauke, yakni Frederikus Gebze dan Waryoto, Laurensius Gebze dan Acnan Rosyadi serta Daniel Walinaulik dan Omah Laduani Ladamay.
Mahfud menguraikan kesepuluh distrik tersebut, yakni Distrik Sota, Distrik Merauke, Distrik Naunkenjerai, Distrik Waan, Distrik Ilwayab, Distrik Kimaam, Distrik Tabonji, Distrik Muting, Distrik Semanga dan Distrik Kurik. “Selain itu, Mahkamah juga membatalkan berlakunya Berita Acara Rekapit7ulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilukada  di tingkat Kabupaten oleh KPU Kabuapten Merauke, tanggal 19 Agustus 2010,” jelasnya.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon mendalilkan telah terjadi praktik politik uang berupa pembagian uang, sembako, dan BBM yang dilakukan oleh Pihak Terkait sebagai pasangan calon nomor urut 4.
“Mahkamah mencermati dengan saksama keterangan Pemohon, Pihak Terkait, bukti tertulis Pemohon, serta keterangan saksi Pemohon, dan Pihak Terkait, sebagaimana diuraikan di atas, menurut Mahkamah berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, memang benar telah terjadi pembagian uang, sembako dan BBM yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 4 di Distrik Muting, Distrik Merauke, Distrik Kimaam, Distrik Sota, Distrik Semangga, Distrik Kurik, maka telah cukup bagi Mahkamah untuk menilai bahwa telah terjadi praktik politik uang (money politic) yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 4, sehingga menurut Mahkamah dalil permohonan a quo beralasan hukum,” jelas salah satu Hakim Konstitusi.
Mahkamah juga menilai adanya kesalahan dan ketidaksesuaian angka pada saat proses rekapitulasi di KPU Kabupaten Merauke, khususnya di Distrik Merauke, antara model DB1 KWK.KPU dan lampiran Model DB1-KWK-KPU, meskipun selisih suara yang dipersilihkan tidak terlalu signifikan mengubah hasil perolehan suara, namun tindakan penyelenggara yang tidak hati-hati tersebut dapat menimbulkan ketidakpercayaan kepada penyelenggara Pemilukada Kabupaten Merauke. Selain itu, dalam halaman kedua lampiran Model DB1-KWK-KPU, Mahkamah menemukan fakta bahwa Termohon telah salah menuliskan dalam kotak kolom tanda tangan saksi pasangan calon yang seharusnya Saksi Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tetapi tertulis Saksi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.
“Menurut Mahkamah tindakan tersebut menunjukan bahwa Termohon tidak hati-hati dalam menyusun Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Tingkat Kabupaten Oleh Komisi Pemilihan Umum Merauke. Dengan demikian dalil a quo beralasan hukum,” ujar salah satu Hakim Konstitusi.
Kemudian, dalam persidangan juga terbukti bahwa Panwaslu Kabupaten Merauke beserta jajarannya tidak berperan aktif dan menjalankan tugasnya secara efektif yaitu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Merauke sehingga terjadi pelanggaran-pelanggaran dan kecurangan-kecurangan yang signifikan pada tahapan penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Merauke. Ketidakefektifan Panwaslu Kabupaten Merauke ini mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran tahapan Pemilukada dan terhadap kepastian hasil Pemilukada Kabupaten Merauke.
“Mahkamah berpendapat demi kepastian dan keabsahan jumlah perolehan suara Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Merauke maka perlu dilakukan pemungutan suara ulang,” papar Hakim Konstitusi. (Lulu Anjarsari)

Pemilukada Sumbawa: MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di 11 Kecamatan

Ketua MK, Moh. Mahfud MD.
Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sumbawa untuk melakukan pemungutan suara ulang pada 11 kecamatan di Kabupaten Sumbawa. Demikian salah satu amar putusan Nomor 158/PHPU.D-VIII/2010 yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dengan didampingi oleh delapan Hakim Konstitusi, Senin (20/9), di Ruang Sidang Pleno. Perkara ini dimohonkan oleh pasangan calon pemilukada Kabupaten Sumbawa nomor urut 1 Muh. Amin dan Nurdin Ranggabarani.

Mahfud menjelaskan pemungutan suara itu dilakukan di TPS-TPS, yakni Kampung Rinjani, Desa Labuhan, Kecamatan Labuhan Badas; Dusun Olat Rawa A, Desa Olat Rawa, Kecamatan Moyo Hilir; Dusun Perung, Desa Lunyuk, Kecamatan Lunyuk; Desa Maronge, Kecamatan Maronge; Dusun Selang Baru, Desa Karekeh, Kecamatan Unter Iwis; TPS 5 Desa Baru Kecamatan Alas; Desa Empang, Kecamatan Empang; Dusun Banda, Desa Banda, Kecamatan Tarano; Dusun Gelampar, Desa Usar Mapin, Kecamatan Alas Barat; Dusun Karang Anyar, Desa Pukat, Kecamatan Utan; Dusun Bajo, Desa Bajo, Kecamatan Utan. “Memerintahkan KPU Provinsi Nusa Tenggara Barat, Panwaslu Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Panwaslu Kabupaten Sumbawa, untuk mengawas  pemungutan suara ulang tersebut sesuai dengan kewenangannya serta melaporkan kepada Mahkamah hasil pemungutan suara ulang tersebut selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah putusan ini dibacakan,” jelas Mahfud.

Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menjelaskan bahwa terhadap dalil Pemohon mengenai ditemukan kartu panggilan sebanyak 10 lembar sudah terpotong dan 5 lembar yang belum terpotong di rumah Anggota KPPS (Mastar), Mahkamah berkeyakinan bahwa telah terjadi penyalahgunaan kartu panggilan untuk digunakan oleh orang yang tidak berhak. “Seandainyapun benar nama orang yang tercantum dalam surat panggilan tersebut tidak ada di tempat, maka sebagaimana jawaban Termohon seharusnya kartu panggilan tersebut disimpan dan tidak dipotong. Pemotongan pada kartu panggilan merupakan bukti bahwa kartu panggilan tersebut telah digunakan oleh orang lain. Berdasarkan fakta dan penilaian hukum tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa dalil Pemohon terbukti dan beralasan menurut hukum,” urainya.

Sementara, terhadap dalil Pemohon mengenai pelibatan pejabat struktural dan PNS untuk mendukung Pihak Terkait serta mutasi, intimidasi serta pemecatan kepada PNS dan aparat pemerintahan. Hakim Konstitusi lainnya, Ahmad Fadlil Sumadi mengungkapkan walaupun Pihak Terkait telah memberikan alat bukti namun bukti terebut tidak relevan dan tidak dapat memberikan keyakinan kepada Mahkamah. “Berdasarkan fakta dan penilaian hukum tersebut Mahkamah berpendapat bahwa sepanjang dalil Pemohon mengenai pemecatan Kepala Dusun Banda, Desa Banda, Kecamatan Tarano (Hasanuddin Husain), pemecatan Kepala Dusun Gelampar (Safaruddin) dan Kepala Dusun Tamsi (Hasan Basri), pemecatan Kepala Dusun Karang Anyar, Desa Pukat, Kecamatan Utan, pemecatan Kepala Dusun dan Ketua RT Ketua RT 02 RW 01 Dusun Bajo (Kamarong dan Kaharuddin), serta pemecatan Ketua Rt.03, RW.01, Desa Empang, Kecamatan Empang (Syaharuddin AH) terbukti adanya hubungan antara pemecatan tersebut dengan Pemilukada,” paparnya.

Selain itu, lanjut Fadlil, Mahkamah berpendapat bahwa Pihak Terkait melakukan suatu perencanaan yang matang untuk melibatkan PNS dalam usaha memenangkan Pemilukada sebagai suatu pelanggaran yang sistematis dengan melibatkan struktur birokrasi. Namun demikian, Pemohon tidak dapat membuktikan bahwa pelanggaran tersebut dilakukan di seluruh daerah dan hanya dapat membuktikan pada daerah tertentu saja.

“Dengan demikian pemungutan suara ulang harus dilakukan di TPS di mana terbuktinya adanya pelanggaran dimaksud. Pelaksanaan putusan ini harus dengan pengawasan yang ketat oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat, Bawaslu, dan Panwaslu Kabupaten Sumbawa. Komisi Pemilihan Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat, Bawaslu dan Panwaslu Kabupaten Sumbawa harus membuat laporan tentang temuan yang disampaikan kepada Mahkamah bersama laporan pelaksanaannya oleh Pihak Termohon. Selain itu penentuan jadwal pelaksanaan pemungutan suara ulang harus dimusyawarahkan oleh pihak-pihak yang terkait, sehingga tidak dapat ditetapkan secara sepihak oleh Termohon,” ujarnya.

