Jakarta, MK Online - Permohonan Dirwan Mahmud yang mempersoalkan syarat-syarat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berakhir dinyatakan tidak diterima. Dirwan Mahfud adalah calon Bupati Bengkulu Selatan terpilih dalam Pemilukada Bengkulu Selatan Tahun 2008 untuk periode 2009-2014 yang dinyatakan batal demi hukum oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena terbukti yang bersangkutan tidak memenuhi syarat yakni “tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih”.
MK dalam putusan pengujian UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) menyatakan permohonan pengujian terkait pasal Pasal 58 huruf f tidak dapat diterima, sedangkan terkait Pasal 58 huruf h mengenai syarat ”mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya” ditolak, Selasa (20/4) di Gedung MK. Putusan Nomor 120/PUU-VII/2009 ini dibacakan oleh sembilan Hakim Konstitusi secara bergantian.
Dalam konklusi putusan, Mahfud menjelaskan bahwa MK menyatakan bahwa Substansi permohonan beserta alasan-alasan atas pengujian Pasal 58 huruf f UU 32/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU 12/2008 adalah sama dengan permohonan yang telah diputus dalam Perkara Nomor 4/PUUVII/2009 tanggal 24 Maret 2009. “Dalil-dalil Pemohon sepanjang mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 58 huruf h UU 32/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU 12/2008 tidak beralasan hukum,” jelasnya.
Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar menjelaskan bahwa terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa setelah ada putusan MK 4/PUU-VII/2009 tanggal 24 Maret 2009, yang bersifat final, berlaku umum dan mengikat secara umum telah mengecualikan Pemohon dari keterikatan sifat putusan tersebut. Mahkamah telah mengecualikan keikutsertaan Pemohon dalam pemungutan suara ulang sebagaimana disebutkan dalam putusan MK No.57/PHPU.D-VI/2008 tanggal 8 Januari 2009 oleh karena pada saat itu secara administratif merujuk pada Pasal 58 huruf f UU 32/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU 12/2008, Pemohon telah tidak memenuhi persyaratan sebagai Calon Kepala Daerah dalam Pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan. “Artinya Pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan telah dibatalkan keabsahannya oleh Mahkamah dan oleh karena sifat putusan Mahkamah adalah final dan mengikat dan putusan tersebut bukan merupakan putusan sela,” jelas Akil.
Tidak Dapat Menjadi “Novum”
Berdasarkan putusan MK No.4/PUU-VII/2009 tanggal 24 Maret 2009, lanjut Akil, telah terdapat tafsir baru atas Pasal 58 huruf f UU 32/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU 12/2008 yang bersifat konstitusional bersyarat. Akil menjelaskan dalam salah satu pertimbangan hukumnya MK menyatakan bahwa karena putusan Mahkamah bersifat final dan mengikat sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 1945 maka putusan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai bukti baru (novum) bagi Pemohon untuk dinyatakan memenuhi syarat dalam sengketa Pemilukada Bengkulu Selatan, sehingga kedua putusan Mahkamah tersebut tidak saling bertentangan karena sifat dari kedua putusan tersebut berbeda, yakni putusan terhadap kasus konkret dan putusan terhadap pengujian norma. “Dengan demikian, Putusan Nomor 4/PUU-VII/2009 tanggal 24 Maret 2009 tidak dapat menjadi alasan hukum untuk mengubah putusan Mahkamah dalam Perkara Nomor 57/PHPU.D-VI/2008 tanggal 8 Januari 2009,”paparnya.
Berdasarkan putusan MK No.4/PUU-VII/2009 tanggal 24 Maret 2009, lanjut Akil, telah terdapat tafsir baru atas Pasal 58 huruf f UU 32/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU 12/2008 yang bersifat konstitusional bersyarat. Akil menjelaskan dalam salah satu pertimbangan hukumnya MK menyatakan bahwa karena putusan Mahkamah bersifat final dan mengikat sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 1945 maka putusan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai bukti baru (novum) bagi Pemohon untuk dinyatakan memenuhi syarat dalam sengketa Pemilukada Bengkulu Selatan, sehingga kedua putusan Mahkamah tersebut tidak saling bertentangan karena sifat dari kedua putusan tersebut berbeda, yakni putusan terhadap kasus konkret dan putusan terhadap pengujian norma. “Dengan demikian, Putusan Nomor 4/PUU-VII/2009 tanggal 24 Maret 2009 tidak dapat menjadi alasan hukum untuk mengubah putusan Mahkamah dalam Perkara Nomor 57/PHPU.D-VI/2008 tanggal 8 Januari 2009,”paparnya.
Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa karena Pemohon telah memenuhi persyaratan formal sesuai dengan putusan MK No.4/PUU-VII/2009 tanggal 24 Maret 2009, jelas Akil, maka seharusnya Pemohon dapat ditetapkan sebagai Bupati Bengkulu Selatan Periode 2009-2014 berdasarkan putusan Mahkamah yang bersifat retroaktif. Dalam putusa MK No.57/PHPU.D-VI/2008 tanggal 8 Januari 2009, amarnya memerintahkan pemungutan suara ulang selambat-lambatnya satu tahun sejak putusan ini diucapkan, yakni 8 Januari 2010. “Menurut Mahkamah, sepanjang rezim Pasal 58 huruf f UU 32/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU 12/2008 masih berlaku (sesuai dengan tanggal Putusan 8 Januari 2009) maka Pemohon atau siapa saja yang terkena ketentuan administratif tersebut tidak memenuhi syarat untuk menjadi calon kepala daerah,” ujarnya.
Sedangkan mengenai konstitusionalitas Pasal 58 huruf f UU 32/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU 12/2008 pun sudah final dan mengikat yakni tetap konstitusional sepanjang dimaknai sebagaimana putusan No.4/PUU-VII/2009 tanggal 24 Maret 2009. “Dengan demikian, permohonan yang mempersoalkan konstitusionalitas pasal a quo menjadi kehilangan relevansinya karena meskipun menggunakan alasan konstitusional yang berbeda tetapi Mahkamah tidak menemukan alasan hukum yang tepat untuk menguji kembali konstitusionalitas pasal a quo,” tukasnya.
Sedangkan terkait pengujian syarat harus ”mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya” menurut Mahkamah adalah wajar dan rasional apabila dipersyaratkan bahwa calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus orang yang kenal dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya. “Rumusan pasal a quo justru diperlukan agar jangan sampai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah calon yang dipaksakan kehadirannya tanpa perlu mengenal dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya seperti praktik pemilihan kepala daerah pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Terlebih lagi hal tersebut bukan persoalan konstitusionalitas norma, tetapi merupakan pilihan kebijakan dari pembentuk Undang-Undang.” tegas hakim konstitusi.
Alasan dan Pendapat Berbeda
Dalam putusan ini, Wakil Ketua MK Ahmad Sodiki mengajukan alasan berbeda (concurring opinion). Menurut Sodiki, jika KPU Kabupaten Bengkulu Selatan menyelenggarakan Pemilukada sesuai dengan persyaratan administratif ketentuan Pasal 58 huruf f UU 32/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU 12/2008 dalam putusan No.4/PUU-VII/2009 tetap sah. Hal itu, lanjut Sodiki, karena hal itu sebagai amanat Undang-Undang c.q. Putusan No.4/PUU-VII/2009. Di samping itu tentu banyak faktor yang sudah berubah, jumlah pemilih yang berhak memilih, calon kepala daerah baru yang memungkinkan diusulkan oleh partai-partai, ketentuan baru atas dasar Putusan Mahkamah mengenai Pengawas Pemilu. “Jika hal tersebut dipertimbangkan, hal itu objektif dan lebih baik daripada kembali kepada persyaratan lama, yaitu Pasal 58 huruf f UU 32/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU 12/2008,” tutur Sodiki.
Dalam putusan ini, Wakil Ketua MK Ahmad Sodiki mengajukan alasan berbeda (concurring opinion). Menurut Sodiki, jika KPU Kabupaten Bengkulu Selatan menyelenggarakan Pemilukada sesuai dengan persyaratan administratif ketentuan Pasal 58 huruf f UU 32/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU 12/2008 dalam putusan No.4/PUU-VII/2009 tetap sah. Hal itu, lanjut Sodiki, karena hal itu sebagai amanat Undang-Undang c.q. Putusan No.4/PUU-VII/2009. Di samping itu tentu banyak faktor yang sudah berubah, jumlah pemilih yang berhak memilih, calon kepala daerah baru yang memungkinkan diusulkan oleh partai-partai, ketentuan baru atas dasar Putusan Mahkamah mengenai Pengawas Pemilu. “Jika hal tersebut dipertimbangkan, hal itu objektif dan lebih baik daripada kembali kepada persyaratan lama, yaitu Pasal 58 huruf f UU 32/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU 12/2008,” tutur Sodiki.
Sedangkan Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi yang mengajukan Pendapat Berbeda (dissenting opinion). Menurut Arsyad, perkara yang diujikan nyata-nyata memiliki latar belakang dan alasan konstitusional yang berbeda sehingga karenanya pengujian Pasal 58 huruf f Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah meskipun telah dilakukan pengujian di hadapan Mahkamah sebanyak dua kali yakni dalam perkara No.14-17/PUU-V/2007 tanggal 11 Desember 2007 dan dalam perkara No.4/PUU-VII/2009 tanggal 24 Maret 2009. “Akan tetapi, perkara a quo tidak dapat dikualifikasi sebagai nebis in idem atau dengan kata lain Mahkamah tetap berwenang memeriksa, mengadili dan memutus permohonan a quo,” tandasnya. (Lulu Anjarsari)
0 komentar:
Posting Komentar