Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemungutan suara ulang pada 10 distrik dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Merauke. Demikian bunyi salah satu amar putusan Nomor 157/PHPU.D-VIII/2010 yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD didampingi oleh delapan Hakim Konstitusi, Senin (20/9), di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara ini dimohonkan oleh tiga pasangan calon peserta Pemilukada Kabupaten Merauke, yakni Frederikus Gebze dan Waryoto, Laurensius Gebze dan Acnan Rosyadi serta Daniel Walinaulik dan Omah Laduani Ladamay.
Mahfud menguraikan kesepuluh distrik tersebut, yakni Distrik Sota, Distrik Merauke, Distrik Naunkenjerai, Distrik Waan, Distrik Ilwayab, Distrik Kimaam, Distrik Tabonji, Distrik Muting, Distrik Semanga dan Distrik Kurik. “Selain itu, Mahkamah juga membatalkan berlakunya Berita Acara Rekapit7ulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilukada di tingkat Kabupaten oleh KPU Kabuapten Merauke, tanggal 19 Agustus 2010,” jelasnya.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon mendalilkan telah terjadi praktik politik uang berupa pembagian uang, sembako, dan BBM yang dilakukan oleh Pihak Terkait sebagai pasangan calon nomor urut 4.
“Mahkamah mencermati dengan saksama keterangan Pemohon, Pihak Terkait, bukti tertulis Pemohon, serta keterangan saksi Pemohon, dan Pihak Terkait, sebagaimana diuraikan di atas, menurut Mahkamah berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, memang benar telah terjadi pembagian uang, sembako dan BBM yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 4 di Distrik Muting, Distrik Merauke, Distrik Kimaam, Distrik Sota, Distrik Semangga, Distrik Kurik, maka telah cukup bagi Mahkamah untuk menilai bahwa telah terjadi praktik politik uang (money politic) yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 4, sehingga menurut Mahkamah dalil permohonan a quo beralasan hukum,” jelas salah satu Hakim Konstitusi.
Mahkamah juga menilai adanya kesalahan dan ketidaksesuaian angka pada saat proses rekapitulasi di KPU Kabupaten Merauke, khususnya di Distrik Merauke, antara model DB1 KWK.KPU dan lampiran Model DB1-KWK-KPU, meskipun selisih suara yang dipersilihkan tidak terlalu signifikan mengubah hasil perolehan suara, namun tindakan penyelenggara yang tidak hati-hati tersebut dapat menimbulkan ketidakpercayaan kepada penyelenggara Pemilukada Kabupaten Merauke. Selain itu, dalam halaman kedua lampiran Model DB1-KWK-KPU, Mahkamah menemukan fakta bahwa Termohon telah salah menuliskan dalam kotak kolom tanda tangan saksi pasangan calon yang seharusnya Saksi Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tetapi tertulis Saksi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.
“Menurut Mahkamah tindakan tersebut menunjukan bahwa Termohon tidak hati-hati dalam menyusun Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Tingkat Kabupaten Oleh Komisi Pemilihan Umum Merauke. Dengan demikian dalil a quo beralasan hukum,” ujar salah satu Hakim Konstitusi.
Kemudian, dalam persidangan juga terbukti bahwa Panwaslu Kabupaten Merauke beserta jajarannya tidak berperan aktif dan menjalankan tugasnya secara efektif yaitu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Merauke sehingga terjadi pelanggaran-pelanggaran dan kecurangan-kecurangan yang signifikan pada tahapan penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Merauke. Ketidakefektifan Panwaslu Kabupaten Merauke ini mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran tahapan Pemilukada dan terhadap kepastian hasil Pemilukada Kabupaten Merauke.
“Mahkamah berpendapat demi kepastian dan keabsahan jumlah perolehan suara Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Merauke maka perlu dilakukan pemungutan suara ulang,” papar Hakim Konstitusi. (Lulu Anjarsari)
Mahfud menguraikan kesepuluh distrik tersebut, yakni Distrik Sota, Distrik Merauke, Distrik Naunkenjerai, Distrik Waan, Distrik Ilwayab, Distrik Kimaam, Distrik Tabonji, Distrik Muting, Distrik Semanga dan Distrik Kurik. “Selain itu, Mahkamah juga membatalkan berlakunya Berita Acara Rekapit7ulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilukada di tingkat Kabupaten oleh KPU Kabuapten Merauke, tanggal 19 Agustus 2010,” jelasnya.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon mendalilkan telah terjadi praktik politik uang berupa pembagian uang, sembako, dan BBM yang dilakukan oleh Pihak Terkait sebagai pasangan calon nomor urut 4.
“Mahkamah mencermati dengan saksama keterangan Pemohon, Pihak Terkait, bukti tertulis Pemohon, serta keterangan saksi Pemohon, dan Pihak Terkait, sebagaimana diuraikan di atas, menurut Mahkamah berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, memang benar telah terjadi pembagian uang, sembako dan BBM yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 4 di Distrik Muting, Distrik Merauke, Distrik Kimaam, Distrik Sota, Distrik Semangga, Distrik Kurik, maka telah cukup bagi Mahkamah untuk menilai bahwa telah terjadi praktik politik uang (money politic) yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 4, sehingga menurut Mahkamah dalil permohonan a quo beralasan hukum,” jelas salah satu Hakim Konstitusi.
Mahkamah juga menilai adanya kesalahan dan ketidaksesuaian angka pada saat proses rekapitulasi di KPU Kabupaten Merauke, khususnya di Distrik Merauke, antara model DB1 KWK.KPU dan lampiran Model DB1-KWK-KPU, meskipun selisih suara yang dipersilihkan tidak terlalu signifikan mengubah hasil perolehan suara, namun tindakan penyelenggara yang tidak hati-hati tersebut dapat menimbulkan ketidakpercayaan kepada penyelenggara Pemilukada Kabupaten Merauke. Selain itu, dalam halaman kedua lampiran Model DB1-KWK-KPU, Mahkamah menemukan fakta bahwa Termohon telah salah menuliskan dalam kotak kolom tanda tangan saksi pasangan calon yang seharusnya Saksi Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tetapi tertulis Saksi Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.
“Menurut Mahkamah tindakan tersebut menunjukan bahwa Termohon tidak hati-hati dalam menyusun Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Tingkat Kabupaten Oleh Komisi Pemilihan Umum Merauke. Dengan demikian dalil a quo beralasan hukum,” ujar salah satu Hakim Konstitusi.
Kemudian, dalam persidangan juga terbukti bahwa Panwaslu Kabupaten Merauke beserta jajarannya tidak berperan aktif dan menjalankan tugasnya secara efektif yaitu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Merauke sehingga terjadi pelanggaran-pelanggaran dan kecurangan-kecurangan yang signifikan pada tahapan penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Merauke. Ketidakefektifan Panwaslu Kabupaten Merauke ini mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran tahapan Pemilukada dan terhadap kepastian hasil Pemilukada Kabupaten Merauke.
“Mahkamah berpendapat demi kepastian dan keabsahan jumlah perolehan suara Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Merauke maka perlu dilakukan pemungutan suara ulang,” papar Hakim Konstitusi. (Lulu Anjarsari)
0 komentar:
Posting Komentar