Sementara untuk dalil lainnya seperti pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, Mahkamah berpendapat dalil tersebut tidak beralasan hukum karena pemilih dapat memilih menggunakan KTP. Sedangkan, terhadap dalil Pemohon mengenai adanya praktik politik uang, Mahkamah menilai telah terjadi pelanggaran yang dapat dinilai memiliki kaitan untuk melakukan kecurangan. (Lulu Anjarsari)

Kamis, 02 September 2010

MK Putuskan Pemungutan dan Penghitungan Suara Ulang Pilkada Tomohon

Balkon lantai 3 Ruang Sidang Pleno MK, tampak dipenuhi Pengunjung pada saat berlangsungnya pembacaan putusan Sengketa Pemilukada Kota Tomohon, Kamis (2/9).
Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan sela dalam perkara permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU) Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2010, yang diajukan oleh Linneke Syennie-Jimmy Stefanus Wawengkang, Kamis (02/09) di ruang Sidang Pleno MK.
Permohonan ini sebelumnya dimohonkan karena Pemohon menengarai telah terjadi kecurangan dan kesalahan dalam penerapan coblos tembus. Dalam pendapatnya, MK membuat kesimpulan bahwa demi validitas jumlah perolehan suara para Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Tomohon, perlu dilakukan penghitungan surat suara ulang pada setiap kotak suara di Kota Tomohon, kecuali di Kelurahan Wailan Kecamatan Tomohon Utara, dengan menerapkan Surat KPU Nomor 313/KPU/V/2010 bertanggal 25 Mei 2010.
Selain penghitungan ulang, MK juga memerintahkan KPU Kota Tomohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di kelurahan Wailan.
“Terbukti ada pelanggaran yang dapat mempengaruhi perolehan suara para Pasangan Calon sehingga perlu dilakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Kelurahan Wailan Kecamatan Tomohon Utara,” ujar ketua MK, Mahfud MD dalam ruang sidang.
Kecurangan tersebut adalah berupa penyalahgunaan kekuasaan dengan mengkonsolidasikan perangkat kelurahan dan juga linmas. Terdapat bukti surat undangan pertemuan dan penekanan agar memilih pasangan Jefferson Rumajar-Jimmy Eman. Apabila tidak, maka ditegaskan juga melalui surat lurah kelurahan Wailan akan dievaluasi dan bahkan di-non aktifkan.
Dengan demikian, MK mengabulkan permohonan Linneke Syennie-Jimmy Stefanus Waengkang.
”Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kota Tomohon untuk melakukan pemungutan suara ulang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Tomohon Tahun 2010 di seluruh Tempat Pemungutan Suara di Kelurahan Wailan Kecamatan Tomohon Utara. Melaporkan kepada MK hasil penghitungan surat suara ulang dan pemungutan suara ulang tersebut selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah putusan ini dibacakan,” tegas Mahfud. (RN Bayu Aji)

Senin, 26 Juli 2010

Lampaui Tenggat Waktu, Permohonan Dua Pasang Cabup/Cawabup Kab. Pangkep Tidak Dapat Diterima

Kuasa Hukum Pihak Terkait sengketa Pemilukada Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan (Pangkep) mendengarkan pembacaan putusan perkara sengketa Pemilukada daerah tersebut di ruang sidang Pleno MK, Senin (26/7).
Jakarta, MK Online - Seluruh dalil yang diajukan Pemohon pasangan H.A. Baso Amirullah-H.A. Kemal Burhanuddin dan pasangan Taufik Fachruddin-Hj. Nurul Taman yang dibeberkan di muka persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan sendirinya menjadi mentah. Bahkan pokok permohonan pun sama sekali tidak dipertimbangkan oleh Mahkamah. Hal ini karena permohonan yang dilayangkan ke MK melampaui tiga hari kerja tenggang waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Demikian gelar sidang pleno pengucapan putusan di MK, Senin (26/07/10). Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara Pemilukada Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan (Pangkep) Provinsi Sulawesi Selatan yang diajukan Pemohon tidak dapat diterima.
Sidang pleno terbuka untuk umum ini dilakukan oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD selaku Ketua merangkap Anggota, M. Akil Mochtar, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, M. Arsyad Sanusi, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi dan Maria Farida Indrati, masing-masing sebagai Anggota.
Pendapat Mahkamah yang disampaikan Maria Farida Indrati menyatakan, Termohon KPU Pangkep dan Pihak Terkait pasangan H. Syamsuddin A. Hamid-Abd. Rahman Assagaf dalam jawabannya sama-sama membantah dalil Pemohon dan mengajukan tiga macam eksepsi. Yaitu membantah dalil hukum permohonan Pemohon yang tidak jelas dan kabur (obscuur libel) karena merupakan asumsi-asumsi semata.
Menurut Mahkamah, eksepsi Termohon dan Pihak Terkait pasangan nomor urut 4 ini tidak tepat menurut hukum karena substansi eksepsi sangat berkaitan erat dengan pokok perkara (bodem geschil), sehingga eksepsi tersebut harus dikesampingkan. “Eksepsi a quo harus dikesampingkan,” kata Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati membacakan pendapat Mahkamah.
Sedangkan mengenai eksepsi bahwa permohonan Pemohon salah objek (error in objecto), Mahkamah berpendapat bahwa objek permohonan yang diajukan Pemohon telah sesuai dengan syarat objectum litis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) UU 32/2004 juncto UU 12/2008 dan Pasal 4 PMK 15/2008. “Sehingga eksepsi Termohon tidak beralasan hukum,” kata Maria.

Permohonan Kadaluarsa
Selain mengajukan eksespsi tersebut di atas, Termohon dan Pihak terkait juga mengajukan eksepsi bahwa permohonan sudah kadaluarsa atau lewat waktu. Berdasarkan Keputusan KPU Kab. Pangkep Nomor 20/P.KWK-PK/VII/2010 mengenai penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilukada Pangkep tahun 2010 ditetapkan pada 30 Juni 2010. Sehingga tenggang waktu permohonan pembatalan hasil penghitungan suara Pemilukada adalah 3 (tiga) hari kerja setelah hari Rabu, 30 Juni 2010, yaitu Kamis, 1 Juli 2010, Jumat, 2 Juli 2010; dan hari terakhir yakni Senin, 5 Juli 2010, karena tanggal 3 Juli 2010 dan 4 Juli 2010 adalah hari Sabtu-Minggu atau hari libur.
Sementara itu, permohonan diajukan ke Mahkamah pada hari Selasa, 6 Juli 2010 pukul 14.00 WIB, sehingga menurut Mahkamah, permohonan telah melewati tenggang waktu pengajuan permohonan sebagaimana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dengan demikian, eksepsi Termohon dan Pihak Terkait sepanjang mengenai permohonan Pemohon telah melewati tenggang waktu pengajuan permohonan adalah beralasan hukum,” lanjut Maria.
Sedangkan dalam pokok perkara, dengan dikabulkannya sebagian eksepsi yang berkaitan dengan telah lewatnya tenggang waktu pengajuan permohonan, maka menurut hukum, penilaian terhadap pokok perkara tidak diperlukan lagi. “Sehingga permohonan a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima atau niet ontvankelijk verklaard,” tandas Maria.
Akhîrân, dalam amar putusan, Ketua Pleno Moh. Mahfud MD, dalam eksepsi, menyatakan mengabulkan eksepsi Termohon dan Pihak Terkait sepanjang mengenai tenggang waktu permohonan. Kemudian, menyatakan pengajuan permohonan telah melewati tenggang waktu. Selain itu, Mahkamah menyatakan menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait untuk selain dan selebihnya.
Sedangkan dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan pasangan H.A. Baso Amirullah-H.A. Kemal Burhanuddin dan pasangan Taufik Fachruddin-Hj. Nurul Taman, tidak dapat diterima. “Permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” tandas Mahfud. (Nur Rosihin Ana).
 
