Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang permohonan Partai Demokrat (PD)
mengenai perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di gedung MK, Jumat (22/5)
pukul 10.00 WIB. Sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini dilakukan
Panel Hakim II yang dipimpin A. Mukhtie Fadjar dengan anggota Muhammad Alim dan
Maria Farida Indrati.
Tampak hadir dalam persidangan, Tim Advokasi Hukum DPP-Partai Demokrat,
yakni Amir Syamsuddin, Yosef B. Badoeda, Wahyudin, Utomo A. Karim, Didi Irawadi
Syamsuddin, Inu Kertapati dan lainnya. Hadir pula Jaksa Pengacara Negara (JPN)
Purwani Utami, Ifan Damanik dan Nur Tamam mewakili KPU dan KPU dari berbagai
daerah sebagai Turut Termohon juga hadir, yakni dari KPU Cilacap, Semarang,
Magelang Jawa Tengah, Sumba Barat Daya, Ende NTT, Ronte Dao, Sumenep, Surabaya
dan Madiun, dan Dapil VIII, Batam, Samosir Sumatera Utara, dan Manado.
Persidangan sesi pertama ini diagendakan sampai pukul 11.30 WIB. Atas kesempatan
yang diberikan hakim, Amir Syamsuddin, Koordinator Tim menyampaikan pokok-pokok
permohonan dengan uraian permasalahan di masing-masing dapil yang
diperselisihkan. Kuasa Partai Demokrat juga menyampaikan perbaikan sistematika
permohonan dan substansi kecil dalam persidangan.
PD Sengketakan Perolehan Suaranya di 39 Dapil
Partai Demokrat mempersoalkan penetapan dan pengumumam KPU mengenai hasil
pemilu anggota legislatif 9 Mei lalu di 39 daerah pemilihan (dapil) di
Indonesia. Dalil-dalil Pemohon yang disusun dan dikemukakan dalam persidangan
dalam sistematikanya terbagi dalam tiga kelompok, yakni untuk pemilu DPR, DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupatan/Kota. Untuk pemilu anggota DPR, semula Pemohon
mengemukakan 6 dapil, akan tetapi kemudian di Dapil X Jawa Timur dikeluarkan
dari permohonan, karena menurut Pemohon overlapping dengan Dapil II Jawa
Timur.
Sebagaimana permohonan yang dibacakan di persidangan, di Dapil X Jawa
Timur, berdasar data KPU, Partai Demokrat memperoleh 436.555 suara, sedangkan
PAN 105.872 suara. Sedangkan perolehan Partai Demokrat menurut versinya adalah
436.555, sedangkan PAN tidak memperoleh suara sama sekali. Atas kejanggalan
tersebut, Muktie mengklarifikasi angka tersebut. ”Apakah masuk akal, PAN hanya
mendapat 1 suara?” tanya Mukhtie kepada kuasa Pemohon. ”Soalnya anda harus
membuktikan hilangnya 105.872 suara? Jadi, harus masuk akal juga permohonan,”
lanjut Muktie meminta kejelasan. Akhirnya Pemohon mengeluarkan Dapil X sebagai
daerah yang disengketakan. ”Dapil X tidak jadi, tolong dicatat ya,” tegas
Muktie dalam sidang.
Kemudian, untuk dapil Sulawesi Tengah, Pemohon menyatakan menurut KPU
perolehan Partai Demokrat 213.637 suara, seharusnya 221.595 suara. Hal ini
mempengaruhi kursi, karena terdapat selisih 7.958 suara. Menurut Pemohon
terjadi pengurangan suara Partai Demokrat khususnya caleg nomor urut 1 antara
TPS dengan PPK di Kec. Dolo, Sindue Tobata, Sindue Induk, Sojol, Banawa pada
dapil Kab Donggala sebesar 4.9333 suara. Saat ditanya Mukhtie berapa kursi yang
didapat di Sulteng, kuasa Partai Demokrat menyatakan memperoleh 1 kursi.
