Minggu, 03 Juli 2011

MK tolak Permohonan Empat Pasangan Calon Walikota-Wakil Walikota Ambon

Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan oleh empat pasangan calon dalam Pemilukada Kota Ambon. Amar putusan Nomor 68/PHPU.D-IX/2011 tersebut dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi pada Selasa (27/6). Para pemohon , di antaranya Daniel Palapia-La Suriadi, Ferry Watimurry-Hi. Awath Ternate, Hesina J. Huliselan- Machfud Walilulu, serta Paulus Kastanya-Hansidi.

“Dalam Eksepsi, menolak eksepsi Pihak Terkait. Dalam Pokok Permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Mahfud di Ruang Sidang Pleno MK.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, Pemohon mendalilkan adanya berbagai pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan oleh Pihak Terkait dan terjadi pembiaran oleh Termohon. Pelanggaran tersebut di antaranya, jelas Fadlil, berupa mobilisasi massa, pembagian undangan kepada yang tidak berhak, serta pemilihan yang dilakukan anak di bawah umur dan orang yang tidak berhak, serta pencoblosan ganda. Fadlil menjelaskan, Mahkamah menilai dalil-dalil Pemohon a quo tidaklah dapat menunjukkan adanya signifikansi atas perolehan suara masing-masing pasangan calon dan tidak terbukti.

“Umumnya dalil-dalil a quo secara faktual bermuara pada pemilihan dan proses penghitungan suara, dengan isu, apakah ada pemilihan oleh orang yang tidak berhak memilih. Pada kenyataannya bukti-bukti yang ditunjukkan Pemohon dalam bentuk rekapitulasi di tingkat TPS, juga tidak memuat adanya keberatan terhadap rekapitulasi tersebut, padahal para saksi pasangan calon tertera menandatangani rekapitulasi suara. Terlepas dari itu, menurut Mahkamah, pembuktian faktual oleh Pemohon mengenai adanya pemilih ganda atau pemilih yang tidak berhak mencoblos sebagai muara dalil-dalilnya yang lain tidaklah terbukti,” ujar Fadlil.

Mengenai dalil adanya politik uang (money politic), Fadlil memaparkan Mahkamah menilai Pemohon tidak cukup memberikan bukti yang dapat meyakinkan Mahkamah. “Sehingga dalil Pemohon a quo tidak terbukti menurut hukum. Selain itu, seandainya pun benar, quod non, dalil Pemohon a quo, kejadian yang ditunjukkan hanya merupakan kejadian yang sifatnya sporadis belaka,” katanya.

Selain itu, Pemohon mendalilkan terdapat pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan oleh Termohon selaku penyelenggara pada saat pemungutan suara dan penghitungan suara berupa pelanggaran pada saat penghitungan suara dan terjadi perbedaan hasil rekapitulasi penghitungan suara berdasarkan Formulir DA-KWK.KPU dengan hasil rekapitulasi penghitungan suara berdasarkan Formulir DB-KWK.KPU yang dilakukan Termohon. Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar, Mahkamah menilai keberatan-keberatan sebagaimana didalilkan Pemohon didasari pernyataan keberatan dalam Model DA-KWK.KPU telah nyata dan faktual ditindaklanjuti oleh Termohon berdasarkan rekomendasi Panwascam dan Panwaslukada Kota Ambon. “Dengan demikian, bantahan Termohon beralasan hukum dan dalil Pemohon a quo tidak terbukti,” paparnya.

Akil menuturkan Pemohon mendalilkan adanya petugas KPPS yang mengusir saksi pasangan calon, saksi Pemohon tidak diberikan berita acara penghitungan suara di tingkat TPS, dan banyak pelanggaran Pihak Terkait tidak ditindaklanjuti oleh Panwaslukada Mahkamah menilai, bantahan Termohon beralasan hukum dan dalil Pemohon a quo tidak terbukti. “Selain itu, dalil Pemohon a quo tidak pula terbukti memiliki signifikansi perolehan suara masing-masing pasangan calon untuk dapat mengubah kedudukan pasangan calon, mengingat selisih terdekat Pihak Terkait dan Pemohon sejumlah 31.093, sehingga dalil a quo harus dikesampingkan,” tuturnya.

Sementara itu, mengenai dalil adanya pelanggaran yang dilakukan Termohon dalam penetapan DPT, Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, terdapat pemilih ganda pada DPT, pemilih menggunakan identitas pemilih yang sudah meninggal, terdapat nama pemilih yang tanggal dan bulan lahirnya sama, banyak pemilih ganda yang terdaftar dalam DPT melakukan pencoblosan. Mahkamah menilai, sambung Sodiki, permasalahan dalam DPT merupakan permasalahan yang tidak dapat semata-mata ditimpakan kepada KPU karena terkait dengan administrasi kependudukan. Dalam kasus a quo, Sodiki menjelaskan Mahkamah berpendapat Termohon telah berusaha untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan itikad baik. Selain itu, apabila ada pemilih yang tidak dapat menggunakan haknya karena permasalahan tersebut, maka tidak dapat dipastikan pemilih tersebut akan memilih pasangan calon yang mana. Sehubungan dengan kecurigaan adanya penyalahgunaan atas permasalahan DPT tersebut berupa pemilihan oleh orang yang tidak berhak memilih. “Dengan demikian, dalil Pemohon a quo harus dikesampingkan. Terhadap bukti-bukti dan keterangan saksi lainnya yang menjelaskan kemungkinan terjadinya pelanggaran yang bersifat administratif dan pidana, Mahkamah menilai, hal demikian hanyalah dugaan-dugaan pelanggaran yang sifatnya sporadis semata dan tidak menunjukkan terjadinya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, sehingga harus dinyatakan dalil tersebut tidak terbukti menurut hukum,” tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=5531

0 komentar:

Posting Komentar