 

Rabu, 07 Juli 2010

MK Putuskan Mendiskualifikasi Pemenang Pemilukada Kab. Kotawaringin Barat

(Ki-Ka) Hakim Hamdan Zoelva, Kepala Biro Administrasi Persidangan Kasianur Sidauruk, Staf Persidangan Vipin Anggrie, Hakim Ahmad Fadli Sumadi, dan Hakim Muhammad Alim sedang mendiskusikan sesuatu saat pembacaan putusan Perkara Perselisihan Hasil Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat di ruang sidang Pleno MK, Rabu (07/07).
Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Demikian diucapkan oleh Moh. Mahfud MD pada sidang pembacaan putusan perkara nomor 45/PHPU.D-VIII/2010 pada Rabu (07/07) di ruang sidang pleno MK.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah memutuskan untuk membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kotawaringin Barat Nomor 62/Kpts-KPU-020.435792/2010 tanggal 12 Juni 2010 tentang Penetapan Hasil Perolehan Suara Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Dalam Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat Tahun 2010, serta Berita Acara Nomor 367/BA/VI/2010 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Dalam Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat, tertanggal 12 Juni 2010 sepanjang mengenai perolehan suara Pasangan Calon Nomor Urut 1 atas nama H. Sugianto dan H. Eko Soemarno, SH.
Selain itu, Mahkamah juga memutuskan untuk mendiskualifikasi Pasangan Calon Nomor Urut 1 atas nama, Sugianto dan Eko Soemarno sebagai Pemenang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat.
Dengan amar putusan seperti itu, telah mengakibatkan pasangan calon peserta Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) hanya tinggal satu pasangan, karena Pemilukada di Kobar hanya diikuti oleh dua pasangan calon.
“Berdasarkan permasalahan hukum yang dilematis di atas, Mahkamah berpendapat sesuai kewenangannya setelah menilai proses Pemilukada yang berlangsung, Mahkamah perlu langsung menetapkan pemenang, berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) UU 24/2003 juncto Pasal 13 ayat (3) huruf b PMK 15/2008 yang menyatakan, “Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar,” kata Mahfud.
Oleh karena itu, dalam putusannya, Mahkamah memerintahkan kepada KPU Kabupaten Kotawaringin Barat untuk menerbitkan surat Keputusan yang menetapkan Pasangan Calon Nomor Urut 2 yaitu Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto. sebagai Bupati dan Wakil Bupati Terpilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2010.
Hal tersebut dilandasi dengan pertimbangan, tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 1 adalah merupakan pelanggaran sangat serius yang membahayakan demokrasi dan mencederai prinsip-prinsip hukum dan prinsip-prinsip Pemilukada yang langsung, umum, bebas, jujur dan adil.
Persidangan tersebut disidangkan oleh sembilan Hakim Konstitusi. Saat sidang, hadir pula kuasa hukum Pemohon dan Termohon beserta kuasa hukumnya. (Dodi H)
 

Selasa, 06 Juli 2010

Terbukti Keliru Penulisan dan Money Politic, Pemilukada Mandailing Natal Diulang

Tim Kuasa dari pihak Pemohon seusai pembacaan putusan Perkara Perselisihan Hasil Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Mandailing Natal sedang berdiri untuk menghormati Majelis Hakim yang akan meninggalkan ruang sidang, Selasa (06/07).
Jakarta, MK Online - Permohonan Indra Porkas Lubis dan Firdaus Nasution di MK terkait hasil Pemilukada Mandailing Natal dikabulkan dalam putusan yang dibacakan Selasa (6/7/2010). Pasangan ini mengajukan keberatan terhadap Keputusan KPU Mandailing Natal Nomor 21/Kpts/KPU-Kab002.434826/2010 yang memenangkan pasangan Hidayat Batubara dan Dahlan Hasan Nasution.
 
Amar putusan MK adalah mengabulkan permohonan Pemohon, membatalkan keputusan KPU di atas, dan memerintahkan pemungutan suara ulang di seluruh Kab. Mandailing Natal, Sumut.

Putusan pengabulan perkara 41/PHPU.D-VIII/2010 ini didasari adanya kekeliruan penulisan perolehan suara Pasangan cabup/cawabup nomor 7 yang sebelumnya tertulis 40.173 (empat puluh ribu seratus tujuh puluh tiga) yang seharusnya 40.137 (empat puluh ribu seratus tiga puluh tujuh). SK KPU No. 21.a/Kpts/Kpu-Kab-002.434826/2010 juga tidak mencantumkan ketentuan yang menyatakan tidak berlakunya SK sebelumnya.

Mahkamah mencermati Bukti P-9 sampai dengan Bukti P-45, Bukti P-50 sampai dengan Bukti P-53, Bukti P-58, Bukti P-77 sampai dengan Bukti P-248, Bukti P-251, Bukti P-252, Bukti P-254, Bukti P-256, Bukti P-258, Bukti P-260, Bukti P-262, Bukti P-264, Bukti P-266, Bukti P-268, dan Bukti P-270 merupakan bukti yang berhubungan dengan praktik politik uang (money politic) dengan menggunakan voucher yang dilakukan Tim Relawan dari Pasangan Calon Nomor Urut 6 (Pihak Terkait) yang memiliki implikasi signifikan terhadap Pemilukada Kab. Mandailing Natal.  

Saksi-saksi Pemohon terkait dengan praktik politik uang (money politic) yang menurut MK ikut menguatkan adalah Jeffry Barata Lubis, Lokot Dalimunte, Irwansyah Nasution, Reza Pahlevi, Sahat Maratua, Umar Bakri Nasution, Abdul Basyd Nasution, Endar Muda Hasibuan, Muhammad Arfani, Fachrul Rozi Batubara, Syamsir Nasution, Khoiruddin, Abdul Rahman, Asri Siregar, Sayahdin, Arif Hakim, Daud Rangkuti, Roni, Suaib Nasution, Muhammad Husin Batubara, Salamat Pulungan, Syahrul Nasution, Aswat Nasution, dan Zulkarnain Matondang.

Menurut MK, berdasarkan bukti dan saksi di atas, telah terbukti adanya pelanggaran dalam proses Pemilukada berupa praktik politik uang (money politic) yang terjadi di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal. Pelanggaran tersebut, menurut Mahkamah, terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif karena telah direncanakan sedemikian rupa, yaitu di Kec. Panyabungan, Kec. Panyabungan Timur, Kec. Panyabungan Barat, Kec. Panyabungan Selatan, Kec. Lembah Sorik Merapi, Kec. Puncak Sorik Merapi, Kec. Lingga Bayu, Kec. Siabu, Kec. Muarasipongi, Kec. Kotanopan, Kec. Hutabargot, Kec. Pakantan, Kec. Tambangan, dan Kec. Bukit Malintang.

Semuanya dilakukan secara tersusun dari tingkatan paling atas yang dimulai dari Pasangan Calon, Tim Kampanye, dan seluruh Tim sampai dengan tingkatan paling rendah di RW dan RT, sehingga memengaruhi hasil akhir perolehan suara bagi masing-masing Pasangan Calon. (Yazid)
 