”Dengan klaim ini, maka menurut Partai Demokrat dapat 2, maka itu perlu di
pertegas. Jadi 1 dan 2 tidak mungkin kursi sendiri-sendiri,”ujar Muktie.
Selanjutnya, untuk dapil III Jawa Timur, menurut KPU suara Partai Demokrat
sebesar 213.063 suara, sedangkan PAN memperoleh 105.872 suara. Menurut Pemohon,
terjadi penggelembungan suara PAN yang dilakukan oknum KPU Provinsi Jawa Timur.
Seharusnya Partai Demokrat memperoleh 223.288 suara, sedangkan PAN mendapatkan
34.000 suara. Hal ini mempengaruhi perolehan kursi Partai Demokrat dari dapil III
Jawa Timur dengan kehilangan 1 kursi.
Di dapil Bengkulu, suara Partai Demokrat menurut KPU Provinsi adalah
168.963, namun menurut KPU sebesar 148.963 suara. Menurut Pemohon, peolehan
Partai Demokrat seharusnya 168.963 sebagaimana ditetapkan KPU Provinsi Bengkulu
karena sesuai yang ditetapkan KPU kabupaten. Menurut Pemohon, ada
penggelembosan suara Partai Demokrat di Kab. Kaur. Menurut Pemohon, di Dapil
ini Partai Demokrat memperoleh 1 kursi dan menghendaki 2 kursi.
Di dapil Sumatera Utara II, suara Partai Demokrat menurut KPU 209.571
suara. Menurut Pemohon, suara tersebut lebih banyak dari jumlah DPT sebanyak
198.000 suara, sehingga peringkat Pemohon turun menjadi nomor urut 4.
Kemudian, untuk dapil Papua, menurut data KPU, Partai Demokrat memperoleh
337.302 suara, seharusnya memperoleh 387.152 suara. Hal ini terjadi karena ada
pengurangan suara di Kab. Paniai dan Dogiai atas nama caleg Nomor 10 sebesar 29.022
suara, dan di Kab. Yahukimo caleg Nomor 5 sebesar 25.547. Hal ini menurut
Pemohon mempengaruhi kursi Partai Demokrat di Papua.
Untuk pemilu DPR Provinsi, terdapat tiga dapil yang dipermasalahkan, yaitu
dapil VI NTT I, menurut KPU Ende, suara Partai Demokrat sebesar 4.454 suara,
menurut versi Partai Demokrat seharusnya 4.551 suara, sehingga mempengaruhi
perolehan kursinya atas nama caleg Nomor 2 yang kehilangan 1 kursi. Kemudian,
di dapil IV Papua, menurut KPU perolehan Partai Demokrat adalah 0 suara,
seharusnya menurut Pemohon perolehannya adalah 4.026 suara. Hal ini terjadi
karena ada pengurangan suara Partai Demokrat di Distrik Kella dan diberikan
kepada PIS dan PAN.
Selanjutnya, di dapil II Sulawesi Tenggara, perolehan Partai Demokrat di Kab.
Konawe dan Konawe Utara menurut form DC Prov. Sulawesi Tenggara sebesar 24.757
suara, sedangkan PAN 27.790 suara. Menurut Pemohon, Partai Demokrat memperoleh
21.721, sedangkan PAN memperoleh 24.237 suara. Menurut Pemohon, penggelembungan
suara PAN diduga dilakukan oknum KPUD Sulawesi Tenggara.
Kemudian, di samping pemilu DPR dan DPRD Provinsi, Pemohon juga keberatan
untuk pemilu anggota DPRD Kabupaten/Kota. Pemohon umumnya dalam dalil-dalil
permohonannya merasa kehilangan satu kursi di dapil-dapil tersebut. Pemohon
juga mengklaim terjadinya penggelembungan suara yang dilakukan partai lain,
pengurangan suaranya di tingkat PPK dan KPU Kabupaten/Kota, dan adanya
kesalahan penjumlahan suara.
