Senin, 27 Juni 2011

MK Putuskan UU Kesehatan Inskonstitusional Bersyarat

Jakarta, MKOnline - Dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat kini bisa melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa pasien dan diperlukannya tindakan medis segera untuk menyelamatkan pasien tanpa perlu takut mengenai adanya sanksi pidana. Hal tersebut berlaku setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pasal 108 ayat (1) UU 36/2009 tentang Kesehatan adalah inkonstitusional bersyarat, Senin (27/6), di Ruang Sidang Pleno MK. Pembacaan Putusan Nomor 12/PUU-VIII/2010 ini dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi dengan dihadiri oleh Pemohon, yakni sembilan Pemohon yang merupakan tenaga kesehatan yang berasal dari Provinsi Kalimantan Timur.

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) sepanjang kalimat, ‘... harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan” bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa tenaga kesehatan tersebut adalah tenaga kefarmasian, dan dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, antara lain, dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat yang melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa dan diperlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan pasien,” urai Mahfud membacakan amar putusan.

Dalam pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menjelaskan Mahkamah berpendapat bahwa dalam perspektif pengkaidahan, ketentuan pokok dalam Pasal 108 ayat (1) UU 36/2009 yang dalam preskripsinya mengharuskan pembuatan dan pengelolaan obat dan obat tradisional dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian yang mempunyai keahlian dan kewenangan tidaklah dapat dianggap bertentangan dengan ketentuan konstitusional manapun dalam UUD 1945 karena ketentuan tersebut mengimplementasikan prinsip mendudukkan seseorang pada posisi dan fungsi yang sesuai dengan kompetensi dan profesionalitasnya (the right man on the right place).

“Hal demikian merupakan salah satu dari implementasi prinsip keadilan. Sebaliknya, mendudukkan seseorang pada posisi dan fungsi yang tidak sesuai dengan kompetensi dan profesionalitasnya, terlebih lagi dalam praktik kefarmasian yang mengandung risiko sangat tinggi, maka dampaknya bukan saja akan mengganggu kesehatan, bahkan dapat juga berakibat pada kematian. Berdasarkan pertimbangan tersebut Mahkamah berpendapat, bahwa sepanjang mengenai ketentuan pokok Pasal 108 ayat (1) UU 36/2009 adalah konstitusional atau secara khusus tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” jelasnya.

Mengenai Penjelasan Pasal 108 ayat (1) UU 36/2009 yang di dalamnya terdapat ketentuan pengecualian dari ketentuan yang terdapat di dalam pasalnya, terang Hamdan, Mahkamah berpendapat bahwa penempatan ketentuan pengecualian dalam bagian Penjelasan merupakan penempatan yang tidak tepat, karena ketentuan tersebut juga masih termasuk kategori penormaan, bukan semata-mata menjelaskan. Hamdan memaparkan terlebih lagi penormaan yang terdapat di dalam penjelasan tersebut telah ternyata dapat berimplikasi dikenakannya sanksi pidana terhadap pelanggarnya, meskipun untuk ketentuan sanksi tersebut terdapat di pasal yang lain.

“Norma seharusnya ditempatkan dalam pasal. Mahkamah juga berpendapat, di samping penempatan norma yang tidak tepat, ketentuan pengecualian tersebut di lapangan, sebagaimana didalilkan oleh Pemohon, menimbulkan keadaan yang dilematis. Karena, di satu sisi petugas kesehatan dengan kewenangan yang sangat terbatas harus menyelamatkan pasien dalam keadaan darurat, sedangkan di sisi lain untuk memberikan obat atau tindakan medis yang lain ia dibayangi oleh ketakutan terhadap ancaman pidana bila ia melakukannya. Hal yang terakhir ini bahkan telah dialami oleh Pemohon. Sementara itu, peraturan perundang-undangan apapun dibuat oleh negara adalah untuk manusia, untuk hidup dan kesejahteraannya. Adanya ketentuan pengecualian yang sangat terbatas demikian, menurut Mahkamah, tidak memberikan perlindungan kepada pasien dalam keadaan darurat, dan tidak pula memberikan perlindungan kepada tenaga kesehatan. Dengan demikian maka Mahkamah dapat membenarkan dalil para Pemohon tersebut,” papar Hamdan. (Lulu Anjarsari/mh)

0 komentar:

Posting Komentar