Kamis, 01 Juli 2010

PHPU Kab. Musi Rawas: MK Tolak Permohonan Misi Agung

Ketua MK Mahfud MD dan Wakil Achmad Sodiki saat akan duduk di majelis Pleno Hakim untuk pembacaan empat putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah, termasuk putusan sengketa Kabupaten Musi Rawas pada Kamis (01/0) di ruang sidang Pleno MK,
Jakarta, MK Online - Pupus sudah ikhtiar pasangan Mohd. Isa Sigit-Agung Yubi Utami (Misi Agung) untuk menjadi Bupati/Wakil Bupati Musi Rawas (Mura), setelah MK dalam putusannya, Kamis, (1/7/2010) malam, menyatakan menolak seluruh permohonan pasangan Misi Agung.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menyatakan permasalahan hukum utama permohonan pasangan Misi Agung adalah keberatan atas Surat Keputusan KPU Kab. Mura No. 270/75/KPTS/KPU.MURA/2010 bertanggal 8 Juni 2010 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kab. Mura Tahun 2010 dan Berita Acara KPU Kab. Mura No. 270/35/BA/KPU.MURA/2010 bertanggal 8 Juni 2010 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tingkat Kabupaten/Kota Tahun 2010.
Pasangan no. urut 1 ini mendalilkan Termohon KPU Kab. Mura melakukan penetapan DPT Pemilukada Musi Rawas 22 hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara. Menurut Pemohon, hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 22 ayat (4) Keputusan KPU Mura No. 05/KPTS/KPU.MURA/2010 yang menyatakan DPT disahkan paling lambat 45 hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara.
Menurut Mahkamah, berdasarkan Berita Acara No. 270/34/BA/KPU.MURA/2010, memang benar telah terjadi perbaikan DPT, namun bukan penetapan DPT baru. Perbaikan DPT dimaksud dilakukan atas persetujuan saksi-saksi pasangan calon dan Panwaslu Mura, yang sebelumnya didahului dengan adanya Undangan rapat pleno perbaikan DPT. Penetapan perbaikan DPT tersebut tidak berkorelasi dengan pengurangan ataupun penambahan jumlah pemilih yang dapat mengakibatkan kerugian pada Pemohon, karena perbaikan DPT tersebut telah disetujui oleh Pemohon dan secara de facto telah dipergunakan dalam Pemilukada Mura. Dengan demikian, menurut Mahkamah dalil Pemohon tidak beralasan hukum dan harus dikesampingkan.
Terhadap dalil Pemohon mengenai kekacauan DPT yang terkonsentrasi di daerah basis pendukung Pemohon, yaitu di Kecamatan Karang Jaya, Rupit, Rawas Ulu, Rawas Ilir, Karang Dapo, Nibung, dan Ulu Rawas, sehingga merugikan Pemohon, Mahkamah berpendapat dari tujuh kecamatan yang DPT-nya didalilkan bermasalah, Pemohon tidak mengajukan saksi melainkan hanya mengajukan bukti surat untuk tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan BTS Ulu, serta Kecamatan Rawas Ulu. Selain itu, di persidangan tidak dijelaskan mengenai kekacauan DPT yang dimaksud oleh Pemohon. Oleh karenanya, menurut Mahkamah dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum sehingga harus dikesampingkan.
Pemohon juga tidak mengajukan bukti, baik berupa surat atau saksi untuk menguatkan dalilnya mengenai sisa surat suara yang dicoblos oleh anggota KPPS untuk Pasangan Nomor 2 yang terjadi di Kec. Tugumulyo dan Kec. Megang Sakti. Begitu juga dalil Pemohon mengenai terjadinya praktik  money politic, keterlibatan aparat pemerintah hingga tingkat kepala desa. Sehingga menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak beralasan hukum dan harus dikesampingkan.
Berdasarkan fakta hukum, amar putusan MK menyatakan, dalam eksepsi, Menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait. Sedangkan dalam pokok permohonan, Mahkamah menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya
Sidang Pleno dengan agenda pengucapan putusan perkara Nomor 30/PHPU.D-VIII/2010 ini dilaksanakan oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD, selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Harjono, M. Arsyad Sanusi, dan Ahmad Fadlil Sumadi, masing-masing sebagai Anggota, didampingi oleh Mardian Wibowo sebagai Panitera Pengganti. (Nur Rosihin Ana)

Kamis, 24 Juni 2010

MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang Sembilan Kecamatan di Kab. Gresik

(Ki-Ka) H. Hariyadi dan Irfan Choirie selaku Tim Kuasa Hukum pihak Pemohon bersendagurau selagi menunggu pemberian berkas putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kabupaten Gresik di ruang sidang Pleno MK, Kamis (24/06).
Jakarta, MK Online - Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Gresik Tahun 2010 memasuki babak pengucapan putusan di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusan sela MK memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Gresik untuk melakukan pemungutan suara ulang di Kecamatan di kecamatan Bungah, Driyorejo, Menganti, Kedamean, Benjeng, Cerme, Duduksampeyan, Kebomas, dan Kecamatan Balong Panggang.
Sidang perkara nomor 28/PHPU.D-VIII/2010 ini dilaksanakan oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Harjono, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, dan Ahmad Fadlil Sumadi masing-masing sebagai Anggota, Kamis (24/6/2010) bertempat di ruang pleno lt. 2 gedung MK.
Permohonan sengketa pemilukada ini diajukan oleh Sambari Halim Radianto-Moh. Qosim (SQ), pasangan no. urut 3. Pemohon keberatan terhadap hasil Keputusan KPU Kab. Gresik Nomor 80/Kpts/KPU-Gresik-014.329707/2010, tanggal 1 Juni 2010 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gresik 2010.
Pemohon merasa penetapan hasil perolehan suara tersebut tidak sesuai dengan hasil penghitungan Tim dari Pemohon. Selain itu, hasil penghitungan Termohon merupakan hasil dari berbagai penyimpangan dalam proses tahapan pemilukada yang sangat berpengaruh langsung terhadap hasil perolehan suara.
Pemohon mendalilkan terjadinya praktik money politic yang dilakukan oleh Pihak Terkait pasangan no. urut 5, Husnul Khuluq-Musyaffa’ Noer (Humas) yang terjadi di Desa Sungonlegowo Kec. Bungan, Desa Krikilan Kec. Driyorejo, dan Dusun Mojotengah, Desa Mojotengah, Kec. Menganti.
Mahkamah bependapat, dalil Pemohon mengenai praktik money politic terbukti dan cukup beralasan hukum berdasarkan keterangan Saksi dan bukti-bukti di persidangan.
Pemohon juga mendalikan adanya pelanggaran sistematis, terstruktur, dan terorganisir yang dilakukan KPU Kab. Gresik dan jajarannya karena dianggap berpihak kepada pasangan Humas mengenai  hasil Quick Count pasangan Humas yang dikeluarkan pada Pukul 11.15 WIB, sebelum pemungutan suara berakhir.
Mahkamah berpendapat dalil Pemohon cukup beralasan hukum karena Termohon dan Pihak Terkait tidak memberikan alat bukti dan kesaksian bantahan apa pun.
Disamping itu, Pemohon mendalilkan pasangan Humas melakukan pelanggaran secara sistematis, terstruktur dan masif. Pelanggaran ini berupa ketidaknetralan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kab. Gresik melalui Dinas Pertanian Kabupaten Gresik hingga jajaran Penyuluh Pertanian Lapangan dengan mengikutsertakan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) serta melibatkan Produsen Pupuk Petrobio untuk mendukung pasangan Humas.
Berdasarkan bukti, Mahkamah mencatat ucapan para Pegawai Dinas Pertanian. Secara tersirat maupun tersurat, ucapan dalam campuran bahasa Indonesia dan bahasa Jawa ini sedang memberikan pengarahan kepada para peserta Gapoktan untuk mendukung pasangan Humas.
Mahkamah berpendapat, Pihak Terkait telah melakukan pelanggaran yang sistematis dan masif yang menciderai nilai-nilai “bebas” dan “jujur” dalam pelaksanaan pemilihan umum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Menurut Mahkamah, sengketa dalam proses pemilukada kerap terjadi karena tahap perkembangan sosial politik dari masyarakat dan aparatur serta pelaksana pemilu yang dipandang belum bisa melepaskan diri dari kultur birokrasi masa lalu. Selain itu, karena adanya kelemahan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang wewenang lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa yang timbul dalam proses Pemilukada.
Lebih lanjut dalam pembacaan putusan, Mahkamah memaparkan bahwa di dalam UUD 1945, asas kedaulatan rakyat (demokrasi) selalu dikaitkan dengan asas negara hukum (nomokrasi) sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Sebagai konsekuensi logisnya, demokrasi tidak dapat dilakukan berdasarkan pergulatan kekuatan-kekuatan politik an sich, tetapi juga harus dapat dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum.
Oleh sebab itu, keputusan yang hanya berdasar kehendak suara terbanyak semata-mata, dapat dibatalkan oleh pengadilan jika di dalamnya terdapat pelanggaran terhadap nomokrasi (prinsip-prinsip hukum) yang bisa dibuktikan secara sah di pengadilan.
Alhasil, dalam amar putusan sebelum menjatuhkan putusan akhir, Mahkamah menangguhkan berlakunya Keputusan KPU Kab. Gresik No. 80/Kpts/KPU-Gresik-014.329707/2010, bertanggal 1 Juni 2010, tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2010.
Selanjutnya, Mahkamah memerintahkan kepada KPU Kab. Gresik untuk melakukan pemungutan suara ulang Pemilukada Kab. Gresik Tahun 2010 di Kecamatan Bungah, Driyorejo, Menganti, Kedamean, Benjeng, Cerme, Duduksampeyan, Kecamatan Kebomas, dan Kecamatan Balong Panggang.
Terakhir, melaporkan kepada Mahkamah hasil pemungutan suara ulang tersebut selambat-lambatnya 60 hari setelah putusan ini dibacakan. (Nur Rosihin Ana)
 

MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang Pemilukada Gresik di Sembilan Kecamatan