Beberapa dapil yang disengketakan dan dibacakan di persidangan, yakni dapil
3 Kab. Sidrap Sulsel, dapil 3 Kab. Ketapang, dapil 2 Kab. Pulang Pisau Kalteng,
dapil 3 Bitung Sulut, dapil 1 Kota Manado, dapil Kab. Minahasa Utara, dapil 3
Kab. Lahat, dapil 2 Kota Sibolga, dapil 3 Kab. Samosir, dapil 2 Kab. Batubara,
dapil 5 Kab. Sumenep, dapil 3 Kota Surabaya, dapil 5 Kab. Jember, dapil Kab.
Cilacap, dapil 5 Kab Magelang, dapil 3 Kota Semarang, dapil 6 Kota Bekasi,
dapil 4 Kab. Aceh Utara, dapil 1 Kota Subussalam Aceh, dapil 2 Kab. Dompu,
dapil 1 Sumba Barat Daya, dapil 2 Kab. Rote Ndao, dapil 1 Kab Rote Ndao, dapil
2 Kab Memberamo Tengah, dapil 3 Kab. Memberamo Tengah, dapil 3 Kab Mammasa, dan
dapil 3 Kota Batam, dan Dapil 1 Kab. Nias Selatan.
Untuk permohonan di dapil II Sumatera Utara.di-drop karena kesalahan
sistematika, sebab di dapil tersebut telah masukkan sengketa anggota DPR.
Sedangkan di Dapil Nabire dikeluarkan dari permohonan, karena menurut Pemohon,
data pendukungnya tidak lengkap.
Perbaikan permohonan terdapat kejanggalan teknis berdasar permohonan lama
saat dibacakan. Atas hal demikian, Muktie menasihati, ”Yang baru belum ada ya?
Jadi yang baru harap diserahkan setelah jum’atan.Untuk perbaikan, harap
dicocokkan dengan permohonan yang lama, biar tidak ada penyelundupan dapil
baru. Yang keliru-keliru kecil tadi juga diperbaiki.”
Ketua Panel Hakim Muktie Fadjar kemudian melakukan skors pada pukul
11.30 WIB dan sidang dilanjutkan untuk sesi kedua dengan agenda jawaban
Termohon dan Turut Termohon yang dimulai kembali sekitar jam 14.00 WIB.
KPU Surabaya Minta Permohonan PD Dikabulkan
Di dapil 3 Kota Surabaya di Kec. Rungkut, Partai Demokrat mengklaim
memperoleh 294 suara, sedangkan versi KPU memperoleh 220 suara. Pengurangan
sebesar 74 suara berakibat akibat kehilangan 1 kursi, sehingga Partai Demokrat
dalam permohonan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) menuntut suara yang
benar adalah 294 suara. Menanggapi keberatan perolehan suara ini KPU Surabaya
justru dalam keterangannya memohon permohonan ini dikabulkan.
Partai Demokrat pada sesi pertama sekitar pukul 10 WIB membacakan
pokok-pokok permohonannya di 37 dapil, termasuk di dapil 3 Surabaya pada
pemeriksaan pertama, Jumat (22/5). Sidang diteruskan pada sesi kedua setelah shalat
jum’at dengan dengan agenda mendengar jawaban Termohon/Turut Termohon.
Partai Demokrat kuasanya Amir Syamsuddin dkk dan dihadiri pula kuasa KPU
dari Jaksa Pengacara Negara (JPN), dan KPU dari berbagai daerah. Beberapa KPU
dari daerah yang hadir dan siap dengan tanggapan memberikan keterangan
bergantian pada sidang sengketa hasil pemilu (PHPU) ini. Salah satu anggota KPU
dari daerah yang memberikan keterangan adalah KPU Surabaya yang terkait
persoalan di dapil 3 Kota Surabaya.
Eko Sasmito, anggota KPU Kota Surabaya memberi tanggapan atas keberatan di
dapil 3 kota tersebut yang diklaim adanya pengurangan suara. Eko Sasmito
menyampaikan duduk persoalannya dengan cukup tenang. Eko menyatakan permohonan
Pemohon tidak terperinci dan hanya mendalilkan uraian fakta secara umum.
