Rabu, 06 April 2011

UU Penertiban Perjudian Konstitusional

Jakarta, MKOnline - Larangan perjudian tidak mengakibatkan adanya pembatasan dan tidak menghalangi hak setiap orang untuk memajukan dirinya, hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif serta hak untuk mendapat perlakuan hukum yang adil. “Karena, menurut nilai yang diterima oleh masyarakat, berjudi adalah perbuatan yang tidak baik,” demikian ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan No. 21/PUU-VIII/2010 yang dibacakan pada Rabu (6/4) sore, di ruang sidang pleno MK. Pendapat ini dikemukakan oleh MK setelah menguji Undang-Undang tentang Penertiban Perjudian dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pemohon dalam perkara tersebut adalah seorang buruh, Suyud, dan Liem Dat Kui, seorang wiraswasta. Dalam permohonannya, mereka berpandangan bahwa UU tersebut bersifat diskriminatif. Alasannya, permainan judi merupakan kebiasaan masyarakat. Dan, tidak hanya itu, menurut mereka, perjudian bermanfaat bagi masyarakat karena memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan pendapatan negara melalui pajak. Sehingga, dalam permohonannya, mereka menguji Pasal 303 ayat (1), (2), dan (3) KUHP dan Pasal 303 bis ayat (1) dan (2) KUHP serta Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU Penertiban Perjudian.
Namun, Mahkamah berpendapat berbeda. Menurut Mahkamah, meskipun judi telah lama dipraktikkan oleh banyak etnis di Indonesia, akan tetapi berjudi dianggap suatu perbuatan yang tidak baik menurut nilai-nilai masyarakat. Dalam hal ini, Mahkamah sependapat dengan Pemerintah dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), yang menyatakan bahwa larangan atau kriminalisasi perjudian dilakukan dengan tujuan semata-mata untuk kepentingan umum berdasarkan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, pasal-pasal dari Undang-Undang yang dimohonkan pengujian tidak bertentangan dengan prinsip kebebasan masyarakat untuk menjalankan agamanya serta kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya, sehingga tidak bertentangan dengan konstitusi,” ungkap salah stau hakim konstitusi saat membacakan putusan.
Selanjutnya, Mahkamah juga tidak sependapat dengan dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa omzet perjudian adalah sangat banyak dan bermanfaat bagi negara. Menurut Mahkamah, meskipun negara memerlukan anggaran biaya yang banyak, hal tersebut tidak berarti bahwa untuk mendapatkan biaya yang banyak itu harus dengan menghalalkan segala cara, termasuk melegalkan perjudian. Oleh karena itu, menurut Mahkamah dalil-dalil para Pemohon tersebut tidak beralasan hukum.
Sedangkan terhadap dalil Pemohon yang mempersoalkan pemberian izin perjudian di wilayah Indonesia, menurut Mahkamah bukanlah kewenangannya untuk menguji dan menilai hal tersebut. Sehingga dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan, menolak seluruh permohonan Pemohon. “Dalil-dalil para Pemohon dalam pokok permohonan tidak terbukti menurut hukum,” ucap Ketua MK Moh. Mahfud MD. (Dodi/mh)

0 komentar:

Posting Komentar