Nomor 28/PHPU.D-VIII/2010

Pemohon:
Sambari Halim Radianto dan Moh. Qosim (SQ).
Termohon:
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gresik.
Pihak Terkait
Husnul Khuluq dan M. Musyaffa’ Noer (Humas)
Pokok Perkara:
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Gresik Tahun 2010.
Tanggal Registrasi
7 Juni 2010
Amar Putusan:
Sebelum menjatuhkan putusan akhir;
§  Menangguhkan berlakunya Keputusan KPU Kab. Gresik Nomor 80/Kpts/KPU-Gresik-014.329707/2010, bertanggal 1 Juni 2010, tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kab. Gresik Tahun 2010;
§  Memerintahkan kepada KPU Kab. Gresik untuk melakukan pemungutan suara ulang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kab. Gresik Tahun 2010 di Kecamatan Bungah, Kecamatan Driyorejo, Kecamatan Menganti, Kecamatan Kedamean, Kecamatan Benjeng, Kecamatan Cerme, Kecamatan Duduksampeyan, Kecamatan Kebomas, dan Kecamatan Balong Panggang;
§  Melaporkan kepada Mahkamah hasil pemungutan suara ulang tersebut selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah putusan ini dibacakan.
Tanggal Putusan:
24 Juni 2010


Sambari Halim Radianto dan Moh. Qosim (SQ) adalah pasangan peserta Pemilukada Kab. Gresik Tahun 2010 dengan no. urut 3. Pasangan SQ mengajukan permohonan keberatan terhadap Keputusan KPU Kab. Gresik No. 80/Kpts/KPU-Gresik-014.329707/2010, bertanggal 1 Juni 2010, tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dalam Pemilukada Kab. Gresik Tahun 2010.
Berdasarkan penetapan KPU Gresik, pasangan SQ memperoleh 208.129 suara. Sedangkan pasangan Humas (Pihak Terkait), calon no. urut 5, memperoleh 233.531 suara.
Sementara itu, berdasarkan perhitungan tim pemenangan pasangan SQ, perolehan suara pasangan Humas adalah 218.830 suara. Sedangkan perolehan suara pasangan SQ sebesar 222.830 suara.