”Menanggapi gugatan Partai Demokrat, pertama gugatan ini membingungkan, karena
tidak detil. Kemudian, gugatan ini sangat umum,” jelasnya.
Lebih lanjut, Eko mengemukakan dengan berdasar dalil yang dikemukakan
Partai Demokrat dalam permohonannya, khususnya di Kec. Rungkut, semestinya
suara Partai Demokrat adalah lebih besar, bukan sebagaimana didalilkan. ”Maka
dengan cara berpikir Partai Demokrat di dapil 3, khususnya Kec. Rungkut yang mendapatkan
294 suara. Padahal menurut catatan kita, Partai Demokrat semestinya mendapatkan
10.149 suara. "Ini ada beberapa ketidakkonsisten,” ujar Eko Sasmito dengan
tenang memberikan keterangan.
Amir Syamsuddin menanggapi keterangan KPU Surabaya, menurutnya di dapil 3
Kota Surabaya yang diperkarakan adalah hanya di Kec. Rungkut dengan 294 suara
itu. ”Tolong dibaca, walaupun permohonan singkat, jadi 293 suara itu hanya di Kec.
Rungkut,” kata advokat senior ini.
Kemudian selain klaim suara yang justru jauh lebih kecil dari yang
seharusnya didapatkan, menurut Eko di persidangan, bermula dari dicantumkannya
suara dan nama partai yang tidak memiliki calon di legislatif. Perubahan
dilakukan setelah KPU Surabaya mendapatkan petunjuk KPU Pusat untuk menghilangkan
partai-partai tersebut. Dengan tidak menghitung partai tersebut, berpengaruh
besar terhadap perolehan Partai Demokrat.
”Sehingga partai yang tidak memiliki calon legislatif nilainya nol,
sehingga suara sah berkurang. Maka Karena suara sah berkurang, maka BPP menjadi
berkurang. Pada saat BPP berkurang perolehan sisa suara yang dipersolkan Partai
Demokrat menjadi naik,” jelas Eko.
Selanjutnya, Eko juga mengemukakan berdasar Keputusan KPU, partai yang
tidak memiliki calon di parlemen maka tidak sah. Rekap di tingkat II ada
kekeliruan nama dan suara ini masih dicantumkan. Oleh KPU minta dinol-kan.
Bersama dengan Panwas kita sudah menjadikan tidak sah. Sehingga jumlah suara
sah menjadi menurun karena suara partai yang dinol-kan tersebut. Sehingga
Partai Demokrat yang mendapatkan kursi dengan kekeliruan tersebut.
Rugikan Diri Sendiri
Hal demikian menurut Eko ternyata menguntungkan Partai Demokrat sehingga
memperoleh kursi. Permohonan PHPU oleh Partai Demokrat saat ini di dapil 3
Surabaya justru merugikan diri sendiri, karena dengan menghilangkan suara
partai menjadi nol yang tidak memiliki calon di legislatif maka justru Partai
Demokrat diuntungkan dengan itu. Dengan menjadikan suara tidak sah, jumlah
suara sah menjadi menurun.
”Penetapan perolehan kursi oleh KPU Surabaya yang dilupakan bahwa yang
memberikan suara adalah teman-teman Partai Demokrat. Sehingga gugatan ini tidak
perlu ada. Karena kalau gugatan diterima, saya pikir sangat merugikan Partai
Demokrat. Sehingga suara Partai Demokrat menjadi sangat minim menjadi 294,”
jelasnya.
Berdasarkan proses persidangan terungkap berdasarkan kesaksian KPU Surabaya
bahwa di dapil III Kota Surabaya, tidak hanya Rungkut saja, akan tetapi terdiri
dari beberapa kecamatan, yakni Rungkut, Sukolilo, Mulyorejo, Gununganyar dan
Tenggilis Mejoyo. Sedangkan 10.149 suara yang dikemukakan KPU Surabaya itu
hanya di Kec. Rungkut saja, sedangkan penghitungan versi Partai Demokrat justru
294 suara. ”Jadi Rungkut dapat 10.145 suara. Kalo Pemohon minta ditulis 294
gakpapa,” ujar Eko di persidangan.
