Izin tertulis dari Presiden untuk melakukan
penyelidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat membuka
kerahasiaan proses penyelidikan itu sendiri. Dalam tahapan penyelidikan belum
ada kepastian seseorang akan disidik atau tidak disidik, belum dilakukan
pencarian dan pengumpulan bukti, namun hanya pengumpulan informasi. Dengan
demikian terhadap proses penyelidikan, seseorang tidak akan dikurangi dan
dibatasi gerak dan aktivitasnya, kecuali jika dilakukan penangkapan. Kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diselidiki tetap dapat memimpin
pemerintahan daerah.
Izin tertulis dari Presiden yang disyaratkan dalam
proses penyelidikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana
diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UU Pemda menurut Mahkamah akan menghambat proses
penyelidikan, karena Presiden diberi waktu 60 hari untuk mengeluarkan
persetujuan tersebut. Dalam tenggang waktu itu, kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana berpeluang melakukan upaya
penghapusan jejak tindak kejahatan, atau penghilangan alat bukti. Bahkan
penyelidikan yang dirahasiakan dapat diketahui oleh yang bersangkutan.
“Menurut Mahkamah, persetujuan tertulis pada tahap
penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
atau pejabat manapun tidak memiliki rasionalitas hukum yang cukup, dan akan
memperlakukan warga negara secara berbeda di hadapan hukum.”
Demikian pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim
Konstitusi M. Akil Mochtar dalam persidangan dengan agenda pengucapan Putusan
Nomor 73/PUU-IX/2011 ihwal Pengujian Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (UU Pemda), yang digelar di Mahkamah Konstitusi pada Rabu
(26/2012) sore. Pengujian materi UU Pemda ini diajukan oleh Feri Amsari, Teten
Masduki, Zainal Arifin Mochtar Husein, Indonesia Corruption Watch (ICW).
Menurut Mahkamah yang memerlukan izin tertulis dari
Presiden hanya tindakan penahanan. Tindakan penyidikan dapat dilakukan oleh
penyidik tanpa harus memperoleh izin tertulis dari Presiden. Namun demikian,
tindakan penahanan yang dilakukan untuk kepentingan penyidikan sebagaimana
diatur dalam Pasal 36 ayat (3) UU Pemda tetap memerlukan izin tertulis dari
Presiden.
Terhadap kejahatan yang diancam dengan pidana mati,
atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara sebagaimana ketentuan
Pasal 36 ayat (4) UU Pemda, hal ini tidak lagi memerlukan persetujuan tertulis
dari Presiden untuk melakukan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan.
“Karena kejahatan tersebut adalah kejahatan berat yang jika harus menunggu
persetujuan tertulis, akan berpotensi membahayakan nyawa orang lain, atau
berpotensi membahayakan keamanan negara” lanjut Akil.
Oleh karena itulah, ketentuan Pasal
36 ayat (5) UU Pemda mengatur batas waktu dua kali 24 jam untuk melapor kepada
Presiden setelah dilakukan tindakan penahanan atas tindak pidana kejahatan
tertangkap tangan, tindak pidana kejahatan yang diancam pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan
negara, menurut Mahkamah kententuan batas waktu tersebut tetap diperlukan dan
tetap harus melekat dengan Pasal 36 ayat (4) UU Pemda.
Mahkamah menyatakan sebagian dalil para pemohon
beralasan menurut hukum. Sehingga dalam amar putusan Mahkamah menyatakan mengabulkan
sebagian permohonan.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan mengabulkan
permohonan para Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Moh.
Mahfud MD membacakan vonis.
Mahkamah menyatakan Pasal 36 ayat (1) dan Pasal 36
ayat (2) UU Pemda bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat. Kemudian menyatakan Pasal 36 ayat (3) UU Pemda bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak
dimaknai “tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan terhadap kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah memerlukan persetujuan tertulis dari
Presiden dan apabila persetujuan tertulis dimaksud tidak diberikan oleh
Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya
surat permohonan maka proses penyidikan
yang dilanjutkan dengan penahanan dapat langsung dilakukan”.
Mahkamah
juga menyatakan Pasal 36 ayat (4) UU Pemda bertentangan dengan UU 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “hal-hal yang
dikecualikan dari ketentuan tersebut pada ayat (3) adalah: a. tertangkap tangan
melakukan tindak pidana kejahatan; atau b. disangka telah melakukan tindak
pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau telah melakukan tindak
pidana kejahatan terhadap keamanan negara.” (Nur Rosihin Ana).
SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES