Jakarta, MKOnline – Permohonan Choirul Anam dan Tohadi dari PKNU (Partai Kebangkitan Nasional Ulama) yang merasa dirugikan karena terancam tidak bisa mengikuti Pemilu 2014 tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (4/7). Pemohon dianggap tidak memiliki kedudukan hukum.
Pemohon Perkara Nomor 18/PUU-IX/201, Choirul Anam dan Tohadi, mengajukan permohonan untuk pengujian Pasal 51 ayat (1), Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (1a), Pasal 3 Ayat (2) huruf c dan huruf d, Pasal 4, Pasal 47 ayat (1) Pasal 51 Ayat (1a), Ayat (1b), ayat (1c) dan Ayat (2) UU No.2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dengan UUD 1945.
Pemohon menganggap pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”
Berlakunya pasal-pasal yang dimohonkan dalih Pemohon sangat berpotensi menyebabkan PKNU tidak mendapatkan jaminan kesamaan dan kesempatan dalam hukum dan pemerintahan serta perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif. Pasalnya, sesuai Pasal 8 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, PKNU tetap memiliki badan hukum yang sah dan sudah dapat menjadi peserta Pemilu berikutnya tanpa ada kewajiban melakukan verifikasi sebagai badan hukum.
Terhadap permohonan Pemohon tersebut, Mahkamah dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Harjono, menimbang Pemohon tidak memenuhi syarat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat.
Kelima syarat itu, yaitu a) adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945, b) hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohon pengujiannya, c) kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, d) adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian, e) adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional seperti yang didalikan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
”Menimbang bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Pemohon tidak lagi dirugikan hak konstitusionalnya sejak ada Putusan Mahkamah Nomor 15/PUU-IX/2011, bertanggal 4 Juli 2011, atau tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) dan oleh karenanya permohonan tidak dapat diterima,” ujar Harjono membacakan pertimbangan hukum Mahkamah.
Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan dalam pertimbangan hukum tersebut, Ketua MK, Moh. Mahfud MD kemudian membacakan konklusi putusan Mahkamah. Dalam konkulusi yang dibacakan Mahfud, Pemohon dinyatakan tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan tersebut. Sebab itu, pokok permohonan tidak dipertimbangkan.
“Amar Putusan. Mengadili. Menyatakan, permohonan Pemohon tidak dapat diterima. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi,” tutup Mahfud. (Yusti Nurul Agustin/mh)
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=5548
0 komentar:
Posting Komentar