Eko menambahkan Kec. Rungkut itu mendapat 3 kursi. Di dapil 3 Kota Suara
itu Partai Demokrat mendapatkan 39.985 suara. Menurutnya yang dipersoalkan
kuasa Pemohon adalah tidak ada yang dipersoalkan, karena partai ini yang
mendapat kursi. Eko tercatat berkali-kali mengemukakan jika MK mengabulkan
dengan menurunkan suara Partai Demokrat sesuai versinya sendiri adalah tidak
menjadi masalah.
Sebagai pihak yang dituntut, terhitung Eko beberapakali justru meminta
permohonan dikabulkan. Bertahannya pendirian kuasa Pemohon atas perolehan 294
suara di Kec. Rungkut, ditanggapi KPU Surabaya dengan memohon agar permohonan
yang yang sengketakan dikabulkan. “Saya meminta gugatan ini dikabulkan”, Eko
meminta kepada penel hakim II. Pada akhir keterangannya, ia juga kembali
memohon mengabulkan gugatan Partai Demokrat yang mengklaim 294 suara tersebut.
KPU Semarang Anggap PD Klaim Suara Lebih Kecil
Sidang lanjutan pemeriksaan perkara permohonan Partai Demokrat
mengagendakan jawaban oleh KPU maupun KPU dari Daerah, pada Jumat (22/5). Sidang
Panel Hakim II ini kembali dipimpin A. Mukhtie Fadjar.
Sidang kali ini menentukan bagi semua pihak, karena ukuran kebenaran awal
permohonan ditentukan apakah KPU membenarkan atau menolaknya. Muktie setelah
membuka persidangan, kemudian mempersilahkan KPU untuk memberikan jawaban dan
juga terhadap KPU dari beberapa daerah untuk mengemukakan data pembanding.
Tampak hadir dalam persidangan, Tim Advokasi Hukum DPP-Partai Demokrat,
Amir Syamsuddin dkk, kuasa KPU, dan kuasa/anggota KPU dari berbagai daerah
yakni dari KPU Cilacap, Semarang, Magelang Jawa Tengah, Sumba Barat Daya, Ende
NTT, Ronte Dao, Sumenep, Surabaya dan Madiun, dan Dapil VIII, Batam, Samosir
Sumatera Utara, dan Manado.
KPU Semarang yang telah siap memberikan keterangan kedua merasa tidak
mengerti dengan keberatan yang diajukan oleh Partai Demokrat di dapil III Kota
Semarang. Menurutnya, data yang dikemukan Partai Demokrat tidak jelas dan
bahkan justru suara Pemohon yang berkurang. “Justru data yang disampaikan
Pemohon suara berkurang dengan data yang kami sajikan, baik C-1 di setiap TPS,
maupun data lampiran DA-B dan lampiran DA-1,” jelas wakil KPU Semarang.
Perwakilan KPU Semarang juga membeber data yang diklaim suara PD adalah
justru lebih kecil dari yang ditetapkan KPU. Beberapa contoh di Kelurahan
Muktiharjo di beberapa TPS banyak suara yang dikemukan Pemohon berkurang.
“Sebagai contoh, di Kel. Muktiharjo Kidul, pada TPS 18, justru data versi
PD, ia hanya memperoleh 7, sedangkan versi KPU pada TPS 18, justru Partai
Demokrat memperoleh 27. Dari dasar ini menjadi dasar rekap pada lampiran DA-B
dan DA-1, sehingga justu terjadi pengurangan perolehan suara oleh Pemohon
sendiri,” jelasnya.
