Rabu, 13 April 2011

MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang Seluruh TPS Se-Kabupaten Tebo



Hamdi selaku Pemohon berjabat tangan erat dengan Kuasa Hukumnya, Heru Widodo sesuai pembacaan putusan PHPU Daerah Kab. Tebo yang memerintahkan pemungutan suara ulang, Rabu (13/4) di Ruang Sidang Pleno MK.

Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menggelar sidang pembacaan putusan perkara PHPU Kabupaten Tebo, Jambi, Selasa (13/4) di gedung MK. Sidang pembacaan putusan yang dipimpin Ketua MK Moh. Mahfud MD ini digelar setelah Mahkamah menyidangkan perkara ini selama tujuh kali. Pada sidang kali ini, MK memutuskan memerintahkan pemungutan suara ulang seluruh TPS se-Kabupaten Tebo.
”Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tebo untuk melakukan  pemungutan suara ulang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tebo Tahun 2011 di  seluruh TPS se Kabupaten Tebo,” tegas Moh Mahfud MD saat membacakan amar putusan. Selain itu, Mahkamah juga memerintahkan KPU, Bawaslu, KPU Provinsi Jambi, dan Panwaslu Kabupaten Tebo mengawasi pemungutan suara ulang tersebut sesuai dengan kewenangannya.

Dalam amar putusan yang dibacakan langsung Moh. Mahfud MD tersebut juga dinyatakan bahwa Mahkamah menolak eksepsi Pihak Terkait dan membatalkan berlakunya Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilukada di Tingkat  Kabupaten oleh KPU Kabupaten Tebo Nomor 6/BA KPUTB/2011, tanggal 15 Maret 2011 yang ditetapkan oleh Termohon (KPU Kabupaten Tebo).
Berdasar bukti dan kesaksian para saksi, Mahkamah menyampaikan pertimbangan hukumnya. Terkait dengan adanya pertemuan Yopi Muthalib dengan Pengurus Lembaga Adat se-Kecamatan VII Koto dalam rangka para camat mengarahkan agar memilih pasangan Yopi-Sapto dan masing-masing peserta yang hadir mendapatkan uang saku sebesar 100 ribu rupiah, Mahkamah berpendapat memang benar telah terjadi pertemuan antara Pengurus Lembaga Adat se-Kecamatan VII Koto yang difasilitasi oleh Camat VII Koto. Hal tersebut dibuktikan lagi dengan adanya bukti surat yang diberi tanda Bukti P-108, yaitu surat undangan dari Lembaga Adat Melayu Jambi Kecamatan VII Koto yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Lembaga Adat Melayu Jambi Kecamatan VII Koto dan diketahui oleh Camat VII Koto, yaitu Romi dengan agenda acara membicarakan hal-hal yang dianggap perlu disertai catatan tersedianya konsumsi dan uang transport. ” Namun demikian, apakah kejadian tersebut merupakan pelanggaran prinsip Pemilukada yang Luber dan Jurdil haruslah dikaitkan dengan fakta-fakta yang lain yang berkaitan,” jelas hakim konstitusi.
Selanjutnya Mahkamah berpendapat penggunaan  marching band SMPN 3 Rimbo Bujang untuk kepentingan kampanye adalah jelas-jelas telah melanggar ketentuan, menurut Mahkamah, marching band SMPN 3 Rimbo Bujang merupakan bagian dari fasilitas sekolah yang dalam pengadaan marching band tersebut menggunakan anggaran pemerintah sehingga dilarang digunakan untuk keperluan kampanye. Lagipula pelibatan anak-anak dalam parade kampanye adalah melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karenanya, dalil Pemohon tersebut terbukti menurut hukum.
Terbukti pula menurut Mahkamah, Camat VII Koto, Camat Rimbo Bujang,  Camat Rimbo Ulu, Camat Tebo Ilir, telah secara aktif menghadiri berbagai acara di wilayahnya atau memberikan kemudahan bagi Tim Pasangan Pihak Terkait dalam kampanyenya. Walaupun acara konsolidasi PDI-P selaku Tim Pemenangan Pihak Terkait di Aula Kecamatan VII Koto dibubarkan, namun terdapat fakta yang tidak dapat dibantah bahwa Camat VII Koto telah memfasilitasi dan memberi kemudahan bagi Tim Pihak Terkait untuk menggunakan fasilitas-fasilitas negara untuk kepentingan pasangan calon. Demikian juga tindakan Camat Rimbo Bujang, Camat Rimbo Ulu, Camat Tebo Ilir yang menghadiri berbagai acara kemasyarakatan pada saat masa kampanye yang dirangkaikan dengan fakta-fakta lain dalam perkara ini.
Sedangkan mengenai dalil Bupati Kabupaten Tebo telah membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan atau setidak-tidaknya Bupati Tebo telah membiarkan para pejabatnya untuk ikut aktif dalam pemenangan pasangan calon nomor urut 3 juga terbukti. Hal yang terbukti pula mengenai konsolidasi pemenangan Pihak Terkait yang melibatkan camat, kepala desa, dan PNS dan pelanggaran yang lainnya. Sedangkan beberapa dalil yang diajukan Pemohon juga oleh Mahkamah juga dianggap tidak terbukti.
Mahkamah juga menemukan pelibatan PNS terutama camat dan kepala desa secara terstruktur, sistematis, dan masif dalam Pemilukada Kabupaten Tebo untuk memenangkan Pihak Terkait. Tindakan tersebut adalah tindakan yang melanggar prinsip Pemilu yang Luber dan Jurdil. Mahkamah konsisten dengan putusan-putusan sebelumnya yang tidak memberi toleransi pelanggaran yang secara terstruktur dengan melibatkan pejabat dan PNS dalam Pemilukada untuk memenangkan salah satu pasangan calon.
Akhirnya dalam akhir pertimbangannya, MK menyatakan”Terdapat fakta hukum dan peristiwa yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya yang meyakinkan Mahkamah bahwa terdapat pelanggaran-pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif dalam penyelenggaraan Pemilukada di Kabupaten Tebo. Oleh karena itu, Mahkamah memutuskan memerintahkan kepada Termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang Pemilukada Kabupaten Tebo Tahun 2011.”
Terkait dengan pelaksanaan putusan ini, Mahkamah juga memerintahkan melaporkan kepada MK hasil pemungutan suara ulang tersebut selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan ini diucapkan. (Yusti Nurul Agustin/Miftakhul Huda)