Pendapat Mahkamah

Mahkamah dalam pendapatnya menyatakan berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan yang diajukan pasangan SQ. Pendapat tersebut didasarkan pada inti permohonan yaitu terjadinya perbedaan hasil penghitungan rekapitulasi perolehan suara antara Pemohon dan Termohon dalam Pemilukada Kab. Gresik Tahun 2010. Pemohon juga mendalilkan bahwa perolehan suara yang diraih Pihak Terkait diperoleh dengan cara melanggar berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang menurut Mahkamah hal tersebut dapat mempengaruhi perolehan suara pasangan calon. Dengan demikian, maka Mahkamah akan mempertimbangkan pokok permohonan.
Pemohon mendalilkan terjadinya perbedaan hasil rekapitulasi penghitungan suara antara yang ditetapkan oleh Termohon dan hasil penghitungan Pemohon. Berdasarkan Bukti P-6, perolehan suara Pemohon yang dibuat oleh Saksi Tim SQ (Pemohon), Choirul Anam, sebesar 222.830 suara (37,68%) dan Pihak Terkait memperoleh 218.830 suara (37,00%). Namun, berdasarkan Lampiran Model DB-2 KWK tentang Pernyataan Keberatan Saksi dan Kejadian Khusus yang Berhubungan dengan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dalam Pemilukada Kab. Gresik Tahun 2010 (Bukti T-1), diketahui bahwa Saksi Pemohon yaitu H. Hariyadi, S.H., M.H. dan Choirul Anam menuliskan bahwa hasil perolehan suara pasangan SQ berjumlah 220.830 suara, sedangkan pasangan Humas berjumlah 215.200 suara.
Berdasarkan bukti-bukti dan keterangan saksi-saksi Termohon di persidangan, Mahkamah berpendapat bahwa Pemohon tidak konsisten dalam mendalilkan besaran perbedaan suara yang didalilkannya. Sebab Bukti P-6 yang hanya berupa surat pernyataan yang dibuat sendiri oleh Saksi Pemohon, Pemohon tidak memiliki bukti-bukti autentik lainnya untuk mendukung dalil Pemohon mengenai perbedaan hasil rekapitulasi perolehan suara antara Pemohon dan Termohon. Pemohon tidak bisa mendalilkan di KPPS, PPS, atau PPK mana saja perbedaan suara itu terjadi. Oleh karenanya, dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum dan harus dinyatakan ditolak.
Mengenai berbagai pelanggaran perundang-undangan terkait proses Pemilukada, Pemohon mendalilkan terjadinya kelebihan pencetakan kartu pemilih dan surat suara karena tidak mendasarkan pada DPT Kab. Gresik. Hal ini berakibat pada amburadulnya distribusi dan pelaporan rekapitulasinya di 17 Kecamatan, yaitu Dukun, Duduksampeyan, Wringin Anom, Panceng, Ujung Pangkah, Sidayu, Manyar, Cerme, Menganti, Kebomas, Driyorejo, Sangkapura, Tambak, Gresik, Benjeng, Kedamean, dan Kecamatan Bungah. Pemohon mencurigai kelebihan pencetakan ini berpotensi digunakan penggelembungan suara dan mengindikasikan keberpihakan kepada salah satu pasangan calon.
Berdasarkan Bukti P-7 sampai dengan Bukti P-23A dan Bukti T-4 sampai dengan Bukti T-54 dan keterangan saksi-saksi Termohon di persidangan, Pemohon tidak bisa membuktikan kecurigaannya dengan menyebutkan secara rinci di mana saja terjadi penggelembungan suara. Pemohon juga tidak bisa menunjukkan bentuk keberpihakan Termohon kepada salah satu pasangan calon. Oleh karenanya, Mahkamah berpendapat, dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum dan harus dinyatakan ditolak.
Dalil Pemohon mengenai terjadinya warga yang memiliki lebih dari satu surat undangan untuk mencoblos di lebih dari satu TPS dan warga yang mencoblos dua kali di TPS yang berbeda, kini sedang dalam proses penyidikan pihak Kepolisian. Pemohon juga mendalilkan adanya anak-anak di bawah umur yang terdaftar dalam DPT di Desa Balong Panggang dan ditemukan adanya beberapa surat suara telah tercoblos pada pasangan Humas di TPS 4 Desa Pulopancikan, Kecamatan Gresik.
Berdasarkan permohonan dalam posita angka 8, Pemohon menyebutkan bahwa seseorang yang bernama Heri Ghufron di Desa Gedangan Kecamatan Sidayu diberi tiga surat undangan Model C4 KWK untuk mencoblos di tiga TPS berbeda. Namun yang bersangkutan hanya menggunakan sekali. Sementara Bukti P-24 dan P-25 hanya mencantumkan dua surat panggilan atas nama Heri Ghufron dan Heri Hufron.
Terhadap seorang warga bernama M. Farid di Desa Gedangan Kec. Sidayu yang diberi dua surat panggilan untuk mencoblos di dua tempat yang berbeda, sementara berdasarkan Bukti P-26, Pemohon hanya menunjukkan bukti adanya satu surat panggilan atas nama M. Farid. Pemohon dalam persidangan juga tidak mengajukan bukti tambahan dan kesaksian terkait dalilnya. Jikalau pun benar M. Farid mencoblos dua kali, Pemohon tetap tidak bisa membuktikan kepada siapa suara M. Farid tersebut diberikan.
Berdasarkan permohonan dalam posita angka 10, Pemohon menemukan seorang warga bernama Faridah Setiawati, warga Desa Suci, Kec. Manyar, mencoblos dua kali di tempat yang berbeda. Saat ini kasus tersebut dalam proses penyidikan kepolisian (Bukti P-28, P-29, dan P-30).
Terhadap dalil Pemohon tersebut, Mahkamah, dalam persidangan, telah mendengar keterangan Saksi dari Termohon, Mukhsin, selaku Ketua KPPS TPS 7 Desa Suci, Kec. Manyar. Mukhsin menerangkan bahwa di TPS-nya terjadi kasus satu orang mencoblos dua kali. Hal tersebut diketahui saat si pelaku akan mencelupkan jari ke tinta. Saksi menerangkan bahwa Anggota KPPS-nya menanyai si pelaku mencoblos nomor berapa, dan si pelaku mengaku mencoblos pasangan SQ. Berdasarkan kesepakatan dengan Saksi pasangan SQ yang ada di TPS tersebut, maka untuk suara pasangan SQ dikurangi satu suara. Saksi meminta ke Saksi pasangan SQ untuk membuat pernyataan tidak keberatan untuk tidak mensahkan satu suara. Kemudian, berita acara ditandatangani bersama dan tidak ada masalah serta tidak ditindaklanjuti secara hukum.
Mahkamah dalam persidangan juga telah mendengarkan keterangan Saksi dari Pihak Terkait, Faridah Setiawati yang melakukan pencoblosan dua kali di TPS 7 Desa Suci, Kec. Manyar, tersebut. Saksi mengaku disuruh mencoblos dua kali oleh Ibu Suwati, kerabat jauh Saksi. Ibu Suwati mengatakan, “Mbak tolong ini kartu suara anak saya. Tolong cobloskan Nomor 3, kalau bisa Nomor 3. Kalau nggak bisa, ya terserah kamu.” Kemudian Saksi mencoblos no. 3, sementara Saksi menyatakan rahasia untuk pilihannya sendiri. Saksi ketahuan mencoblos dua kali saat akan mencelupkan jarinya ke tinta. Saksi datang mencoblos pertama kali Pukul 10.00 WIB, dan berikutnya Pukul 12.45 WIB. Saksi tidak mengatakan ke petugas KPPS jika sebelumnya sudah memilih di TPS yang sama. Saksi bersedia mencoblos dua kali karena disuruh oleh orang yang lebih tua dan masih kerabat sendiri. Saksi tidak diberi uang untuk melakukan hal itu. Terhadap tindakannya ini, Saksi telah diperiksa di Panwas Kab. Gresik tanggal 1 Juni 2010.
Saat di Panwas, Saksi ditanyai apakah surat pernyataan (Bukti P-29) yang disodorkan padanya yang berisi bahwa Saksi ialah Tim pasangan calon no. urut 5, ialah Saksi sendiri yang membuat. Saksi menjawab bahwa surat pernyataan itu bukan dia yang membuat karena nama yang tercantum di surat pernyataan itu berbeda, yaitu Lailatul Farida. Surat pernyataan itu sendiri ditandatangani Saksi di bawah tekanan, yaitu pada malam hari Pukul 21.00 di rumah bibinya. Saksi dipaksa oleh Tim SQ dengan cara dikunci pintu rumahnya dan diancam akan dilaporkan ke polisi jika tidak mau menandatangani surat pernyataan tersebut. Karena ada di bawah ancaman dan Saksi takut, maka Saksi menandatangani surat pernyataan yang di dalamnya tertera nama orang lain, yaitu Lailatul Farida selaku pendukung Humas yang mengakui telah mencoblos dua kali.
Dalam persidangan, Mahkamah juga telah mendengar keterangan Saksi dari Pihak Terkait, Suwati, yang mengakui bahwa dia menyuruh Saksi Faridah Setiawati mencoblos atas nama anaknya karena merasa sayang apabila surat panggilan untuk anaknya itu tidak dipergunakan, sementara anaknya sendiri waktu hari pencoblosan sedang pergi. Saksi meminta Saksi Faridah memilih pasangan SQ karena melihat para tetangganya sebagian memilih SQ.
Berdasarkan keterangan Saksi Mukhsin, Saksi Faridah Setiawati, dan Saksi Suwati, diketahui bahwa Saksi Faridah melakukan pencoblosan dua kali dan memilih pasangan SQ, bukan pasangan Humas sebagaimana tercantum dalam Bukti P-29 dari Pemohon yang diragukan keabsahannya. Kemudian Saksi Faridah ternyata mencoblos dua kali di TPS yang sama, bukan di dua TPS yang berbeda sebagaimana didalilkan Pemohon di dalam positanya.
Berdasarkan permohonan dalam posita angka 11, Pemohon mendalilkan telah ditemukan dalam satu desa di Balong Panggang saja, anak di bawah umur sudah didaftar dalam DPT dan memperoleh Kartu Pemilih mungkin ikut melakukan pencoblosan. Warga tersebut adalah Anwar Syaifudin, Abdul Jaelani, Nizar Habib Majid, Aprilian Fajar Shidiq, dan Surahman Hidayat Aldianto (Bukti P-31, P-32, P-33, P-34, dan P-35).
Setelah mencermati Bukti Pemohon dan Termohon (Bukti T-60), jika dihitung per tanggal 26 Mei 2010 sebagai hari pencoblosan Pemilukada Kab. Gresik, terdapat satu nama yaitu Surohman Hidayat Al Dianto yang belum genap berusia 17 tahun (Bukti P-35). Mencermati pula posita Pemohon yang menyatakan, “…mungkin ikut melakukan pencoblosan..” maka Mahkamah berpendapat bahwa dalil Pemohon tersebut hanyalah bersifat asumsi belaka karena tidak disertai adanya pembuktian lebih lanjut baik melalui alat bukti tertulis maupun kesaksian. Jikalau pun benar, kelima anak tersebut menggunakan hak pilih mereka, Pemohon tetap tidak bisa membuktikan suara mereka diberikan kepada pasangan calon yang mana. Selain itu, jumlah lima suara sangat tidak signifikan mempengaruhi perbedaan suara Pasangan Calon Pemohon dan Pihak Terkait;
Berdasarkan permohonan dalam posita angka 12, Pemohon mendalilkan telah menemukan beberapa surat suara yang telah tercoblos pada pasangan Humas di TPS 4 Desa Pulopancikan, Kec. Gresik (Bukti P-6).
Terkait hal tersebut, Mahkamah telah membaca keterangan/jawaban Pihak Terkait yang menyatakan bahwa fakta yang terjadi adalah ada satu surat suara yang telah dicoblos oleh pemilih kemudian surat suara tersebut minta ditukar dengan alasan sudah tercoblos. Oleh KPPS, surat suara tersebut telah dianggap sebagai surat suara rusak, sehingga tidak ada pasangan calon yang dirugikan dalam kejadian tersebut. Hal ini sesuai dengan Bukti P-36 yang diajukan oleh Pemohon yang hanya berisi satu gambar surat suara tercoblos di pasangan Humas, sementara dalam dalil positanya Pemohon menyatakan “…beberapa surat suara..”. Terhadap hal ini, Pemohon tidak menyertakan bukti tambahan dan kesaksian untuk memperkuat dalil “…beberapa surat suara…” tersebut, sehingga Mahkamah berpendapat Pemohon tidak dapat membuktikan dalilnya;
Berdasarkan bukti-bukti dan keterangan saksi tersebut di atas, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum dan harus dinyatakan ditolak.
Sementara itu, mengenai dalil yang menyatakan adanya surat KPU Pusat No. 313/KPU/V/2010 bertanggal 25 Mei 2010, yang mengesahkan coblos tembus asalkan tidak tembus pada pasangan calon lain. Hal ini menyebabkan ketidakkonsistenan dalam menentukan sah atau tidak sahnya coblosan. Di sisi lain, surat KPU Pusat tersebut diketahui pada malam hari, sehingga kurang sosialisasi dan seharusnya dilakukan penghitungan ulang karena akan mempengaruhi perolehan suara Pemohon menjadi jauh lebih banyak dari calon lain.
Terhadap dalil Pemohon tersebut, Mahkamah, berdasarkan Putusan No. 27/PHPU.D-VIII/2010, bertanggal 17 Juni 2010, telah menyatakan sekaligus memperkuat Surat KPU No. 321/KPU/V/2010 bertanggal 27 Mei 2010 yang isinya menyatakan bahwa Surat KPU Nomor 313/KPU/V/2010 bertanggal 25 Mei 2010 berlaku sejak surat tersebut diterbitkan dan tidak berlaku surut. Oleh karena pelaksanaan pencoblosan Pemilukada Kab. Gresik berlangsung pada hari Rabu, 26 Mei 2010, maka penghitungan suara mulai dari KPPS hingga rekapitulasi tingkat Kab. Gresik harus mengacu pada Surat KPU Nomor 313/KPU/V/2010 bertanggal 25 Mei 2010 tersebut. Namun, setelah mencermati permohonan dan bukti-bukti yang diajukan Pemohon, Mahkamah berpendapat bahwa Pemohon tidak dapat membuktikan klaimnya bahwa jika dilakukan penghitungan ulang maka perolehan suara Pemohon akan melebihi pasangan calon lain. Pemohon di dalam permohonannya tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai berapa surat suara coblos tembus dinyatakan sah dan surat suara coblos tembus dinyatakan tidak sah sehingga pada akhirnya mengubah hasil akhir rekapitulasi perolehan suara setiap pasangan calon dan membuktikan bahwa Pemohon memperoleh suara terbanyak. Meskipun berdasarkan Lampiran Model DB-2 KWK tentang Pernyataan Keberatan Saksi dan Kejadian Khusus yang Berhubungan dengan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dalam Pemilukada Kab. Gresik Tahun 2010 (Bukti T-1), diketahui bahwa Saksi Pemohon yaitu H. Hariyadi, S.H., M.H. dan Choirul Anam telah menuliskan keberatan perihal inkonsistensi sah atau tidak sahnya surat suara coblos tembus. Namun Pemohon dalam persidangan tidak menyertakan bukti-bukti dan kesaksian yang mendukung dalilnya. Oleh karenanya, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum dan harus dinyatakan ditolak.