“Sebuah contoh lagi, Di TPS 30, Partai Demokrat memperoleh 55, pada C-1
versi KPU justru Partai Demokrat memperoleh 56. Kemudian, pada TPS 34, Pemohon
menyebut perolehannya adalah 52, justru C-1 dan DA-B yang ada pada kami, Partai
Demokrat mendapat suara 64. Maka. Atas dasar ini KPU membuat penetapan
perolehan suara sebagaimana jumlah yang ada pada lampiran DA-B yaitu untuk Kec.
Pedurungan memperoleh 20.994 suara. Nah, ini kami sebagai Turut Termohon tidak
mengerti dengan lampiran yang disajikan oleh Pemohon,” jelasnya lebih lanjut.
”Sebuah contoh lagi yang terakhir, Kel Muktiharjo Kidul pada TPS 74, Partai
Demokrat menyebut 67 suara, sementara itu versi KPU Semarang Partai Demokrat
memperoleh 68 suara. Ini baru satu kelurahan. Kemudian Telogomulyo adalah tak
ubahnya sebagaimana yang disampaikan di keluran lain,” jelasnya.
“Yang prinsip atas dasar perolehan suara yang tercantum dalam model C-1,
kemudian DA-B dan lampiran DA-1, KPU Semarang menetapkan perolehan suara Partai
Demokrat, justru Pemohon yang menyampaikan data yang berkurang seperti yang
kami sampaikan,” pungkas perwakilan KPU Semarang ini.
Majelis Sahkan Alat Bukti
MK kembali menyidangkan perkara yang diajukan Partai Demokrat pada Sabtu
(6/6/09). Sidang yang dibuka pada pukul 08.00 WIB ini dihadiri Pemohon,
Termohon, Turut Termohon, Pihak Terkait, dan saksi-saksi.
Pemohon diwakili 12 kuasanya, dan Termohon diwakili 4 kuasanya. Sedangkan
Turut Termohon yang hadir dari KPU Kab. Ketapang, KPU Kab. Samosir, KPU
Minahasa Utara, KPU Prov. Papua, KPU Kab. Yahokimo, KPU Kab. Lahat, KPU Kab.
Magelang, KPU Kota Depok, KPU Dompu, KPU KIP Kab. Aceh Utara, KPU Kab. Mamasa,
KPU Kota Manado, KPU Kota Bekasi, KPU Kota Bitung, KPU Kab. Konawe,
KPU Kab. Batubara II Prov. Sumatera Utara, KPU Kab. Sumba Barat Daya, KPU
Kota Batam, KPU Kota Semarang, KPU Kab. Cilacap, KPU Kota Surabaya, KPU Kab.
Ende, KPU Kab. Rote Ndau.
Sidang juga dihadiri Pihak Terkait, yakni Partai Gerindra, Partai
Sarikat Indonesia (PSI), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat
Nasional (PAN), Partai Bintang Reformasi (PBR), dan PNI Marhaenisme.
Dalam sidang dengan agenda pengesahan alat bukti, majelis hakim mengesahkan
alat bukti yang diajukan Pemohon, Turut Termohon, dan Pihak Terkait. Majelis
hakim memberi catatan pada bukti Pemohon, karena daftar bukti untuk dapil II
Kota Sibolga pada bukti P51, P-52, dapil III Kab. Samosir pada P-53,
P-54, P-54A, P-54B, P-54C, P-54D, P-54E, tidak sama dengan bukti fisik yang
diajukan.
Pada pengesahan alat bukti Turut Termohon, majelis hakim merasa kesulitan,
karena Turut Termohon tidak membuat daftar pada alat bukti. Ada yang membuat
daftar alat bukti tidak berurutan, tidak teratur dan juga daftar alat bukti
tulisan tangan yang sulit dibaca.
Sebelum menutup persidangan, majelis hakim memberi kesempatan Pemohon dan
Termohon menyampaikan closing statement. Partai Demokrat hanya
menyampaikan seluruh daftar bukti tambahan sudah diserahkan ke MK. Sedangkan
kuasa Termohon menyampaikan dengan mengutip adagium dalam prinsip kehidupan
berdemokrasi, suara rakyat adalah suara Tuhan. Termohon berharap agar tidak
mempermainkan suara rakyat dengan bukti yang tidak valid. Termohon juga kembali
menegaskan, bukti yang diajukan sudah sesuai dengan prosedur penyelenggaraan
pemilu.