sumber:

Rabu, 06 April 2011

UU Penertiban Perjudian Konstitusional

Jakarta, MKOnline - Larangan perjudian tidak mengakibatkan adanya pembatasan dan tidak menghalangi hak setiap orang untuk memajukan dirinya, hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif serta hak untuk mendapat perlakuan hukum yang adil. “Karena, menurut nilai yang diterima oleh masyarakat, berjudi adalah perbuatan yang tidak baik,” demikian ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan No. 21/PUU-VIII/2010 yang dibacakan pada Rabu (6/4) sore, di ruang sidang pleno MK. Pendapat ini dikemukakan oleh MK setelah menguji Undang-Undang tentang Penertiban Perjudian dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pemohon dalam perkara tersebut adalah seorang buruh, Suyud, dan Liem Dat Kui, seorang wiraswasta. Dalam permohonannya, mereka berpandangan bahwa UU tersebut bersifat diskriminatif. Alasannya, permainan judi merupakan kebiasaan masyarakat. Dan, tidak hanya itu, menurut mereka, perjudian bermanfaat bagi masyarakat karena memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan pendapatan negara melalui pajak. Sehingga, dalam permohonannya, mereka menguji Pasal 303 ayat (1), (2), dan (3) KUHP dan Pasal 303 bis ayat (1) dan (2) KUHP serta Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU Penertiban Perjudian.
Namun, Mahkamah berpendapat berbeda. Menurut Mahkamah, meskipun judi telah lama dipraktikkan oleh banyak etnis di Indonesia, akan tetapi berjudi dianggap suatu perbuatan yang tidak baik menurut nilai-nilai masyarakat. Dalam hal ini, Mahkamah sependapat dengan Pemerintah dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), yang menyatakan bahwa larangan atau kriminalisasi perjudian dilakukan dengan tujuan semata-mata untuk kepentingan umum berdasarkan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, pasal-pasal dari Undang-Undang yang dimohonkan pengujian tidak bertentangan dengan prinsip kebebasan masyarakat untuk menjalankan agamanya serta kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya, sehingga tidak bertentangan dengan konstitusi,” ungkap salah stau hakim konstitusi saat membacakan putusan.
Selanjutnya, Mahkamah juga tidak sependapat dengan dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa omzet perjudian adalah sangat banyak dan bermanfaat bagi negara. Menurut Mahkamah, meskipun negara memerlukan anggaran biaya yang banyak, hal tersebut tidak berarti bahwa untuk mendapatkan biaya yang banyak itu harus dengan menghalalkan segala cara, termasuk melegalkan perjudian. Oleh karena itu, menurut Mahkamah dalil-dalil para Pemohon tersebut tidak beralasan hukum.
Sedangkan terhadap dalil Pemohon yang mempersoalkan pemberian izin perjudian di wilayah Indonesia, menurut Mahkamah bukanlah kewenangannya untuk menguji dan menilai hal tersebut. Sehingga dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan, menolak seluruh permohonan Pemohon. “Dalil-dalil para Pemohon dalam pokok permohonan tidak terbukti menurut hukum,” ucap Ketua MK Moh. Mahfud MD. (Dodi/mh)