Kemudian dalil Pemohon mengenai terjadinya praktik money politic di Desa Sungonlegowo Kec. Bungah dan Desa Krikilan Kec. Driyorejo. Praktik money politic juga terjadi Dusun Mojotengah, Desa Mojotengah, Kec. Menganti yang dilakukan seorang warga, Abdul Qohar Hasyim.
Terkait dalil ini, Mahkamah, dalam persidangan telah mendengar keterangan Saksi dari Pemohon, antara lain, Saksi Sa’adatul Hidayah, Kasiatun, dan Ruchainah yang masing-masing mengaku telah diberi uang Rp. 10.000,00 oleh Tim Sukses Pihak Terkait dan diminta mencoblos Pasangan Calon Pihak Terkait, dan kemudian saat di TPS, para Saksi mencoblos Pasangan Calon Pihak Terkait tersebut. Keterangan para Saksi ini diperkuat oleh keterangan Saksi dari Pemohon, yaitu Saksi Su’udi dan Matkirom yang melihat kejadian pemberian uang tersebut (Bukti P-38, P-39, dan P-40).
Mahkamah dalam persidangan juga mendengar keterangan Saksi dari Pihak Terkait, Makhyaroh, yang berdasarkan Bukti P-37 tentang surat penyataan telah melakukan praktik money politic di Desa Sungonlegowo berupa pemberian uang sebesar Rp. 20.000,00 kepada seseorang bernama Salbiyah. Saksi Makhyaroh menerangkan bahwa dia sebenarnya dituduh melakukan kegiatan money politic oleh Tim SQ saat membagi-bagikan uang. Terhadap kejadian tersebut, Saksi menyatakan bahwa uang itu berasal dari Haji Nafi’, seorang pengusaha peci di Gresik, untuk membagi-bagi uang sedekah Haji Nafi’ ke 48 orang di kampung Saksi. Per orang mendapatkan Rp. 20.000,00. Berdasarkan alat bukti tertulis dan keterangan Saksi dari Pemohon ini, Termohon dan Pihak Terkait tidak mengajukan alat bukti dan saksi bantahan;
Terkait dalil Pemohon yang menyatakan telah terjadi praktik money politic di Desa Krikilan, Kec. Driyorejo, Mahkamah dalam persidangan telah mendengar keterangan Saksi dari Pemohon, Aris Gunawan, yang pada 25 Mei 2010, Pukul 22.00 WIB melihat seseorang bernama Saeroji (Saksi Pihak Terkait) dan Hadi mendatangi rumah seorang Ta’mir Masjid bernama Muhammad Bisri menyerahkan uang Rp. 270.000,00. Saksi kemudian melanjutkan membuntuti Saeroji hingga di belakang Balai Desa, tempat TPS 7, dan melihat Saeroji menyerahkan uang Rp. 240.000,00 ke seorang Anggota Linmas bernama Basuki. Saksi kemudian menangkap Saeroji. Saksi bertanya kepada Saeroji perihal peruntukan uang tersebut, dan berdasarkan penuturan Saksi, Saeroji mengatakan bahwa uang itu merupakan amanah dari Hadi yang memperoleh uang itu dari Tim Sukses Bapak Khuluq (Pasangan Calon Nomor Urut 5) untuk dibagi-bagi sebesar Rp. 10.000,00-an. Tindakan Saksi Aris ini diketahui pula oleh Saksi dari Pemohon, Setyo Santoso, yang turut berada di tempat kejadian.
Mahkamah dalam persidangan juga mendengarkan keterangan Saksi dari Pihak Terkait, Saeroji, yang pada pokoknya membantah keterangan Saksi Aris. Saksi Saeroji menyatakan bahwa dia sebenarnya hanya dititipi uang oleh temannya, Bapak Hadi, untuk diserahkan kepada Muhammad Bisri dan Basuki tanpa diberi tahu uang itu akan dipergunakan untuk apa. Selain keterangan saksi-saksi di atas, Mahkamah telah memeriksa Bukti P-43A dan Bukti P-43B yang tidak disertai dengan bukti bantahan dari Termohon dan Pihak Terkait.
Dalil Pemohon mengenai seorang warga bernama Abdul Qohar Hasyim dari Dusun Mojotengah, Desa Mojotengah, Kecamatan Menganti, yang mengundang ratusan warga di rumahnya dan mengajak para warga tersebut untuk memilih pasangan Humas. Seusai pertemuan, Abdul Qohar Hasyim memberi amplop bergambar pasangan Humas yang berisi uang Rp. 50.000,00 kepada undangan yang datang.
Mahkamah dalam persidangan telah mendengar keterangan Saksi dari Pemohon, antara lain, Saksi Sriamah, Tiasih, Sekah, dan Rubikah. Para Saksi yang mencoblos di TPS 4 Desa Mojotengah, Kecamatan Menganti ini menceritakan bahwa pada hari Sabtu, 22 Mei 2010, para Saksi diundang ke rumah Abdul Qohar Hasyim dan masing-masing diberi amplop bergambar pasangan Humas dan berisi uang Rp. 50.000,00 (Bukti P-54 sampai dengan Bukti P-63) serta diberi pesan untuk memilih pasangan Humas. Di hari pencoblosan, para Saksi memilih pasangan Humas.
Mahkamah juga telah memeriksa Bukti P-52A tentang Surat Keputusan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Gresik No. 424/PC/A.II/L-09/VII/2009 tentang Tim Pemenangan Dr. H. Husnul Khuluq, Drs., MM. dalam Pilbup 2010 PCNU Gresik bertanggal 1 Juli 2009. Dalam lampirannya pada susunan Tim Pengarah, tertera nama K.H. Qohar Hasyim, sementara berdasarkan Bukti PT-15 tentang Susunan Tim Kampanye Pasangan Humas Kec. Menganti bertanggal 19 Maret 2010, tidak tertera nama Abdul Qohar Hasyim. Mahkamah juga telah memeriksa Bukti PT-17 mengenai surat pernyataan Abdul Qohar Hasyim bertanggal 2 Juni 2010 tentang pemberian santunan kepada fakir miskin.
Berdasarkan keterangan Saksi dan bukti-bukti di atas, serta mendasarkan pada keyakinan hakim, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon terbukti dan cukup beralasan hukum.
Pemohon mendalilkan Termohon telah melakukan pelanggaran yang sistematis, terstruktur, dan terorganisir. Menurut Pemohon, Termohon dan jajarannya dianggap berpihak kepada Pihak Terkait berdasarkan Bukti P-51 tentang adanya Surat Hasil Perolehan Suara dari Quick Count pasangan Humas yang dikeluarkan pada Pukul 11.15 WIB, sebelum pemungutan suara berakhir.
Terhadap dalil dimaksud, Termohon dan Pihak Terkait tidak memberikan alat bukti dan kesaksian bantahan apa pun. Maka dengan mendasarkan pada keyakinan hakim, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon cukup beralasan hukum.
Pemohon mendalilkan Termohon menerbitkan Surat Keputusan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara bertanggal 1 Juni 2010, sementara Rapat Pleno berakhir pukul 00.35 WIB sehingga sudah dihitung memasuki tanggal 2 Juni 2010 dan Saksi Pemohon baru menerima Surat tersebut pada hari Rabu, 2 Juni 2010, Pukul 17.00 WIB. Oleh karenanya, Pemohon merasa sangat dirugikan karena Termohon sengaja menghambat upaya hukum dari Pemohon ke Mahkamah. Termohon juga tidak memberikan berita acara rekapitulasi penghitungan suara PPK kepada Pemohon sampai permohonan keberatan ini diajukan ke Mahkamah.
Kewenangan Mahkamah adalah memeriksa, mengadili dan memutus perselisihan hasil pemilukada yang diajukan oleh pemohon dalam tenggang waktu sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 5 Peraturan MK No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Dalam perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah yakni paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Termohon menetapkan hasil penghitungan suara Pemilukada di daerah yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan tersebut Mahkamah tidak berwenang menilai penentuan waktu dikeluarkannya Surat Keputusan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara. Oleh karenanya, sudah sepatutnya Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut dalil Pemohon.
Pemohon mendalilkan adanya penambahan DPT baru untuk 43 Pemilih di Desa Sidomoro, Kec. Kebomas, pada 25 Mei 2010, 7 jam sebelum hari pencoblosan, adalah melanggar Pasal 33 ayat (1) Peraturan KPU No. 67 Tahun 2009 yang menyatakan “Untuk keperluan pemeliharaan Daftar Pemilih Tetap yang sudah disahkan oleh PPS sebagaimana yang dimaksud Pasal 24 dalam jangka waktu 7 hari sebelum hari pemungutan suara, tidak dapat diadakan perubahan kecuali terdapat pemilih yang meninggal dunia”. Pemohon meyakini bahwa proses penerbitan DPT baru di luar ketentuan tidak hanya terjadi di Kecamatan Kebomas karena Termohon dan jajarannya telah berkali-kali melanggar ketentuan perundang-undangan.
Mahkamah dalam Putusan No. 102/PUU-VII/2009 tertanggal 6 Juli 2009 menyatakan bahwa warga negara yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan KTP atau Paspor yang masih berlaku, sehingga seandainya pun tidak dilakukan penambahan DPT warga masih dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan identitas yang masih berlaku yakni KTP atau Paspor. Oleh karenanya, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum dan harus dinyatakan ditolak.
Pemohon mendalilkan Pihak Terkait telah melakukan pelanggaran secara sistematis, terstruktur, dan masif yang dengan sendirinya telah mempengaruhi hasil akhir perolehan suara bagi masing-masing pasangan calon. Pelanggaran berupa ketidaknetralan di jajaran aparatur birokrasi (Pegawai Negeri Sipil) melalui Dinas Pertanian Kab. Gresik hingga jajaran Penyuluh Pertanian Lapangan dengan mengikutsertakan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) serta melibatkan Produsen Pupuk Petrobio untuk mendukung pasangan Humas.
Mahkamah dalam persidangan telah mendengar keterangan 8 orang saksi yang diajukan oleh Pemohon bernama M. Tojip (Sekretaris Gapoktan Kec. Menganti), Sapari Wibowo (Anggota Gapoktan Kec. Kedamean), Sanuji (Bendahara Gapoktan Desa Sidoraharjo Kec. Kedamean), Sukarto (Anggota Gapoktan di Desa Lundo Kec. Benjeng), Suparman (Anggota Gapoktan Kec. Cerme), Su’an (Anggota Gapoktan Kec. Duduksampeyan), Abdul Mukis (Anggota Gapoktan Desa Kedanyang Kec. Kebomas) dan Mudji Santoso (Anggota Gapoktan dari Dusun Jedong, Kec. Balongpanggang) yang pada pokoknya masing-masing saksi menyatakan bahwa telah terjadi sosialisasi penggunaan pupuk Petrobio yang di dalamnya juga diisi dengan arahan dan ajakan untuk memilih Pihak Terkait serta pembagian kaos bergambar pasangan Humas.
Mahkamah, dalam persidangan juga telah mendengar 5 Saksi dari Pihak Terkait, antara lain, Slamet (Ketua Gapoktan “Tani Rahayu” Desa Beton, Kec. Menganti, Suyatno (Ketua Gapoktan “Dewi Sri” Desa Duduksampeyan), Eko Susilo (Ketua Gapoktan “Rukun Tani” Desa Wahas, Kec. Balongpanggang), Edy Sutrisno (PNS, Koordinator Penyuluh Pertanian Lapangan di Kec. Cerme), dan Sutikno (Koordinator PPL yang membawahi enam penyuluh di Kec. Sedayu) yang pada pokok keterangannya membantah keterangan Saksi dari Pemohon, bahwa pada saat sosialisasi penggunaan pupuk Petrobio, tidak ada arahan dan ajakan untuk memilih pasangan Humas dan tidak ada pembagian kaos bergambar pasangan Humas.
Saksi Pihak Terkait bernama Suyatno yang pada awalnya membantah pembagian kaos pasangan Humas. Namun setelah diperlihatkan di persidangan Bukti P-45 dari Pemohon berupa gambar video CD acara Gapoktan di Kecamatan Duduksampeyan yang di dalamnya terekam pembagian kaos di hadapan Pegawai Dinas Pertanian dan dan para peserta membiarkan saja aktifitas itu, Saksi Suyatno akhirnya menyatakan bahwa peristiwa itu terjadi setelah acara ditutup dan Saksi tidak merespon tindakan itu karena Saksi juga tidak menyukai tindakan itu.
Selanjutnya Mahkamah telah memeriksa lebih lanjut Bukti P-45 tersebut dan menemukan fakta bahwa pembagian kaos pasangan Humas terjadi pada menit ke 08:30 dan menit ke 09:25. Bukti ini sekaligus membantah keterangan Saksi Suyatno yang menyatakan bahwa pembagian kaos dilakukan setelah acara selesai.
Berdasarkan bukti tersebut, Mahkamah juga telah mencatat ucapan para Pegawai Dinas Pertanian yang baik secara tersirat maupun tersurat sedang memberikan pengarahan kepada para peserta Gapoktan di acara tersebut untuk mendukung pasangan Humas yang beberapa kalimatnya diucapkan dalam campuran bahasa Indonesia dan bahasa daerah Jawa yang kemudian, oleh Mahkamah, diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
Mahkamah juga telah memeriksa Bukti PT-18 dan PT-19 tentang kumpulan surat pernyataan PNS PPL dan Pengurus Gapoktan serta petani, yang di dalamnya juga memuat pernyataan seseorang bernama Pi’in yang oleh Saksi dari Pemohon, Mudji Santoso, diterangkan pernah menemui Saksi. Pi'in menyatakan menyesal telah membuat surat pernyataan yang isinya menyatakan tidak pernah diperintah oleh Dinas Pertanian memenangkan Pasangan Humas. Namun pada kenyataannya yang terjadi adalah sebaliknya;

