Senin, 25 Juli 2011

Permohonan Pengujian KUHAP Tidak Dapat Diterima

Rachmat Jaya selaku pemohon prinsipal dalam sidang putusan perkara nomor 17/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Senin (25/7) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.
Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan para advokat yaitu Muh. Burhanuddin dan Rachmat Jaya selaku pemohon dalam Perkara Nomor 17/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Senin (25/7).  
Dalam perkara tersebut, para Pemohon menguji konstitusionalitas frasa “kecuali terhadap putusan bebas” dari Pasal 244 UU 8/1981, yang selengkapnya menyatakan, “Terdapat putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Frasa tersebut menurut para Pemohon bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
Terhadap permohonan para Pemohon tersebut, Mahkamah menilai bahwa tidak terdapat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dialami oleh para Pemohon. Dikarenakan syarat-syarat kerugian konstitusional para Pemohon sebagai perseorangan Advokat dalam pengujian konstitusionalitas, Mahkamah telah menjatuhkan putusan dalam permohonan Nomor 10/PUU-VIII/2010 pada tanggal 15 Desember 2010. Dalam putusan tersebut, kualifikasi para Pemohon dan batu uji konstitusionalnya adalah sama, kecuali Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
“Oleh karena itu, Mahkamah perlu mengutip pertimbangan hukum dalam Putusan Nomor 10/PUU-VIII/2010 tanggal 15 Desember 2010,”  Ucap Hamdan Zoelva saat membacakan putusan tersebut.
Menurut mahkamah, ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang didalilkan oleh Pemohon sebagai sumber hak konstitusionalnya, ketentuan tersebut tidak terkait dengan hak-hak konstitusional pemohon sebagai seorang warga negara yang berprofesi sebagai advokat, tetapi terkait dengan prinsip umum dalam penyelenggaraan negara dan prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.
Sedangkan, terkait dengan Undang-Undang yang membatasi permohonan peninjauan kembali hanya untuk satu kali merugikan hak konstitusionalnya baik sebagai pribadi maupun sebagai advokat, Menurut Mahkamah, benar Pemohon sebagai warga negara yang berprofesi sebagai advokat memiliki hak-hak konstitusional yang diberikan UUD 1945, tetapi Mahkamah tidak menemukan adanya kerugian spesifik maupun aktual dan “Jikapun ada kerugian, tidak ada hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian,” ucap Hamdan Zoelva.
Lebih lanjut Mahkamah berpendapat bawa dalil-dalil Pemohon dalam permohonan ini, lebih mempersoalkan kerugian konstitusionalnya dalam menjalankan profesi advokat dari pada sebagai pribadi yang langsung dirugikan oleh berlakunya norma Undang-Undang tersebut. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, tidak ada kerugian konstitusional Pemohon dengan berlakunya Undang-Undang tersebut.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, mahkamah memutuskan bahwa para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan dalam perkara tersebut. “Oleh sebab itu, pokok permohonan tidak dipertimbangkan, dan menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,”ucap Ketua Sidang Pleno Moh. Mahfud MD. (Shohibul umam/mh)

0 komentar:

Posting Komentar