Jakarta, MKOnline – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pembacaan putusan uji materi Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, Kamis (28/7). Ketua MK Moh. Mahfud MD membacakan langsung amar putusan Mahkamah yang menyatakan permohonan Pemohon Hagus Suanto tidak dapat diterima.
”Amar Putusan. Mengadili. Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Mahfud membacakan amar putusan Mahkamah yang teregistrasi dengan nomor 23/PUU-IX/2011 ini.
Sebelumnya, Mahfud yang juga membacakan konklusi putusan MK terhadap permohonan uji materi Pasal 6 UU Bea Materai bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan tersebut. Sebab itu, pokok permohonan Pemohon kemudian tidak dipertimbangkan lagi sesuai PMK (Peraturan Mahkamah Konstitusi) yang berlaku.
Di dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan dirinya sebagai warga negara Indonesia yang juga sebagai nasabah kartu kredit Citibank telah dilanggar hak dan kewenangan konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 6 UU 13 Tahun 1985. Pasal tersebut sendiri berbunyi, “Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain”.
Dengan berlakunya pasal tersebut, Pemohon menganggap Citibank mendapatkan dasar hukum untuk memungut pajak bea materai dalam setiap penagihan (billing statement) kartu kredit. Padahal, menurut Pemohon Citibank, selaku bank swasta asing yang berbadan hukum privat, tidak mempunyai kewenangan untuk memungut pajak, karena yang berwenang untuk memungut, menagih, dan membebankan pajak kepada Pemohon dan masyarakat lainnya adalah negara.
Terhadap dalil Pemohon tersebut, Mahkamah dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Wakil Ketua MK Achmad Sodiki menganggap ketentuan Pasal 6 UU 13 Tahun 1985 sesungguhnya tidak mengatur mengenai pemberian kewenangan kepada Citibank atau perusahaan lainnya untuk memungut pajak bea materai atas dokumen yang telah diterbitkan. ”Pasal a quo mengatur mengenai pembebanan bea materai terutang kepada pihak yang mendapat manfaat dari dokumen. Pemungutan pajak bea materai oleh Citibank ataupun perusahaan lainnya pelaksanaannya didasarkan kepada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.5/2001 tentang Intensifikasi Bea Materai bertanggal 5 Juni 2001,” papar Sodiki.
Dengan demikian, Mahkamah menganggap tidak berarti pajak tersebut dibayarkan kepada Citibank melainkan dibayarkan kepada negara melalui Citibank yang menerbitkan surat tagihan (billing statement) untuk Pemohon sebagai penerima manfaatnya. ”Menimbang bahwa oleh karena Pemohon tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 51 ayat (1) UU MK, Mahkamah tidak perlu memeriksa dan mempertimbangkan lebih lanjut pokok perkara atau substansi permohonan a quo,” tukas Sodiki. (Yusti Nurul Agustin/mh)
”Amar Putusan. Mengadili. Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Mahfud membacakan amar putusan Mahkamah yang teregistrasi dengan nomor 23/PUU-IX/2011 ini.
Sebelumnya, Mahfud yang juga membacakan konklusi putusan MK terhadap permohonan uji materi Pasal 6 UU Bea Materai bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan tersebut. Sebab itu, pokok permohonan Pemohon kemudian tidak dipertimbangkan lagi sesuai PMK (Peraturan Mahkamah Konstitusi) yang berlaku.
Di dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan dirinya sebagai warga negara Indonesia yang juga sebagai nasabah kartu kredit Citibank telah dilanggar hak dan kewenangan konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 6 UU 13 Tahun 1985. Pasal tersebut sendiri berbunyi, “Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain”.
Dengan berlakunya pasal tersebut, Pemohon menganggap Citibank mendapatkan dasar hukum untuk memungut pajak bea materai dalam setiap penagihan (billing statement) kartu kredit. Padahal, menurut Pemohon Citibank, selaku bank swasta asing yang berbadan hukum privat, tidak mempunyai kewenangan untuk memungut pajak, karena yang berwenang untuk memungut, menagih, dan membebankan pajak kepada Pemohon dan masyarakat lainnya adalah negara.
Terhadap dalil Pemohon tersebut, Mahkamah dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Wakil Ketua MK Achmad Sodiki menganggap ketentuan Pasal 6 UU 13 Tahun 1985 sesungguhnya tidak mengatur mengenai pemberian kewenangan kepada Citibank atau perusahaan lainnya untuk memungut pajak bea materai atas dokumen yang telah diterbitkan. ”Pasal a quo mengatur mengenai pembebanan bea materai terutang kepada pihak yang mendapat manfaat dari dokumen. Pemungutan pajak bea materai oleh Citibank ataupun perusahaan lainnya pelaksanaannya didasarkan kepada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.5/2001 tentang Intensifikasi Bea Materai bertanggal 5 Juni 2001,” papar Sodiki.
Dengan demikian, Mahkamah menganggap tidak berarti pajak tersebut dibayarkan kepada Citibank melainkan dibayarkan kepada negara melalui Citibank yang menerbitkan surat tagihan (billing statement) untuk Pemohon sebagai penerima manfaatnya. ”Menimbang bahwa oleh karena Pemohon tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 51 ayat (1) UU MK, Mahkamah tidak perlu memeriksa dan mempertimbangkan lebih lanjut pokok perkara atau substansi permohonan a quo,” tukas Sodiki. (Yusti Nurul Agustin/mh)