Pemilukada Ulang di Sembilan Kecamatan

Berdasarkan fakta-fakta yang terbukti secara sah berupa pelanggaran praktik money politic telah berupaya mempengaruhi pemilih pada saat proses pemungutan suara belum ditutup, Mahkamah berpendapat Pihak Terkait telah melakukan pelanggaran yang sistematis dan masif yang menciderai nilai-nilai “bebas” dan “jujur” dalam pelaksanaan pemilihan umum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Pasangan SQ dalam petitumnya meminta dilakukannya pemungutan suara ulang di enam kecamatan, yaitu, Kedamean, Benjeng, Menganti, Balong Panggang, Wringin Anom, dan Driyorejo. Selain itu, memohon kepada Mahkamah untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya apabila berpendapat lain.
Mahkamah berpendapat proses Pemilukada Kab. Gresik telah diwarnai pelanggaran-pelanggaran yang cukup serius yang bersifat sistematis, terstruktur, dan masif. Pelanggaran terjadi bukan hanya selama masa pemungutan suara, namun juga terjadi sebelum pemungutan suara, sehingga yang diperlukan adalah dilakukannya pemungutan suara ulang di sembilan Kecamatan, yaitu, Bungah, Driyorejo, Menganti, Kedamean, Benjeng, Cerme, Duduksampeyan, Kebomas, dan Balong Panggang.
Dalam amar putusan, sebelum menjatuhkan putusan akhir, Mahkamah menyatakan menangguhkan berlakunya Keputusan KPU Gresik No. 80/Kpts/KPU-Gresik-014.329707/2010, bertanggal 1 Juni 2010. Selanjutnya, memerintahkan kepada KPU Gresik untuk melakukan pemungutan suara ulang di 9 kecamatan, yaitu Bungah, Driyorejo, Menganti, Kedamean, Benjeng, Cerme, Duduksampeyan, Kebomas, dan Kecamatan Balong Panggang. Terakhir, melaporkan kepada Mahkamah hasil pemungutan suara ulang tersebut selambat-lambatnya 60 hari setelah putusan ini dibacakan. (Nur Rosihin Ana)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More