Permohonan Ditolak
Majelis Hakim MK menyatakan
menolak permohonan Partai Demokrat (PD). Sedangkan untuk dapil Sumatera Utara II dan dapil Nias Selatan I, II, dan III, Mahkamah belum menjatuhkan final
karena merujuk pada Putusan (Sela) Mahkamah Konstitusi Nomor
28-65-70-82-84-89/PHPU.C-VII/2009 bertanggal 9 Juni 2009 yang telah menjatuhkan
putusan sela untuk kedua dapil tersebut.
Demikian sidang pleno dengan
agenda pengucapan putusan atas permohonan Partai Demokrat, Pemohon untuk
perkara Nomor 89/PHPU.C-VI/2009
tentang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) tahun 2009 yang digelar di
ruang pleno lt. 2 gedung MK Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta, pada Selasa
(23/6/09). Persidangan
yang terbuka untuk umum ini dilakukan sembilan Hakim Konstitusi, yakni Moh.
Mahfud MD, sebagai Ketua merangkap Anggota, Mukthie Fadjar, Muhammad Alim,
Maria Farida Indrati, Maruarar Siahaan, M. Arsyad Sanusi, Harjono, M. Akil
Mochtar dan Achmad Sodiki masing-masing sebagai Anggota.
Berdasarkan bukti-bukti dan pertimbangan, dalam
pendapatnya mahkamah menilai permohonan kabur (obscuur libel). Pemohon
tidak berhasil membuktikan dalil permohonannya, sehingga permohonan harus
ditolak.
Tabel
Amar
Putusan MK per-Dapil
Mengacu Putusan
Sela Dapil Nias Selatan
Menurut pendapat Mahkamah,
untuk dapil Sumatera Utara II (DPR RI), Mahkamah terlebih dahulu
mempertimbangkan kaitan permohonan a quo dengan Putusan (Sela).
Sebagaimana diketahui, pada 9 Juni 2009, Mahkamah Konstitusi mengucapkan
Putusan (Sela) Nomor 28-65-70-82-84-89/PHPU.C-VII/2009. Dalam amar putusannya,
antara lain, memerintahkan kepada KPU Kab. Nias Selatan untuk melakukan
pemungutan suara ulang. Untuk pemilihan Calon Anggota DPR, Provinsi Sumatera
Utara dibagi atas tiga Dapil yang di dalam Dapil 2 yang menjadi objek
permohonan a quo, melingkupi, antara lain, Kab. Nias Selatan, maka
Putusan (Sela) MK tersebut mutatis mutandis berlaku juga untuk putusan
dalam permohonan a quo. Dengan demikian, putusan (akhir) mengenai
perolehan suara yang dimohonkan Pemohon dalam permohonan a quo ditunda
sampai adanya laporan dari KPU in casu KPU Kab. Nias Selatan, mengenai
hasil perolehan suara dalam pemungutan suara ulang.
Begitu juga untuk dapil Nias
Selatan 1, Nias Selatan 2, Nias Selatan 3 (DPRD Kabupaten). Dengan adanya
putusan sela yang di dalamnya termasuk permohonan a quo (Nomor
89/PHPU.C-VII/2009), maka pertimbangan dan putusan Mahkamah sepanjang Dapil
Nias Selatan tersebut mutatis mutandis berlaku untuk putusan ini.
Pada amar putusan yang
dibacakan oleh Mahfud MD, Mahkamah menyatakan
permohonan Pemohon untuk Dapil Papua (DPR RI) dan Dapil Sulawesi Tenggara 2
(DPRD Provinsi) tidak dapat diterima.
Mahkamah juga menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk selain dan
selebihnya (Nur Rosihin Ana).