Senin, 04 Juni 2012

Mahkamah Kabulkan Permohonan Pengusaha Tambang Skala Kecil dan Menengah


Pengujian materi UU Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Menirba) yang diajukan oleh Johan Murod, Zuristyo Firmadata, Nico Plamonia, dan Johardi, setelah dua tahun lebih, akhirnya diputus oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Para Pemohon adalah pengusaha pertambangan timah yang tergabung dalam Assosiasi Pengusaha Timah Indonesia (APTI) dan Asosiasi Tambangan Rakyat Daerah (ASTRADA) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Materi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diujikan yaitu Pasal 22 huruf f, Pasal 38, Pasal 52 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 58 ayat (1), Pasal 61 ayat (1), Pasal 75 ayat (4), Pasal 172, dan Pasal 173 ayat (2).

Mahkamah dalam amar putusan menyatakan mengabulkan sebagian permohonan. “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Pleno Hakim MK Moh. Mahfud MD dalam sidang dengan agenda pengucapan putusan Nomor 30/PUU-VIII/2010, Senin (4/6/2012) di ruang sidang pleno lt. 2 gedung MK.

Mahkamah kemudian menyatakan pengujian Pasal 22 huruf f, Pasal 52 ayat (1), Pasal 169 huruf a, dan Pasal 173 ayat (2) UU Minerba tidak dapat diterima. Sedangkan untuk Pasal 55 ayat (1) sepanjang frasa “dengan luas paling sedikit 500 (lima ratus) hektare dan”, Pasal 61 ayat (1) sepanjang frasa “dengan luas paling sedikit 5.000 (lima ribu) hektare dan”, Mahkamah menyatakan frasa tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Mahkamah juga menyatakan frasa “dengan cara lelang” dalam Pasal 51, Pasal 60, dan Pasal 75 ayat (4) UU Minerba bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai, “lelang dilakukan dengan menyamakan antarpeserta lelang WIUP dan WIUPK dalam hal kemampuan administratif/manajemen, teknis, lingkungan, dan finansial yang berbeda terhadap objek yang akan dilelang.

Mahkamah dalam pendapatnya menyatakan, ketentuan Pasal 22 huruf a sampai dengan huruf e UU Minerba dapat diberlakukan secara kumulatif atau alternatif sesuai dengan kondisi daerah masing-masing yang penetapannya mengacu pada mekanisme yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 23 UU Minerba beserta Penjelasannya. Oleh karena itu, dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia, norma tersebut sudah tepat dan tidak bertentangan dengan UUD 1945, sehingga dalil permohonan tidak terbukti menurut hukum. Begitu pula dalil Pemohon mengenai berlakunya ketentuan Pasal 38 huruf a UU Minerba, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon tidak terbukti secara hukum.

Para Pemohon dalam permohonannya mendalilkan frasa “dengan cara lelang” dalam Pasal 51, Pasal 60, dan Pasal 75 ayat (4) UU Minerba telah memperlemah posisi dan daya saing para Pemohon sebagai pengusaha kecil/menengah terhadap pengusaha/pemilik modal besar dan pemilik modal asing. Mahkamah berpendapat, untuk memberikan kepastian hukum dan peluang berusaha secara adil di bidang pertambangan, menurut Mahkamah, frasa “dengan cara lelang” dalam Pasal 51, Pasal 60, dan Pasal 75 ayat (4) UU 4/2009 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai lelang dilakukan dengan menyamakan antarpeserta lelang WIUP dan WIUPK dalam hal kemampuan administratif/manajemen, teknis, lingkungan, dan finansial yang berbeda terhadap objek yang akan dilelang.

Kemudian dalil para Pemohon mengenai penetapan luas minimum wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) Eksplorasi yang ditetapkan dalam Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (1) UU Minerba merugikan hak-hak konstitusional pengusaha pertambangan kecil dan menengah. Mahkamah berpendapat bahwa batas luas minimal 500 hektare dan 5.000 hektare akan mereduksi atau bahkan menghilangkan hak-hak para pengusaha di bidang pertambangan yang akan melakukan eksplorasi dan operasi produksi di dalam WIUP. Sebab belum tentu di dalam suatu WIUP tersedia luas wilayah eksplorasi minimal 500 dan 5.000 hektare, apalagi jika sebelumnya telah ditetapkan WPR dan WPN.

Sedangkan mengenai dalil Pemohon pada pengujian Pasal 172 UU Minerba, Mahkamah berpendapat, dalil-dalil para Pemohon tidak terbukti menurut hukum. Para Pemohon mendalilkan konstitusionalitas Pasal 169 huruf a dan Pasal 173 ayat (2) UU Minerba, namun tidak dimohonkan dalam petitum, sehingga dalil permohonan Pemohon tersebut dikesampingkan oleh Mahkamah. (Nur Rosihin Ana)
 

0 komentar:

Posting Komentar